web analytics
Mengulik Jejak Perjalanan Vivin Purnamawati, Lulusan “Summa Cum Laude” Fakultas Hukum UGM tahun 2021

Mengulik Jejak Perjalanan Vivin Purnamawati, Lulusan “Summa Cum Laude” Fakultas Hukum UGM tahun 2021

IPK tinggi dengan catatan prestasi yang menjanjikan menjadi dambaan setiap mahasiswa. Sayangnya, dunia pendidikan tinggi tak semudah dan seramah angan-angan. Namun, bukan tidak mungkin untuk meraih target serupa. Tak terhitung sudah generasi-generasi cemerlang yang telah berhasil melalui lika-liku perkuliahan dengan pencapaian yang bukan main-main.

Berangkat dengan segudang mimpi, Vivin Purnamawati baru saja menyelesaikan pendidikan S1 Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada bulan Februari 2021 sebagai lulusan terbaik dengan peringkat Summa Cum Laude. Keberhasilannya mengantongi nilai tertinggi di antara rekan sesama mahasiswa, menahbiskan Vivin selaku lulusan unggul yang layak dijadikan inspirasi. Tentu saja, di balik tirai merah prestasi seorang Vivin Purnamawati, berjajar sederet usaha ditemani tawa dan lara. Layaknya mahasiswa pada umumnya dengan ambisi yang membakar semangat, pada tahun 2017, Vivin Purnamawati resmi menjadi bagian dari civitas akademika Universitas Gadjah Mada. Namun, apa yang sedianya membentuk kompetensi lulusan terbaik yang satu ini bukan semata-mata berasal dari pemaparan materi di kelas, melainkan juga jam terbang atau pengalaman di luar ruang ajar yang tak kalah memukau.

Kali ini BPPM Mahkamah berkesempatan mengulik lebih dalam baik perjalanan akademis, maupun non-akademis seorang Vivin Purnamawati. 

 

Bagaimana kegiatan berorganisasi Vivin dan relevansinya dengan status yang disandang?

Hampir sama seperti sebagian besar teman-teman mahasiswa, dunia perkuliahanku awalnya diisi dengan kegiatan berorganisasi. Di tahun 2020, mengikuti ajakan salah satu temanku, Intan—yang pada waktu itu adalah ketua FPPH Palapa UGM—aku juga diamanatkan tugas selaku sekretaris bendahara FPPH Palapa FH UGM. Selain itu, ada tiga organisasi fakultas yang aku selami, yaitu ALSA, BLC, dan Keluarga Mahasiswa Buddhis (Kamadhis) UGM. 

Namun, ketika membahas peran organisasi yang paling signifikan pengaruhnya terhadap perkembangan pribadiku, maka jawabannya jatuh kepada Kamadhis. Kamadhis membuka pintu ilmu dengan memperkenalkanku pada keterampilan-keterampilan yang tidak aku dapatkan hanya dengan duduk di kelas. Hal ini juga menerangkan bagaimana pengalamanku berorganisasi di Kamadhis menjadi relevan dengan pencapaianku sekarang. Melalui Kamadhis, aku berusaha untuk kerap aktif berpartisipasi dalam segala bentuk program yang tersedia. Sebagaimana seorang anak kecil, aku mulai merangkak dengan menjadi panitia hingga mencoba mendaftarkan diri sebagai staf pengurus. Sampai akhirnya dipercayakan menjabat sebagai ketua umum, dan kemudian diangkat menjadi salah satu dewan penasihat. 

Sebagai mahasiswa hukum, selain didesak untuk memiliki pengetahuan hukum yang runcing, soft skills juga tidak kalah penting. Sebut saja, kemampuan membangun komunikasi dengan seseorang, meningkatkan rasa kepercayaan diri dalam public speaking, dan kelihaian meyakinkan orang lain atas argumentasi hukum yang kita rancang. Beberapa hal tersebut hanya sepotong pembelajaran yang aku dapatkan di Kamadhis. 

Ketika menjadi panitia, aku dituntut untuk kritis dan berani untuk berpendapat. Belum lagi saat menjabat sebagai ketua umum Kamadhis, aku diharuskan untuk senantiasa berkomunikasi dengan pihak lain baik dari universitas, maupun pihak eksternal. Dari sanalah kemudian soft skills-ku terasah sedemikian rupa. Menurut teman-teman dekatku, ada perbedaan signifikan di antara Vivin empat tahun lalu dengan Vivin yang sekarang. Lebih percaya diri, berani berbicara di depan orang banyak, atau dapat dengan mudah meyakinkan orang lain. Menurutku, skills esensial yang demikian aku dapatkan melalui kegiatan berorganisasi dan tentu saja hal ini mengantarkanku sampai titik di mana aku berdiri sekarang.

 

Apa yang berperan penting dalam berproses di berbagai kegiatan yang diikuti? 

Bagiku, kepercayaan diri memiliki peran yang amat signifikan. Berbicara dari pengalaman dan perjalananku menempuh pendidikan di FH, mulai dari lomba-lomba sampai menjadi asisten dalam penelitian, pengaplikasian soft skills yang aku terima berakar dari kepercayaan diri. Aku harus memastikan percaya diri dan yakin terlebih dahulu atas kemampuan atau kapabilitas diri sendiri sebelum melaksanakan sesuatu. Keputusan-keputusan yang aku ambil selama berkecimpung dalam urusan internal—pribadi atau organisasi—di FH UGM, akan lahir setelah aku yakin dan percaya diri—sumber kepercayaan diri itu tidak lain dan tidak bukan juga aku dapatkan melalui interaksi yang tercipta dalam organisasi.

 

Lomba apa saja yang pernah diikuti dan mana yang paling berkesan apabila dilihat dari segi pengalaman, relasi, dan ilmu yang didapat?

Bidang lomba yang aku dalami adalah Lomba Karya Tulis Ilmiah. Sedangkan, lomba pertamaku adalah National Legislative Drafting Universitas Brawijaya, ketika aku duduk di bangku semester tiga di tahun 2018. Berbeda dengan sebagian mahasiswa FH dengan target lomba dari semester satu, aku merasa belum nyaman untuk memulai sedini itu. Terlebih karena aku tidak yakin.

Mula-mula, ajakan rekanlah yang mendorongku untuk berpartisipasi dalam perlombaan pertama. Meskipun percobaan pertamaku berlomba tidak membuahkan kemenangan, beraneka wawasan telah aku dapatkan. Mulai dari skema sistem lomba, latihannya, persiapannya, hingga presentasinya. Dengan kata lain, kekalahan terbayar dengan pengalaman dan ilmu baru sehingga di waktu-waktu mendatang, aku menjadi lebih berani untuk berkompetisi karena sudah kusimpan bekal dari pengalaman sebelumnya.

Setelah legislative drafting, barulah fokusku beralih pada ajang KTI. Ada empat perlombaan yang aku ikuti dalam jangka waktu dua tahun. Parahyangan Legal Competition Universitas Katolik Parahyangan di tahun 2019 dan tiga kali di tahun 2020, yakni Sciencesational Universitas Indonesia, Islamic Law Fair Universitas Diponegoro, dan Fasih Law Fair IAIN Tulungagung.

Bagiku, lomba yang meninggalkan kesan terdalam adalah lomba pertama—ketika dilihat dari segi pengalaman, relasi, dan wawasan yang aku dapat. Alasan istimewa di balik jawaban ini adalah persiapan lomba yang kami lalui pada waktu itu. Bermula pada bulan Juni dan berakhir pada bulan Oktober—lomba terpanjang dari semua lomba yang aku pernah ikuti. Akibatnya keeratan hubunganku dengan 4 orang lain di dalam tim. Selain itu, latihan kami cukup intensif, mulai dari merangkai naskah akademik, menyusun undang-undang, sampai penelitian sana-sini.

 

Baru mulai mengikuti lomba ketika memasuki semester 3, pesan apa yang ingin disampaikan pada teman-teman yang belum pernah berlomba dan enggan beradu dalam suatu kompetisi?

Dicoba saja! Di semester satu dan dua, aku khawatir akan pengetahuan hukum yang sepatutnya masih kurang. Sebagaimana telah aku jelaskan, apabila tidak yakin maka tak kulakukan. Namun, apabila teman-teman baik dari semester satu, maupun semester dua ke atas, sudah merasa yakin dengan dasar-dasar ilmu hukum yang kalian miliki, aku sarankan untuk berani mencoba. Awali dengan lomba yang sekiranya menurut teman-teman tidak terlalu sukar. Ajak rekan satu angkatan atau kakak tingkat yang andaikata sudah berpengalaman di bidang terkait sehingga mereka dapat membantu kalian dengan mengisi kekosongan materi yang belum dikuasai.

 

Apa yang menjadi motivasi Vivin dalam berprestasi? Apakah sudah direncanakan sejak diterima sebagai mahasiswa baru?

Lucunya, saat masih menyandang gelar maba, aku sempat berencana menjadi mahasiswa kupu-kupu dengan alasan untuk memelihara dan mempertahankan IP. Tetapi, ketika melihat rekan-rekan di sekitarku, muncul kontemplasi bahwa menjadi mahasiswa kupu-kupu bukan hal yang bijak. Sebab rencana menuntutku untuk bekerja setelah lulus S1, maka selain IP, aku sudah seharusnya memupuk pengalaman yang agaknya melatih ketangkasan sebagai mahasiswa hukum. Itulah mengapa, semasa kuliah, aku mengutamakan pengembangan soft skills, rasa kepercayaan diri, dan leadership. Melalui kompetisi, organisasi, dan segudang pengalaman yang telah kutabung, aku mencetak CV impianku. Jadi, kalau dapat aku kejar IPK bagus, aktif dalam berorganisasi sekaligus berlomba, mengapa tidak kulakukan ketiganya?

 

Bagaimana pola belajar Vivin di tengah kehidupan perkuliahan yang sibuk?

Tidak serepot yang orang-orang bayangkan kok! Tolak ukurku dalam pola belajar yang baik adalah kemampuan time management dan sikap disiplin terhadap jadwal yang telah ditetapkan. Tidak jarang kita dapati seseorang yang memilih untuk mulai mengerjakan tugasnya tepat sebelum deadline atau mendalami materi ujian dengan sistem kebut semalam. Sebaliknya, aku sangat menghindari sistem belajar tersebut. Selagi ada waktu luang, akan aku manfaatkan sebaik mungkin. Banyak kesempatan di sela-sela perkuliahan yang dapat digunakan untuk melengkapi atau menyelesaikan penugasan. Lagi pula, tak sedikit tugas yang memerlukan riset singkat. Oleh karenanya, waktu tersebut dapat aku alih fungsikan untuk mengumpulkan referensi yang diperlukan sehingga kedepannya aku dapat dengan mudah menyusun hasil akhir.

Sementara, terkait ujian, aku memastikan untuk mencatat pemaparan dosen saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Selain itu, jadwal ujian yang sudah diterbitkan jauh sebelum ujian dilaksanakan, memudahkanku untuk menjadwalkan waktu belajar. Sebut saja, dalam periode dua minggu pra ujian, aku akan mulai menyisir bacaan atau kepustakaan yang telah diberikan baik sesuai dengan urutan mata kuliahnya, maupun dari yang paling sukar. Sehari sebelum ujian dilaksanakan, aku jauh lebih rileks dan bisa istirahat cukup karena pemahaman materi yang sudah matang. Barulah paginya akan diulas cepat kembali apa yang sudah dipelajari. Benang merah yang dapat ditarik adalah alokasi waktu yang baik akan menghasilkan pola belajar yang baik pula.

 

Bagaimana definisi sukses menurut Vivin? Apabila terdapat spektrum untuk mengukur suatu kesuksesan, di mana posisi Vivin saat ini dengan target yang ingin dicapai?

Jujur saja, mengukur atau menilai kesuksesan bukan sesuatu yang aku anggap mudah. Namun, menurutku, pada tiap-tiap jenjang, terdapat alat ukur yang berbeda. Ketika menjadi mahasiswa, misalnya, aku berupaya mengoptimalkan beberapa hal yang telah aku sebutkan tadi. Meskipun, belum menjadi yang terbaik, aku merasa cukup berhasil menjadi mahasiswa. Setelah lulus, kesuksesanku akan bermuara pada keunggulan karir sehingga definisi suksesku telah berubah. Maka dari itu, target utamaku adalah mengunci posisi stabil dalam lingkungan pekerjaanku saat ini.

 

Apa semangat singkat untuk teman-teman mahasiswa yang gundah akan sistem pembelajaran daring?

Perkuliahan itu hakikatnya penuh suka dan duka. Tidak terkecuali, kuliah daring yang sudah berlangsung selama hampir setahun ini. Tak terhitung sudah ganjalan hati mahasiswa terkait menumpuknya tugas dari para dosen pengajar. Di sanalah mungkin tantangan terbesarnya. Namun, di mana ada tangis, di situ pula ada tawa. Tidak dapat dipungkiri online learning membawa segelintir hal positif bersamanya. Contoh sederhana adalah banyaknya waktu luang mengingat durasi tidak lagi terbuang di perjalanan, untuk berdiam di kantin, pindah dari satu kelas ke kelas lain, dan masih banyak lagi.  Intinya, nothing is ever that easy. Pada masa-masa seperti sekarang, yang harus dilatih adalah daya tahan. Nantinya, kalaupun kondisi sudah kembali seperti sedia kala, kita sudah berbekal ketahanan tersebut. Jadi, dengan pola pikir yang demikian, semua tantangan akan dapat dihadapi. Jangan buang-buang waktu untuk mengeluh, kita harus set plan dan tetap berusaha sebaik mungkin.

Penulis: Nakia Tahir

Penyunting: Athena Huberta

Ilustrasi: Fadhilla Indah

Leave a Reply

Your email address will not be published.