web analytics
Megacinta, Ajahn Brahm

Megacinta, Ajahn Brahm

“Di dalam sedepa tubuh yang terbekali dengan pikiran inilah, awal dan akhir dari dunia yang diketahui.”

Buku ini berisi total 108 cerita yang terangkum dalam beberapa tema besar. Meski dikarang oleh seorang Biksu Buddha, Ajahn Brahm atau Guru Brahm menginspirasi banyak lapisan masyarakat, karena Ajahn Brahm memberikan cerita-cerita pengalaman manusia secara universal serta dengan cara yang bijaksana dan cerdas.

Dalam paragraf pertamanya disampaikan olehnya bahwa, “Hidup adalah serangkaian cerita yang saling berjalinan, bukannya sekumpulan konsep. Gagasan-gagasan adalah penyamarataan, selalu berjarak dengan kebenaran. Sebaliknya, sebuah cerita dengan seluruh kesatuan makna dan kekayaan rinciannya, tampak lebih dekat dengan kehidupan nyata. Itulah sebabnya kita lebih mudah menuturkan sebuah cerita ketimbangkan menjabarkan teori. Kita menyenangi dongeng yang indah.”

Cerita-cerita dalam buku tersebut telah dikumpulkannya selama lebih dari tiga puluh tahun sejak Ajahn Brahm menjadi seorang biksu dalam tradisi petapa hutan Buddhisme Therawada. Selama beberapa abad, Therawada telah menjadi kendaraan spiritual utama bagi masyarakat Thailand, Myanmar, Sri Lanka, Kamboja dan Laos. Setelah berpindah dari Thailand saat ini Ajahn Brahm bersama kawan-kawannya membuka sebuah vihara di Australia.

 

Bagai Socrates dan Plato

Seperti Plato yang terinspirasi dari gurunya Socrates, yang keduanya seorang filsuf, Ajahn Brahm pun terinspirasi oleh gurunya yang bernama Ajahn Chah Bodhinyana, seorang guru meditasi tersohor pada abad ke-20 di Thailand.

Uniknya, dalam setiap pemikirannya, Socrates tidak pernah menuliskan apa yang telah ia temukan, dalam sejarah Yunani dikatakan bahwa Socrates selalu langsung mengajarkan pada murid-muridnya yang salah satunya adalah Plato di Athena. Berbeda dengan Plato yang sering menuliskan apa yang telah diajarkan oleh Socrates padanya, sehingga saat ini kita bisa mengetahui pemikiran-pemikiran filsuf terdahulu.

Begitu juga uniknya hubungan Ajahn Chah dengan Ajahn Brahm. Ajahn Chah tidak pernah menuliskan apa yang ia ajarkan terhadap murid-muridnya, Ajahn Chah selalu mengajarkan kepada murid-muridnya melalui cerita-cerita yang menyentil lubuk hati, cerita sederhana yang begitu mendalam. Lantas kemudian Ajahn Brahm menuliskannya serta ditambahkan oleh cerita-cerita unik menginspirasi yang ia punya, sehingga saat ini banyak kalangan masyarakat yang membaca dan tersentuh hatinya.

 

Menertawakan Kebodohan

Ada sebuah cerita yang sangat inspiratif dalam buku ini yang berjudul “Iman Buta”. Ajahn Brahm menggambarkan ada seorang Raja yang bijaksana mengumpulkan beberapa orang buta dalam festival besar di negeri mereka, Raja memerintahkan masing-masing orang buta itu untuk menyentuh bagian tubuh yang berbeda dari seekor gajah dan menyuruh mereka untuk mendeskripsikan seperti apa gajah itu. Secara mengejutkan ada seorang buta yang berkata bahwa gajah itu seperti gentong air lantaran ia menyentuh hanya bagian perutnya saja, yang lain ada yang berkata gajah itu seperti ular lantaran  memegang ekornya dan seterusnya, sampai orang-orang buta itu mempertengkarkan pendapat yang lain.

Ajahn Brahm dalam cerita tersebut hendak menyentil keegoisan dalam diri manusia. Manusia hanya mengetahui sebagian saja dari kebenaran. Jika manusia memegang teguh pengetahuannya  sebagai kebenaran mutlak, manusia tak ubahnya sama seperti salah satu dari orang buta yang meraba satu bagian dari seekor gajah. Ajahn berkata, alih-alih beriman buta, setidaknya manusia mesti berdialog. Karena jika orang-orang buta itu saling berdialog, mereka dapat menarik suatu kesimpulan bahwa gajah itu merupakan persatuan dari dugaan-dugaan yang semula mereka pahami.

Begitulah bagaimana Ajahn Brahm berdialog dengan masyarakat, sederhana tapi mempunyai tingkatan makna yang berbeda. Buku ini sangat direkomendasikan bagi orang-orang yang mencari jawaban dan kedamaian dalam batin, tanpa ancaman dogma keagamaan.

Saat buku ini dibaca dengan hati terbuka, terkuaklah cinta yang indah pada setiap kata dan tersiramlah kebijaksanaan nan sejuk.” – Krishnamurti, Mindset Motivator

Judul: Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya (Opening the Door of Your Heart)
Pengarang: Ajahn Brahm
Penyunting: Handaka Vijjananda
Penerbit: Awareness Publication
Peresensi : Elisabet Regitta
Tahun Terbit: 2011

Leave a Reply

Your email address will not be published.