web analytics

Semen Membangun Ekonomi di Atas Lahan Konservasi

Aliansi Warga Rembang Peduli Pegunungan Kendeng akhirnya mengugat SK Gubernur yang mengizinkan penambangan kapur oleh pabrik semen PT Semen Indonesia pada kawasan lindung di Rembang.
Perseroan Terbatas (PT) Semen Gresik yang telah berganti nama menjadi PT Semen Indonesia kembali mendapat rintangan dalam proses pembangunan pabrik semen di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Senin (16/6) sekitar 100 warga Rembang melakukan aksi protes dengan membangun tenda-tenda di sekitar pabrik semen di Kecamatan Bulu bersamaan dengan acara peletakan batu pertama pendirian pabrik semen yang memiliki investasi senilai Rp3,7 triliun. Warga Rembang yang didominasi oleh para ibu asal Desa Tegaldowo dan Desa Timbranagan, Kecamatan Gunem ini menolak akan rencana pembangunan pabrik dan tambang di kawasan Rembang tersebut.
Protes ini dipicu kekhawatiran warga akan dampak negatif yang ditimbulkan dari aktifitas produksi semen dan penambangan kapur di Pegunungan Kendeng. Pengunjuk rasa yang sebagian tergabung dalam Aliansi Warga Rembang Peduli Pegunungan Kendeng (AWRPPK) menganggap bahwa pembanguan pabrik akan mengancam ketersediaan air dan kesuburan tanah di kawasan tersebut. Sebagian warga mendapatkan pasokan air PDAM yang diambil dari Gunung Watuputih dekat lokasi penambangan. Warga yang sebagian berprofesi di bidang perkebunan dan pertanian, mencemaskan akan adanya polusi yang bisa mencemari tanah sumber nafkah mereka.
Selain mengancam air dan tanah, ternyata penambangan kapur juga berpotensi merusak sumber daya lain yang ada di kawasan Watuputih . Berdasarkan penelitian sumber daya air yang dilakukan masyarakat, kawasan Karst Watuputih ternyata memiliki 109 mata air, 49 gua, dan 4 sungai bawah tanah. Bukan hanya itu, di dalam gua juga terdapat tulang-belulang yang sudah membatu, atau biasa disebut fosil. Dengan penemuan ini, seharusnya kawasan Watuputih tidak boleh dijadikan kawasan penambangan. Sebaliknya, sumber daya-sumber daya tersebut seharusnya dilestarikan sehingga aktivitas penambangan seharusnya dihentikan.
Pembangunan pabrik semen di Rembang juga dianggap menyalahi aturan yang berlaku. Sesuai Pasal 63 Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029 menyebutkan bahwa Cekungan Watuputih merupakan salah satu kawasan imbuhan air. Pasal 16 Perda Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Rembang Tahun 2011-2031 juga menyebutkan Cekungan Watuputih sebagai kawasan lindung geologi bersama Cekungan Lasem. Rekomendasi larangan penambangan kapur di kawasan cekungan air tanah (CAT) Watuputih juga telah disampaikan Surono, Kepala Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, melalui surat No. 3131/05/BGL/2014 yang disampaikan kepada Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah.
Permasalahan juga terjadi pada pembukaan lahan hutan untuk pembuatan pabrik. PT Semen Indonesia menebang kawasan hutan seluas 21 hektar di Kecamatan Bulu. Ini bertentangan dengan Perda RTRW Kabupaten Rembang yang tidak memasukkan daerah Bulu sebagai kawasan industri besar. Kawasan yang diizinkan untuk ditebang adalah hutan wilayah Kesatuan Pemangku Hutan Mantingan di kecamatan Gunem. Hal ini sesuai persetujuan prinsip tukar guling lahan hutan oleh Menteri Kehutanan tanggal 22 April 2013.
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, maka warga yang kontra akan pembangunan pabrik semen mencurigai adanya korupsi berupa gratifikasi dalam proses keluarnya izin penambangan karst dan pembangunan pabrik semen PT Semen Indonesia. Kecurigaan ini akhirnya mebuat AWRPPK melakukan gugatan ke PTUN Semarang (1/9). Mereka menggugat Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan Gubernur Jawa Tengah sebelumnya, Bibit Waluyo. SK yang digugat adalah SK Gubernur Jawa Tengah No: 668.1/17 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk.
Bila melihat dari sudut pandang pemerintah, keberadaan pabrik semen yang dipercaya dapat menghasilkan 3 ton semen per tahun sudah tentu dapat memberi kontribusi positif. Kontribusi ini bisa dirasakan pada sektor ekonomi daerah Rembang. Dengan adanya industri besar yang beroprasi, pendapatan daerah akan menerima pemasukan yang cukup menggiurkan. Selain itu, adanya pabrik juga berdampak pada penyerap tenaga kerja dengan jumlah yang tidak sedikit. Nantinya, hal ini akan menaikkan penghasilan perkapita sehingga dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar pabrik.
Berkaitan dengan hal ini, PT Semen Indonesia sebenarnya telah melakukan sosialisasi, khususnya pada masyarakat yang tinggal pada daerah ring I. Nantinya, BUMN yang telah berdiri sejak 7 Agustus 1957 ini juga berencana akan membekali masyarakat dengan berbagai macam pelatihan untuk meningkatkan kompetensi dalam pemberdayaan usaha kecil. Bahkan sebenarnya, pada awal perencanaan PT Semen Indonesia mendapat tanggapan positif dari warga sekitar. Hal ini dibuktikan dengan hadirnya ratusan warga pada peresmian penyiapan lahan penambangan Sabtu (16/2/2013). Pun dalam proses gugatan SK, warga yang pro dengan pembangunan pabrik menyatakan persetujuan mereka pada aksi di kantor Gubernur Jawa Tengah.
Menurut Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah, Teguh Dwi Paryono, penambangan di CAT Watuputih tidak menyalahi aturan. PT Semen Indonesia juga telah mengantongi analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang menurut Djoko Sutrino selaku Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Jawa Tengah, lokasi pabrik tidak berada di kawasan CAT lindung.
Memang, polemik pembangunan pabrik yang berkaitan dengan eksploitasi sumber daya alam sering terjadi. Perkara ini sering kali berkenaan dengan pertentangan kepentingan ekonomi dan kelestaarian lingkungan. Pihak yang menentang biasanya berasal dari masyarakat setempat. Oleh karena itu, win-win solution merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan pihak perusahaan melalui pendekatan dan musyawarah bersama warga sejak awal. Hal ini penting agar terjadi kesinambungan antara perusahan dan warga di samping harus adanya legalistas yang menaungi perusahaan untuk mengecilkan kemungkinan timbulnya masalah hukum di kemudian hari. (Perlita Nathania)

Leave a Reply

Your email address will not be published.