web analytics

Melihat Lebih Dekat Pesta Rakyat

“JANGAN JUAL PENDIDIKANKU MBOK YO”, tulis seorang mahasiswa di atas kain putih, Senin (2/5). Spanduk-spanduk tergelar di atas tanah. Para wartawan mengambil gambar di sana-sini.

Pukul 09:00 WIB massa mahasiswa berkumpul di taman Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM). Di bawah pohon, di lokasi yang sama, ada mahasiswa yang didandani seperti pocong. Di tangannya yang terlipat di atas perut terdapat poster bertuliskan “HATI-HATI HANTU ORBA GENTAYANGAN DI SINI”.

"JANGAN JUAL PENDIDIKANKU #MBOK YO" (foto: Reg/MHK)
“JANGAN JUAL PENDIDIKANKU MBOK YO” (foto: Reg/MHK)

Di bagian barat taman Fisipol, terlihat enam pemuda yang bertelanjang dada. Mereka saling melukiskan huruf ke badan masing-masing. Setelah selesai, mereka menyeringai, lalu berbaris berurutan membentuk kalimat: S-A-V-E-U-G-M.

Masih di taman Fisipol, seorang pemuda dengan selendang merah yang dibalutkan  di kepalanya terus berorasi. Nyanyian “datang dari barat, datang dari timur, mahasiswa” mulai terdengar.

"HATI-HATI HANTU ORBA GENTAYANGAN DI SINI" (foto: Reg/MHK)
“HATI-HATI HANTU ORBA GENTAYANGAN DI SINI” (foto: Reg/MHK)

Pukul 09:08 WIB rombongan mahasiswa dari Fakultas Hukum memasuki pelataran Fisipol. Mahasiswa yang berada di Fisipol bertepuk tangan seketika. Terdengar suara lantang mahasiswa yang mengingatkan tentang aksi damai hari ini. Tidak lama setelah itu, massa dari Fakultas Ilmu Budaya tiba. Massa terus bergeser ke barat seiring dengan datangnya rombongan mahasiswa dari Fakultas Filsafat, Psikologi, Peternakan, Pertanian, dan Kehutanan. Sementara itu, perwakilan pedagang kantin Bonbin menyampaikan aspirasinya terkait relokasi.

Pukul 10:04 WIB Berlin Timur (klaster soshum dan agro) mulai memenuhi bagian belakang Balairung. Mereka duduk sambil mengangkat karton dan spanduk yang bertuliskan slogan dan tuntutan mereka. Massa mahasiswa yang telah tiba di selatan Balairung langsung duduk dan menyanyikan chants mereka. Pada saat bersamaan, orang yang ingin mereka temui, Rektor UGM Dwikorita, sedang memberikan sambutan untuk penyerahan penghargaan mahasiswa berprestasi.

Pukul 10:15 WIB ­­­­massa mahasiswa Berlin Barat (klaster saintek, medika, dan sekolah vokasi) mulai bergabung dengan massa mahasiswa Berlin Timur.

"MAHASISWA TIDAK DITUNGGANGI" (foto: Reg/MHK)
“MAHASISWA TIDAK DITUNGGANGI” (foto: Reg/MHK)

Pukul 10.26 WIB ribuan mahasiswa UGM mulai memasuki Balairung. Tidak butuh waktu lama, mahasiswa sudah berada di depan Balairung. Mahasiswa yang telah berkumpul di depan gedung rektorat melambaikan karton dan spanduk yang bertuliskan aspirasi mereka, salah satunya bertuliskan “INI BUKAN SIMULASI”.

Pukul 10:54 WIB orasi dimulai, orator berteriak, “Rektorat sudah mengatakan di media kalau ini hanya simulasi! Ayo kita buktikan kalau ini adalah tuntutan dari hati kita kepada rektorat karena ini bukan simulasi!”

Mahasiswa yang memadati halaman gedung rektorat mulai menyanyikan chants. Lirik salah satu chants, “Ini bukan aksi simulasi, yang bilang simulasi engga punya hati,” mulai terdengar di halaman rektorat. Dua jam berlalu, Rektor masih belum menemui mahasiswa.

Udara panas. Beberapa mahasiswa pingsan. Mereka langsung digotong ke dalam ambulans. “Keluarlah, Bu! Lihat anakmu yang sakit ini!” Orator tak henti-hentinya meminta Rektor untuk menemui mereka. Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Prof. Iwan turun dan ingin berdialog dengan mahasiswa, tetapi mahasiswa menolak. Mahasiswa ingin bertemu langsung dengan Rektor.

Adzan dzuhur berkumandang, sejenak aksi berhenti.

Massa mahasiswa menyuarakan aspirasi mereka. (foto: Reg/MHK)
Massa mahasiswa menyuarakan aspirasi mereka. (foto: Reg/MHK)

Pukul 14:46 WIB aksi dimulai kembali.

Pukul 15:00 WIB Rektor dengan beberapa jajarannya turun ke pelataran menuju tiang bendera. Beliau menaikkan kembali Bendera Merah Putih yang sebelumnya dikibarkan setengah tiang. Selama tidak lebih dari tiga puluh menit Rektor menanggapi pertanyaan yang diajukan di tengah massa mahasiswa.

“UKT tahun ini akan tetap seperti tahun lalu,” ungkap Rektor menanggapi pertanyaan. Suasana ramai, beberapa mahasiswa berteriak bahwa Rektor otoriter. Tak lama setelah itu, Rektor masuk gedung rektorat.

Mahasiswa mengejar Rektor. Mereka ingin berdialog kembali. Tetap menjaga kebersihan, terlihat beberapa mahasiswa tengah mengutipi sampah di area depan gedung rektorat. Orator mengambil mikrofon, “Siapa yang tidak emosi melihat orang yang berbicara tentang kemanusiaan, tapi menginjak-injak kemanusiaan di depan mata kita!”

Pukul 17:05 WIB orator membacakan tuntutan. Rektor bersedia turun untuk kembali beraudiensi dengan mahasiswa. “Bu Rektor mau turun tapi jangan ribut ketika Bu Rektor berbicara, sepakat?” kata orator.

Audiensi dimulai. Sesekali terdengar suara teriakan keras menanggapi jawaban Rektor.

"INI BUKAN SIMULASI" (foto: Reg/MHK)
“INI BUKAN SIMULASI” (foto: Reg/MHK)

Pukul 18:30 WIB Pesta Rakyat berlanjut di dalam gedung rektorat. Sebelum meninggalkan tempat audiensi, orator meminta Rektor untuk menarik pernyataannya yang menganggap aksi ini hanya sebuah simulasi.

“Sudahlah, ini jadi latihan bagi kita semua. Mari kita saling ikhlas. Kalian ga perlu minta maaf ke saya, mari kita saling memaafkan,” jawabnya. Setelah Rektor pergi, beberapa mahasiswa masih tetap tinggal di rektorat.

(Aurelia Regina Nawawi, Fardi Prabowo Jati)

Leave a Reply

Your email address will not be published.