web analytics
#UGMBohongLagi: Menagih Kembali Janji Pengesahan Peraturan Rektor Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual

#UGMBohongLagi: Menagih Kembali Janji Pengesahan Peraturan Rektor Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual

BPPM MAHKAMAH — “Sahkan draf Peraturan Rektor!” begitu tulisan pada lembaran poster yang diangkat oleh massa aksi pada (19/12/2019). Massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UGM kembali berkumpul di depan gedung Grha Sabha Pramana (GSP) pada pukul 09.30 WIB untuk menyampaikan aspirasinya. Aksi damai dengan tagar #UGMbohonglagi ini dilakukan bertepatan dengan perayaan dies natalies UGM ke-70. Aksi ini merupakan “hadiah” dari Aliansi Mahasiswa UGM, yang merasa dibohongi oleh pihak rektorat atas janji untuk pengesahan Peraturan Rektor tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).  Peraturan Rektor tentang PPKS ini dijanjikan akan disahkan pada 13 Desember 2019, namun kenyataannya sampai saat ini masih belum disahkan. “Kami datang kesini untuk merayakan, tapi bukan karena kami bahagia UGM ulang tahun, tapi karena kami berduka,” tegas Reandy salah satu orator dalam aksi ini.

Aksi ini dilatarbelakangi oleh tidak ditepatinya janji rektorat sesuai dengan kesepakatan saat aksi 13 November 2019. Dimana dalam aksi tersebut rektorat menjanjikan untuk mengesahkan Peraturan Rektor tentang PPKS satu bulan setelahnya. Namun, setelah ditunggu-tunggu Peraturan Rektor tersebut tak kunjung disahkan hingga waktu yang telah disepakati. “Berapa lagi korban pelecehan seksual yang harus berjatuhan tanpa adanya perlindungan?,” ucap salah satu orator.

Massa aksi menyampaikan aspirasi dengan pendapat dan orasi di panggung bebas. Mereka menyampaikan kekecewannya terhadap rektorat dan menyampaikan urgensi agar disahkannya Peraturan Rektor tentang PPKS. Mereka menilai bahwa peraturan ini tidak hanya dibutuhkan oleh mahasiswa, tetapi dibutuhkan oleh seluruh sivitas akademika UGM. “Untuk apa UGM membanggakan prestasi apabila didalamnya tidak dapat memproteksi,” tegas Debora Natasia.

Pihak rektorat dinilai kurang serius dalam menanggapi isu kekerasan seksual. Aksi membahas isu kekerasan seksual ini dibahas untuk pertama kali pada 27 November 2018, dilanjutkan pada aksi “Menggugat Gadjah Mada” 13 November, dan 19 Desember 2019. Massa aksi terus mempertanyakan mengapa pihak rektorat tidak kunjung mengesahkan draf kekerasan seksual yang telah dibuat. “Kita mau ada Agni lagi? Bahkan dosen Fisipol yang terbukti melakukan kekerasan seksual masih aktif di Fisipol,” tegas Adinda Aurellia Ketua Umum Partai Srikandi. 

Setelah massa aksi menunggu berjam-jam Panut Mulyono tidak kunjung menemui mereka. Padahal sebelumnya telah dijanjikan bahwa rektor akan menemui mereka pukul 13.00 WIB. Massa aksi kemudian turun ke bagian depan lantai satu GSP berharap aspirasi mereka dapat lebih di dengar. Beberapa menit setelah kejadian tersebut, perwakilan dari massa aksi dipersilahkan menemui pihak rektorat untuk mendengarkan pernyataan rektorat dan melakukan negosiasi. Namun massa aksi menginginkan pihak rektorat menemui mereka langsung untuk memberikan pernyataan. 

“Kami datang kesini bersama-sama untuk mendengarkan pernyataan dari rektor,” tegas Feri selaku moderator.  Massa aksi pun mencoba menerobos masuk agar dapat menemui pihak rektorat. Dalam percobaannya ini, terjadi gesekan antara mahasiswa yang mencoba masuk dengan Pusat Keamanan Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (PK4L) UGM yang menghadang mereka. Bentrokan ini berujung pada aksi saling dorong-mendorong antara PK4L dengan mahasiswa.

Tak lama berselang, akhirnya pihak rektorat bersedia menemui massa aksi. Panut menjelaskan bahwa draf Peraturan Rektor tentang PPKS telah ditandatangani pada tanggal 25 November 2019 lalu diberikan pada senat akademik. Menurut keterangannya, saat ini Komisi I sedang membahas terkait draf tersebut, walaupun seharusnya rapat pleno ataupun rapat kerja universitas tidak ada dikarenakan fokus pada dies natalies. “Saat ini senat akademik sudah menyebarkan undangan untuk mengadakan rapat pleno khusus yang sebelumnya tidak terjadwal,” jelas Panut.

Mengingat draf ini telah dibahas sejak Mei 2019, massa aksi pun terus mendesak meminta kepastian kapan draf tersebut akan disahkan. “Jika dalam rapat pleno khusus pada tanggal 26 Desember nanti senat akademik telah menyetujui, akan segera saya sahkan,” tegas Panut.

Pada aksi kali ini Aliansi Mahasiswa UGM menerima permintaan maaf dari rektorat atas dilanggarnya janji pengesahan Peraturan Rektor tentang PPKS. “Kami menerima permintaan maaf dari pihak rektorat dengan syarat rektorat harus memperjuangkan agar disetujui oleh senat akademik dan pada hari itu juga sesuai janji pak rektor harus langsung disahkan,” jelas Fathur selaku Humas Aliansi Mahasiswa UGM. Mereka juga mengancam apabila tidak disahkan sesuai kesepakatan maka mereka akan melakukan aksi yang lebih masif lagi.

Aksi kali ini pun ditutup dengan pemberian kotak “hadiah” yang telah dihiasi sticky notes bertuliskan aspirasi-aspirasi mahasiswa kepada pihak rektorat, serta ditandatanganinya perjanjian akan disahkannya Peraturan Rektor tentang PPKS apabila telah disetujui oleh senat akademik 26 Desember 2019 yang telah disepakati bersama-sama.

Penulis: Salwa

Foto: Agas, Winda

Editor: Faiz Al-Haq, Mustika

Baca juga:

Menggugat Gadjah Mada: Tujuh Tuntutan Untuk Rektorat

Rangkaian “Atraksi” Dalam Gerakan Menggugat Gadjah Mada

Rektorat Menjawab: Alasan Keterlambatan Pengesahan Peraturan Rektor Tentang PPKS dan Kekecewaan dalam Aksi #UGMBohongLagi

Leave a Reply

Your email address will not be published.