web analytics

SUJIWO TEJO: BUDAYA TERSENYUM PARA KORUPTOR, ANDIL KITA SEMUA

                Sujiwo Tejo, budayawan kenamaan di Indonesia, punya cara pandang sendiri terhadap budaya korupsi. Hal ini disampaikan dalam Sarasehan Budaya bertajuk “Paradoks Birokrasi di Indonesia” yang menjadi rangkaian Musyawarah Nasional Lembaga Eksekutif Mahasiswa Hukum Indonesia V (Munas Lemhi V). Perhelatan ini digelar oleh Dewan Mahasiswa Justicia (Dema Justicia) Fakultas Hukum (FH) UGM, Sabtu (31/10) di lapangan parkir FH UGM. Dalam sarasehan ini, Sujiwo mengutarakan pandangannya mengenai budaya dan korupsi.

                Budaya menurutnya merupakan siklus why mempertanyakan mengapa suatu fenomena dapat terjadi, bagaimana mendapatkan suatu jawaban dari fenomena tersebut (how), dan pada akhirnya beraksi nyata (action). Menurutnya, korupsi juga merupakan budaya di Indonesia, sesuatu yang berulang karena andil kita semua. Banyak yang masih menghormati mereka semua, proposal masih banyak dari berbagai instansi seperti RT,RW, bahkan mahasiswa kadang-kadang. Pada mereka juga terkandung dosa-dosa kita. “Kita gak menghargai pejabat miskin, kalau ada istri walikota cincinnya gak emas kita gak akan menghargai.” Seharusnya yang dihargai adalah dedikasi.

                Di sela-sela perbincangan yang penuh canda tawa, panitia memutarkan sebuah video berita yang menggambarkan ekspresi para tersangka ataupun terdakwa kasus korupsi di Indonesia. Sebagian besar pejabat yang tersangkut kasus rasuah itu terlihat tetap tersenyum, hanya segelintir yang terlihat menundukkan kepala. Video itu membandingkan budaya para pejabat tersangka kasus korupsi di negara lain seperti Jepang dan Tiongkok. Beberapa pejabatnya terlihat menundukkan kepala, meminta maaf dan mengundurkan diri dari jabatannya.

                Budaya itu seharusnya menjadi koreksi bagi paradoks pemberantasan korupsi yang tak hanya ditangani oleh komisi antirasuah, tetapi kita semua. Budayawan yang kerap dipanggil Mbah ini megutarakan poin pentingnya, yakni menghargai pejabat yang tetap berdedikasi tanpa memandang penampilan. Jika orang hanya memandang penampilan, setiap orang harus korupsi untuk menjaga omongan orang banyak. “Dalam budaya tersenyum para koruptor ada andil kita di situ.” (Agnes Sulistya)

Leave a Reply

Your email address will not be published.