web analytics

Mempertanyakan Validitas Lembaga Survei

Jum’at (9/5) kemarin BPPM Mahkamah mengadakan sebuah diskusi internal yang membahas “Validitas Lembaga Survei di Indonesia”. Diskusi internal yang berlangsung selama lebih kurang dua jam ini berjalan menarik dan mengalir dengan topik bahasan yang ada.

Diangkatnya masalah validitas lembaga survei di Indonesia sebagai topik diskusi kali ini tentunya tidak lepas dari semakin menjamurnya lembaga survei hari ini. Apalagi dalam masa pemilu, yang mana lembaga-lembaga survei ini boleh dibilang saat ini sebagai lembaga yang berpengaruh besar pada proses berjalannya pemilu. Juga mulai bermunculannya isu-isu yang mempertanyakan validitas lembaga survei tersebut, yang juga diramaikan dengan kritik dari para pakar terkait hal ini, diantaranya Yusril Ihza Mahendra, Pakar hukum tata negara Universitas Indonesia, juga Irman Putra Sidin, pakar hukum tata negara dari Universitas Hasanudin.

Diskusi yang menitik beratkan pada validitas lembaga survei, Jumat lalu berangkat dari isu-isu yang mempertanyakan terkait hal ini. Yusril Ihza Mahendra dalam sebuah artikel , menyebutkan bahwa lembaga survei hari ini memang kerap kali diminta oleh politisi untuk datang membantu. Namun, bantuan lembaga survei ini tidak sekedar untuk memetakan kelebihan dan kelemahan Si Politisi namun justru hadir sebagai pembentuk opini publik. Bahkan lebih dari itu, Menteri Hukum dan Perundang-undangan di Kabinet Persatuan Nasional ini menyatakan bahwa ketepatan hasil survei dari lembaga survei ini bukan semata-mata karena kecanggihan atau jitunya metode yang digunakan lembaga tersebut, namun, karena rekayasa hasil pemilu yang menyesuaikan dengan hasil survei. Yusril, memaparkan beberapa cara pula, yang dapat terlaksana karena memang lemahnya pengaturan dan pengawasan pemilu di Indonesia
Tribunnews.com juga dalam salah sebuah artikelnya menyebutkan tiga lembaga survei yang hasil surveinya terbukti melenceng jauh dengan hasil dari quick count yang dilangsungkan selepas diadakan penghitungan suara pasca Pemilihan Legislatif (Pileg) lalu, yaitu, Lembaga Survei Jakarta, Indonesia Research Center, dan Indonesia Network Elcetion Survei. Melencengnya hasil survei dari ketiga lembaga tersebut diantaranya seperti melorotnya perolehan suara partai-partai Islam yang justru berbanding terbalik dengan hasil quick count, juga menonjolnya salah satu partai dalam Survei namun setelah penghitungan pasca Pileg kemarin justru hasilnya jauh lebih rendah dibandingkan hasil surveinya.

Isu terkait hal ini yang cukup menarik mata juga, sebuah pernyataan yang mana menyebutkan lembaga-lembaga survei ini sudah sepatutnya digugat. Hal ini tentunya berkaitan dengan melencengnya lembaga survei dari fungsinya selama ini sebagai jembatan kepentingan publik dengan penentu kebijakan. Padahal dalam Undang-undang nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, survei sebagai bentuk partisipasi masyarakat diatur dalam pasal 186 khususnya pada huruf (a) dimana disebutkan bahwa survei atau jajak pendapat maupun penghitungan cepat tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon.

Lembaga survei justru saat ini disebut-sebut sebagai kekuatan kelima dibelakang media sebagai kekuatan keempat, dan tiga kekuatan dalam Trias Politica (eksekutif, Legislatif, Yudikatif). Lembaga Survei sebagai kekuatan kelima memegang peranan vital sebagai algojo karena secara langsung sebagai peggerak opini publik. Tidak lagi sekedar mengintip. Lembaga Survei yang tentunya diisi oleh para akademisi atau orang-orang yang ahli pada bidangnya juga rupanya saat ini dipertanyakan kesahihan penelitiannya karena, metode yang mungkin memang tepat, valid dan tidak perlu diragukan lagi pembuktiannya bisa jadi dilaksanakan dengan trik-trik tertentu yang menghasilkan hasil yang memang sesuai sebagaimana yang diharapkan.

Dalam diskusi internal BPPM Mahkamah yang mengaji isu tersebut, mengalir beberapa pendapat yang sekiranya menarik untuk diperbincangkan. Mulai dari segi lembaga survei tersebut, pada dasarnya hasil yang berbeda-beda memang karena metode yang digunakan berbeda-beda pula, dan dalam ilmu pasti pun kita mengenal adanya probabilitas terjadinya kesalahan dalam suatu penghitungan atau “margin error” maka, melencengnya hasil survei tidak harus selalu didentikkan dengan usaha komersialisasi. Namun, tentu mata kita juga harus tetap terbuka dengan kenyataan tingginya tarif dari suatu Lembaga Survei tertentu, oleh karenanya tidaklah salah apabila kita menduga adanya pembelokan dibalik hasil yang disajikan.

Lembaga Survei pada dasarnya perlu juga kita pertimbangkan segi positifnya antara lain, hasilnya yang dapat dijadikan acuan oleh partai-partai politik peserta pemilu dalam mempersiapkan koalisinya sebelum hasil yang resmi dikeluarkan KPU, Namun, perlu juga diperhatikan ketika hasil yang disajikan ini melenceng, akan melenceng pula strategi mereka. Serta, melencengnya hal-hal yang berkaitan dengan politik akan terasa pengaruhnya bahkan ke bidang ekonomi yang juga berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat, karena saling berkaitannya ekonomi dengan politik.

Seberapa berpengaruhnya lembaga survei pada pilihan masyarakat? Pada dasarnya hasil survei ini akan berpengaruh, bagi masyarakat yang kurang “melek” pada perpolitikan Indonesia, misalnya bagi yang kurang aware pada masalah politik di Indonesia, namun pengaruhnya bagi mereka yang sudah sadar betul pentingnya politik tidak begitu besar karena pada dasarnya indikator seseorang memilih lebih pada faktor-faktor pembeda yang ada dalam diri masing-masing calon.

Maka, sudah sepatutnya ramainya kicauan lembaga survei hari ini cenderung dianggap sebagai suatu aksesoris politik yang meramaikan pertarungan politik hari ini dari berbagai sisi dan apabila kita berusaha mencabut hal tersebut dengan membentuk suatu legislasi tertentu justru akan memberikan efek domino seperti yang dikemukakan diatas. Dan, seharusnya memang dalam memilih, pemilih tidak menjadikan hasil survei dari lembaga-lembaga ini sebagai indikator utama sehingga kembali pada hakikat Pemilihan Umum, dimana masyarakat bisa betul-betul menyuarakan aspirasinya. Karena kita memilih, bukan karena kita harus memilih, tapi karena kita butuh.©[Hanindito]

Sumber Bacaan :
http://www.sayangi.com/politik1/read/8790/yusril-beberkan-peran-lembaga-survei-dalam-kecurangan-pemilu , Deni Sudastika
http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/04/11/ini-lembaga-survei-yang-meleset-hasil-surveinya

Leave a Reply

Your email address will not be published.