web analytics
Problematika di Balik Wacana Daulat Mandiri Pangan

Problematika di Balik Wacana Daulat Mandiri Pangan

Sabtu (20/5) malam, Lembaga Pers Mahasiswa Teknik (LPMT) Fenomena Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menggelar diskusi bertemakan “Daulat Mandiri Pangan”. Diskusi diadakan dalam rangka Hari Ulang Tahun LPMT Fenomena ke-14. Acara yang diselenggarakan di Foodcourt UNY tersebut dihadiri oleh perwakilan lembaga pers mahasiswa se-Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Pemimpin Umum LPMT Fenomena, Edwin Widianto, dalam sambutannya mengatakan bahwa diskusi tersebut mengulas wacana daulat mandiri pangan di Indonesia. Edwin mengatakan, tema “Daulat Mandiri Pangan” akan diangkat menjadi tema majalah Pro Tech tahun ini.

Beberapa masalah terkait dengan wacana daulat mandiri pangan dipaparkan oleh Sigit Harjono dari Dinas Pertanian DIY selaku pembicara diskusi. Sigit mengatakan bahwa masalah pertanian saat ini ialah maraknya alih fungsi lahan pertanian ke sektor lain. Sektor lain yang dimaksud misalnya industri penambangan, perumahan, dan yang sedang hangat adalah pembangunan bandara Kulonprogo.

Permasalahan alih fungsi lahan tersebut, ungkap Sigit, menyebabkan lahan pertanian menyempit. Padahal, menurutnya, Dinas Pertanian menargetkan produksi meningkat setiap tahunnya. “Kita berharap, pada tahun 2045 Indonesia menjadi lumbung padi,” imbuh pria kelahiran 47 tahun lalu ini.

Selain Sigit Harjono, hadir pula Mujiono dan Dawaji sebagai pembicara dalam diskusi tersebut. Mereka merupakan perwakilan Kelompok Tani Rejo Mulyo dari Kabupaten Kulonprogo. Mujiono menyampaikan berbagai masalah yang dihadapi para petani, salah satunya yaitu mengenai kepemilikan tanah. Mujiono mencontohkan, sebagian besar tanah di desanya merupakan milik desa. Dia mengatakan hanya 10% tanah di desanya dimiliki secara pribadi oleh warga.

Dalam diskusi tersebut dibahas pula kebijakan ekspor impor yang dianggap membuat para petani terpinggirkan. Sigit menjelaskan bahwa kebijakan impor beras dilakukan untuk menyediakan jenis beras yang kandungan gulanya lebih sedikit. “Definisi swasembada itu bukan berarti kita tidak melakukan impor,” jelas Sigit. Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa impor boleh dilakukan asal tidak lebih dari 10 persen.

“Sebenarnya, dari pemerintah banyak sekali bantuan. Namun, lahan di kelompok tani saya tinggal 11 hektar, padahal yang difasilitasi itu minimal 20 hektar,” kata Mujiono ketika ditanya oleh moderator perihal ada tidaknya bantuan dari pemerintah. Hal tersebut disetujui oleh Sigit yang menyatakan bahwa di era Presiden Jokowi ini, sektor pertanian mendapat perhatian lebih.

Terkait masalah penyempitan lahan, Dawaji memberikan beberapa solusi. Misalnya, dengan menanam di teras rumah atau pot. Solusi lain yang ditawarkan yaitu pembangunan rumah susun. “Lahan kan gunanya bukan hanya untuk pertanian. Supaya nggak alih fungsi, kalo bisa jangan membangun di lahan subur,” terangnya. Dia menambahkan, penggunaan pupuk organik atau alami juga penting untuk menjaga kesuburan tanah.

Nasi Tumpeng
Pemotongan nasi tumpeng oleh Pemimpin Umum LPMT Fenomena

Acara diskusi ditutup dengan pemotongan nasi tumpeng oleh Pemimpin Umum LPMT Fenomena, Edwin Widianto.

Teks: Tata

Foto: Vansona

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.