web analytics
Seminar Nasional FH UGM: Peluang dan Tantangan Menuju Omnibus Law di Indonesia Ditinjau dari Perspektif Bisnis dan Perpajakan

Seminar Nasional FH UGM: Peluang dan Tantangan Menuju Omnibus Law di Indonesia Ditinjau dari Perspektif Bisnis dan Perpajakan

BPPM Mahkamah — Salah satu rangkaian acara Dies Natalis Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) adalah seminar nasional bertajuk “Peluang dan Tantangan Menuju Omnibus Law di Indonesia: Omnibus Law dalam Bidang Bisnis dan Perpajakan,” (13/02/20). Acara yang ini mengambil papan di Auditorium Gedung B FH UGM ini memiliki beberapa sesi. Pada sesi kali ini, seminar diisi oleh Bobby Gafur Umar (Satgas Omnibus Law), Sulistiowati (akademisi bidang Hukum Dagang FH UGM), Dahliana Hasan (akademisi bidang Hukum Pajak FH UGM), Riyatno (Kepala Pusat Bantuan Hukum, Badan Koordinasi Penanaman Modal), serta Ahmad Erani (akademisi ekonomi kerakyatan Universitas Brawijaya).

Sesuai dengan tajuknya, pada sesi kali ini pokok bahasan Omnibus Law ditinjau dari perspektif bisnis dan perpajakan. Pada kesempatan pertama,  Bobby Gafur selaku satgas Omnibus Law memaparkan hal-hal yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, ekonomi dunia dibayangi oleh ketidakpastian yang terus merambat. “Ketegangan geopolitik dunia berpotensi menimbulkan dampak negatif perekonomian di tahun 2020,” tuturnya. Ketegangan geopolitik itu meliputi ketegangan di Timur Tengah antara Amerika Serikat dan Iran, keluarnya Inggris dari Uni Eropa, demonstrasi di Hongkong, ketegangan politik Jepang-Korea, sampai pada wabah Covid-19. Bobby juga memaparkan mengapa Omnibus Law Cipta Kerja diperlukan. Menurutnya, kemampuan investasi dalam menciptakan lapangan kerja saat ini semakin lemah.

Menurut Prof. Sulistiowati, adanya Omnibus Law merupakan peluang besar. Pertama, kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan bagi UMKM. Kedua, kemudahan pendirian badan usaha. “Fasilitasi pendaftaran akan dimudahkan untuk UMK,” jelas Sulistiowati. Ketiga, adanya kemudahan dalam proses. Ia juga menjelaskan bahwa agar dapat menerapkan Omnibus Law, diperlukan pula harmonisasi peraturan Omnibus Law dengan tiga pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Sampai saat ini, berbagai problematika ekonomi nasional terjadi karena terlalu banyaknya kondisi prasyarat investasi, sumber daya manusia, serta aparatur yang belum siap menopang pembangunan. Hal demikian disampaikan oleh Prof. Erani selaku ekonom kerakyatan. Ia juga mengungkapkan bahwa berbagai masalah pembangunan ekonomi timbul karena adanya hambatan regulasi, seperti perpajakan, perizinan, dan ketenagakerjaan. Menurutnya, Omnibus Law merupakan konsep reformasi regulasi yang bertujuan memangkas peraturan tumpang tindih. Pemangkasan ini bertujuan pada mengefisienkan birokrasi dan menghilangkan ego sektoral. “Maka dari itu, Omnibus Law bisa memperbaiki permasalahan pembangunan ekonomi,” simpulnya. Ia juga berpendapat bahwa keberhasilan implementasi Omnibus Law akan sangat bergantung pada kemapanan kelembagaan dari sisi mikro, meso, dan makro.

Ketua Pusat Bantuan Hukum Badan Koodinasi Penanaman Modal (BKPM), Dr Riyatno, menerangkan beberapa urgensi pembentukan Omnibus Law Cipta Kerja. Beberapa di antaranya yakni untuk menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan investasi, dan meningkatkan produktivitas. Menurutnya, alokasi investasi perlu diarahkan agar lebih fokus pada sektor-sektor produktif yang berorientasi ekspor dan sektor yang mendorong hilir. “Diharapkan Omnibus Law bisa memperbaiki ini semua,” ujarnya.

“Kita terlalu dini kalo berpendapat bahwa Omnibus Law adalah solusi dalam problematika hukum,” tanggap salah satu peserta seminar saat sesi diskusi. Berdasarkan penelitian yang ia lakukan, proses pembentukan undang-undang ini perlu dibenahi karena masih sarat akan ego sektoral dan politik hukum yang kental dalam pembuatannya.

Penulis: Salwa
Fotografer: Dokumentasi Dies Natalis FH UGM (Eksternal)
Editor: Mustika

Leave a Reply

Your email address will not be published.