Judul Film : Jembatan Bacem
Editor dan Kameramen: Yayan Wiludiharto
Produksi : Elsam dan Pakorba Solo.
Tahun produksi : 2012
Durasi : 30 menit 24 detik
Peresensi : Hanifah Febriani
Berbicara tentang peristiwa G 30 S/PKI memang tidak ada habisnya. Sudah lebih dari 40 tahun tetap saja informasi yang tersebar ke permukaan masih samar. Menjadi menarik karena baru akhir-akhir ini banyak saksi yang mulai berani berbicara. Satu lagi alternatif film yang dapat dijadikan referensi tambahan pengetahuan mengenai PKI, yakni film Jembatan Bacem.
Jembatan Bacem yang menjadi latar tempat adalah jembatan yang terdapat di Sukoharjo, Jawa Tengah. Jembatan itu adalah saksi bisu sebuah peristiwa sejarah. Di atas jembatan itulah orang-orang yang katanya anggota PKI ditembak untuk selanjutnya dihanyutkan ke sungai Bengawan Solo yang mengalir di bawahnya. Walaupun secara fisik jembatan tersebut sudah tergantikan, masyarakat sekitar masih mengingat benar suasana mencekam di sana terutama pada malam hari.
Film Jembatan Bacem karya Yayan Wiludiharto merupakan kerjasama antara Elsam dan Pakorba Solo. Film ini dikemas dalam bentuk dokumenter. Sumber informasi berasal dari keterangan korban yang berhasil lolos, petugas yang sempat bekerja di kamp penampungan, warga di dekat jembatan maupun keluarga korban. Narasumber bertutur secara natural sesuai dengan pengalaman yang mereka alami.
“Kalau kamu jadi PKI, kamu akan ditembak seperti itu!” tutur saksi dalam salah satu bagian film.
Apresiasi penuh karena berhasil menghadirkan alur secara detail dan runtut. Ada juga ilustrasi gambar yang memudahkan penonton untuk memvisualisasikan setiap peristiwa. Latar suaranya minimalis dengan alunan gendhing jawa yang sering terdengar. Meski membawa tema yang lumayan, film ini termasuk mudah dipahami dan sederhana.
Hal menarik lainnya ada narasumber yang merupakan korban langsung. Hanya sedikit sekali yang bisa selamat dari jatah eksekusinya. Dia bercerita dengan jelas kapan dieksekusi, cara eksekusi dan cara dia berhasil lolos dari maut.
Tidak ada kesan menggurui atau menyalahkan pihak-pihak lain. Tidak pula ada sisi emosional yang berlebihan. Isu hak asasi manusia yang selama ini menjadi bumbu bila dikaitkan dengan PKI justru kurang terekspos. Titik berat film ini adalah menghadirkan fakta yang selama terkubur. Penontonlah pada akhirnya yang menentukan dan menilai rentetan peristiwa sejarah yang disuguhkan.