1908 – 2014 : Bangkit Dengan Mendengar – Sebuah Mixtape
Oleh : Hilman Fathoni
Pada suatu waktu, ketika saya sedang agak senggang, di dalam kamar sambil melihat apa saja yang terjadi di berbagai belahan dunia dari layar kaca, melalui dunia maya, tiba-tiba telepon genggam saya bergetar. Rupanya ada pesan masuk dari seorang rekan dari BPPM Mahkamah yang mengajak saya untuk mengkontribusikan sebuah artikel untuk situs resmi BPPM Mahkamah dengan tema “Kebangkitan Nasional”. Pertamanya saya menolak ajakan tersebut karena tugas-tugas kuliah memang sedang banyak-banyaknya dan dengan tema tulisan yang diajukan juga kurang saya kuasai. Karena yang ada di benak saya ketika melihat tema artikel seperti kebangkitan nasional artikel tersebut haruslah artikel dengan isi tesis-tesis dengan bahasa politis, dikaitkan dengan isu-isu hangat kebangsaan… buat saya hal-hal seperti itu dating hanya untuk mengajak menuai penat. Tapi, kemudian suatu ide terbersit begitu saja di kepala saya yang sudah terlanjur santai karena telah berulang kali diselamatkan oleh asupan-asupan eskapisme yang telah membuat saya “mabuk” begitu dalam dari hal-hal yang saya sebut sebagai penuai penat . Berikut ilustrasi tentang apa yang terjadi di dalam kepala saya saat itu :
“Kenapa tidak saya coba sinkronisasikan saja kebangkitan nasional melalui asupan-asupan eskapisme memabukkan itu… kontemporerasi… kobaran nada itu… musik yang seperti itu… melalui resensi rekaman-rekaman musik lama… resensi retrospektif… ah tidak… tidak hanya rekaman lama saja… banyak tembang-tembang baru juga yang bisa diikutsertakan, dan juga dikomparasikan dengan apa yang dibahasakan melalui musik dari masing-masing jaman karya tersebut lahir… ya benar… sebuah mixtape sepertinya bisa menjadi metode penyajian yang nikmat dan member saya jalan untuk membuat artikel dengan tema kebangkitan nasional. Dan saya rasa, saya cukup menguasai metode penyajian yang seperti itu”
Spontan saya langsung menghubungi rekan saya untuk menulis artikel dengan metode penyajian itu, yang kemudian berlanjut dengan konsultasi secara langsung dengan pimpinan redaksi BPPM Mahkamah saat ini, dan ternyata boleh, yasudah, saya buat saja. Meskipun hasilnya nanti akan menjadi artikel dengan tema kebangkitan nasional yang mungkin rasanya kurang gurih secara konvensional, niat saya ikhlas kok untuk membantu rekan-rekan dengan berkontribusi melalui pembuatan artikel ini. Begitulah, kira-kira bagaimana saya memposisikan diri dalam artikel ini. Untuk memberitahu anda terlebih dahulu, tentang seberapa dekat saya dengan tema kebangkitan nasional secara konvensional.
Membicarakan kebangkitan nasional menurut saya tidak melulu tentang nasionalisme, atau hal-hal yang berbau tradisional, musik tradisional dan lain sebagainya. Memang tidak bisa dipungkiri, kebangkitan nasional tidak bisa berpaling dari keberadaan Dr. Soetomo yang mendirikan organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 yang kemudian diikuti dengan berdirinya organisasi-organisasi lain yang kira-kira memiliki tujan sama. Yaitu, kemerdekaan Republik Indonesia. Disusul dengan peristiwa yang dikristalisasikan dengan sebuah ikrar, 20 tahun setelah kebangkitan nasional lalu terbitlah Ikrar Soempah Pemoeda. Hal yang kemudian ingin saya fokuskan dalam artikel ini adalah Sejarah, Gerakan, dan Pemuda. Maka dari itu saya berusaha meramu sebuah suasana, melalui sebuah mixtape[1], dengan bentuk yang sesuai dengan era digital dan komunikasi virtual, tidak lagi menggunakan pita kaset sebagai perangkat penghantar kumpulan bebunyian-bebunyian tersebut. Tapi menggunakan dokumen dalam soft file, dengan kata lain perangkat lunak, yang kemudian saya distribusikan melalui perangkat komunikasi virtual, yaitu situs resmi BPPM Mahkamah.
Saya masih ingat bagaimana para seniman, khususnya dalam ranah seni musik, dianggap sebagai sosok yang memiliki peran penting dalam ssuatu negara, dan dianggap memiliki hirarki yang sama tingginya dengan ilmu pengetahuan dan ilmu kemiliteran pada masa Yunani kuno. Bahkan dalam kepercayaan masyarakat Yunani kuno, dipercaya pula adanya dewa yang berkaitan dengan musik, yaitu dewa Aphrodite. Dengan melihat krusialitas peran seniman musik atau pemain musik secara historis seperti saya sebutkan di atas, saya ingin menekankan bahwa tidak ditutup kemungkinan bahwa pemain musik bisa saja ikut serta merubah nasib, mengobarkan semangat, dan menjadi tulang punggung kebangkitan, selain memiliki keberadaan sebagai pengusir penat. Saya juga masih ingat, informasi yang saya dapat dan saya anggap ada benarnya, dari buku Essai & Kritik Musik, yaitu buku yang berisi kumpulan artikel musik yang ditulis oleh Suka Hardjana. Bahwa, karya seni bisa menjadi cermin suatu bangsa. Standar nilai suatu bangsa tidak hanya diukur dari tingkat perkembangan dan kemajuan politik dan ekonominya, tetapi juga dilihat dari tingkat perkembangan nilai seninya. Seni juga menjadi salah satu alat penanda pernyataan tingkatan budaya satu bangsa, dimana musik menjadi salah satu elemen parameternya yang cukup penting. [2] Kalimat tersebut saya kutip demi memberi alasan, yang mudah-mudahan cukup kuat, untuk menyatakan bahwa karya musik-karya musik yang bermutu, secara keseluruhan, mulai dari komposisi musik, pesan-pesan dari lirik lagu, yang kemudian bersatu padu menjadi bahasa musikal, ya sedikit banyaknya, dapat member sinyal kepada siapapun yang mendengar karya musik tersebut, sesuai dengan judul artikel ini, dapat bangkit dengan mendengar apa yang ada.
Seperti apa yang sudah saya ungkap sebelumnya dimana artikel remeh-temeh yang saya buat ini berfokus pada Sejarah, Gerakan, dan Pemuda. Dengan menyimak sejarah kita dapat melihat dan mendengar apa-apa saja yang ada, dari dulu sampai sekarang, yang bisa saja menjadi asupan-asupan memabukkan dalam memaknai suatu kebangkitan. Karya musik-karya musik ini rata-rata dilahirkan melalui tangan-tangan para pemuda, yang tergerak, yang berdistorsi dengan apa yang terjadi dan yang tertangkap melalui panca indera, untuk bergerak, melahirkan karya dengan bahasa musikal, demi kebangkitan mereka, sebagai individu, sebagai kolektif, dan bentuk-bentuk kumpulan lainnya yang dapat terlahir di dalam satu lingkungan. Untuk itu, mari kita lihat, ada apa saja yang ikut serta dalam kumpulan dengan harapan sebagai pemercik bara kebangkitan. Dengarkan bebunyianya. Bahasa musikal memang ada untuk didengarkan. Lalu, akan saya coba terangkan atau tafsirkan menggunakan bahasa verbal. Tapi sebelumnya mohon maaf, karya-karya para seniman musik ini, begitu juga dengans senimannya, bukanlah entitas-entitas yang mempedulikan selera anda. Jadi tolong jangan salahkan karya musiknya, atau pembuat karya musiknya. Coba salahkan diri anda dulu sendiri. Diri anda yang tidak terbiasa mendengarkan atau mengais harta-harta bebunyian terpendam yang lahir dari besutan para pemuda pembuat karya yang asanya terbangkit pada suatu masa, yang kemudian karya dan aktornya dilahirkan kembali sebagai sebuah kisah. Sebagai sebuah sejarah. Berikut daftar lagu beserta sedikit pengantar yang saya buat dalam mixtape ini :
01. Harry Roesli – Sekar Jepun
02. Abbhama – Air
03. Guruh Gipsy – Ger Ger Ger Gel
Diawali dengan karya-karya yang dilahirkan oleh gerakan yang diinisiasi oleh masing-masing pemuda yang ingin melakukan eksperimentasi bebunyian dengan cara mereka sendiri. Cara mereka sendiri memandang dunia. Cara mereka sendiri melahirkan kembali dunia melalui kreasi dalam bentuk bebunyian. Alasan tiga lagu pertama dalam mixtape ini saya jadikan sebagai pembuka agar menjadi sebuah gambaran eksotisme dunia bebunyian di Indonesia tempo dulu. Melalui sejarah kita mendengar apa yang ada, dulu, sekarang dan seterunya. Sekarang dan seterusnya… adakah yang masih ada seperti dulu?
04. Milisi Kecoa – Ganyang Nasionalisme
Lagu ini merupakan ekspresi personal saya dalam mixtape ini. Bahwa, sepertinya yang saya katakana sebelumnya, kebangkitan nasional tidak melulu tentang nasionalisme, tetek bengek tentang hal-hal berbau tradisional, dan teori-teori membosankan ilmu kenegaraan. Bangkit dahulu, lalu perbaiki. Perkara membosankan tentang batas negara dan siapa memiliki apa, itu kita bahas nanti saja! Berdansalah!
05. Leo Kristi – Bencana Tanah Negara
Tembang yang menggetarkan hati dan menggugah kesadaran. Leo Kristi benar-benar berhasil mengilustrasikan Bencana Tanah Negara pada tiap aroma yang lahir dari petikan gitar dan lirik dalam lagu ini. Bersyukurlah. Dan jangan mendustakan nikmat. Lagu ini, dan juga berbagai bencana yang terjadi, bagi saya keduanya adalah suatu nikmat, yang ada untuk saling mengisi. Dan dari bersyukur, kita bangkit. Dari bersyukur kita percaya.
06. Seek Six Sick – Black Box Television (Anjing dan Kucing + Lelah)
Gila. Itu hal yang terbersit dalam benak saya ketika pertama kali bertatap dengar dengan tembang ini. Sebuah kebisingan yang artistic, perawan, dan memabukkan. Penggetar hati yang sukses mengilustrasi, melalui kreasi, tembang dan puisi. Dramatisasi adalah hal yang mungkin tak terhindarkan ketika kita bermaksud memberikan nyawa pada suatu karya. Tergantung bagaimana kita menempatkan atau member porsi dramatisasi dalam karya tersebut. Drama yang bersemi pada lagu ini, tidak ada maksud membohongi, memang itu yang terjadi. Drama itu ada dalam lika-liku sandiwara kehidupan kita. Ini sungguh terjadi, televise, dulu dan sekarang, banyak memberi hal yang kita sebenarnya tidak perlu. Tidak penting. Televisi itu mengerikan, mereka telah mencuci otak kita teman. Oh tidaaaaak….
07. Lilis Surjani – Badju Loreng
08. Kontaminasi Kapitalis – Cabut Dwi Fungsi ABRI
Lilis Surjani adalah seorang penyanyi lama dengan karya berlimpah mulai dari lagu tradisional yang penuh nilai budaya dan keluhuran, sampai lagu kisah kepahlawanan Ir. Soekarno yang membuat album “….Ia Tetap Diatas!!” dicekal oleh presiden rezim orde baru. Disini saya berusaha mengilustrasikan kontradiksi tentang apa yang jeng Lilis nyanyikan tentang ABRI pada masa itu, kekagumanya dan kebanggaanya, lalu bagaimana generasi setelahnya dengan bentuk bebunyian yang berbeda, mengutarakan ketidaksukaan mereka kepada ABRI. Waktu mereka bernyanyi dan berdansa mereka sama-sama muda. Namun hal yang membuat mereka berdansa sangat berbeda. Waktunya jelas jauh berbeda. Namun hal ini bisa menjadi gambaran tentang apa yang terjadi dulu dan sekarang. Seperti suatu tamparan pada kita agar kita bangkit dan bertanya, meskipun ABRI sudah dibubarkan, tapi keberadaan tentara tidak dibubarkan bukan? Apakah kita benar-benar membutuhkan adanya tentara-tentara itu?
09. Orkes Kutilang – Madju Sukarelawan
10. Mooseo – Cukur Brewokmu, Baru Revolusi
Masih sama, dulu dan sekarang, semua begitu berbeda. Meskipun rekaman musik dari Orkes Kutilang merupakan salah satu rekaman musik yang dicekal oleh pemimpin rezim orde baru, lagu dengan judul “Madju Sukarelawan” yang berusaha menyemarakan persatuan rakyat dan revolusi yang sangat berbanding terbalik dengan karya original yang dibawakan oleh antek hardcore-punk asal Bandung yang satu ini, Mooseo, dengan lirik “Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan, untuk bersatu tak usah kau paksakan” membuat saya begitu tergelitik untuk menandingkan dua lagu tersebut dalam mixtape ini. Keduanya sama-sama memuat kalimat ajakan. Dua-duanya sama-sama menghendaki adanya persatuan. Tampak ada perubahan, memang jelas jenis musik dari kedua perkumpulan kobaran nada ini berbeda, tapi tampak bukan mana yang lebih member ketulusan, ketika suatu persatuan dapat dilaksankan dengan tidak usah dipaksakan.
11. Prambors Band – Jakarta-Jakarta
Lagu tentang eksotisme kota Jakarta dari sudut pandang proyek musik tempo dulu. Jakarta yang penuh dengan pesona, Jakarta yang sungguh lengkap suasananya. Apakah semua orang sebegitu inginya tinggal di Jakarta, padahal hidup di Jakarta, bagai di medan laga…. Banyak dari teman saya yang lulus kuliah, ingin kerja di Jakarta. Padahal menuai kebangkitan di kota asal yang mungkin bisa diberdayakan juga tidak apa-apa. Begitu sih menurut saya. Ingin saya sih seperti itu.
12. Chaseiro – Semangat Jiwa Muda
Tembang penuh semangat. Mungkin tembang ini adalah tembang yang paling nge-pop dalam mixtape ini dibanding tembang yang lain. Memang, saya memasukan tembang ini selain karena Chaseiro banyak menyanyikan lagu-lagu tentang pemuda, lagu ini bisa memberikan energi positif yang manis bagi pendengar yang memiliki selera yang seperti itu. Ya benar, tembang ini adalah pemanis dari mixtape ini. Supaya ada keseimbangan dalam mixtape ini. Manis di awal dan manis di akhir. Juga keseimbangan selera. Supaya ada naik dan turunnya. Supaya tetap serius, namun manis, dengan energy positif yang banyak cintanya.
13. Darso, Rina-Dewi & Tarpi – Nyinting
Untuk lagu terakhir dalam mixtape ini saya masukan salah satu proyek bersejarah dalam sejarah musik “janggal” dari Indonesia. Sebuah representasi tentang saya penulis artikel yang sudah “terlalu santai” dan pesan saya bagi anda agar tidak terlalu sepaneng dengan musik-musik yang disuguhkan. Memang temanya tentang kebangkitan, suatu hal yang serius dalam kehidupan bernegara. Tapi jangan sampai lupa dengan fungsi penghilang penat dari bebunyian. Mari kita nyinting.
Kumpulan lagu dalam mixtape ini murni hanya digunakan sebagai ekspresi tambahan dalam artikel ini dan murni ada untuk dibagikan secara gratis kepada para pengguna internet yang ingin mendengarkan mixtape ini. Kami tidak memungut biaya atau menjual demi mendapat keuntungan secara sepihak dari karya-karya musik yang terdapat dalam mixtape ini. Selamat mendengarkan.
[1] kumpulan lagu yang direkam secara tradisional ke dalam kaset audio untuk tujuan tertentu. (wikipedia.com)
[2] Musik Di Indonesia, Essay & Kritik Musik, Suka Hardjana, halaman 9.