web analytics

OBRAK! : Obrolan Santai sebagai Wujud Proteksi Pusaka

 

BPPM Mahkamah bekerjasama dengan Lontara Project pada 28 April 2014 lalu mengadakan OBRAK (Obrolan Pusaka). Diskusi ini merupakan ‘adik’ dari OBRAK yang diadakan di Makassar bekerja sama dengan Kedai Buku Jenny. Bertempat di Gedung IV 3.7 Fakultas Hukum UGM, kegiatan OBRAK ini berlangsung dan dibagi menjadi tiga sesi.

Sesi pertama adalah presentasi perjalanan Lontara ke Leiden University, Belanda untuk melihat naskah asli La Galigo yang ditulis di atas lembaran daun Lontar. Presentasi ini       oleh Mandira dan Fahmi. La Galigo sendiri merupakan karya sastra terpanjang sedunia yang terdiri dari 300.000 baris teks dalam 12 volume berasal dari Sulawesi Selatan tepatnya milik bangsa Bugis. Pada tahun 2011, La Galigo ini  mendapat predikat A Memory of the World dari UNESCO atas negara Indonesia dan Belanda. Ironisnya, perhatian pemerintah minim dalam konservasi pusaka asli milik bangsa Indonesia terutama dalam hal ini La Galigo.Terbukti dari tidak adanya pembiayaan atau usaha untuk menerjemahkan naskah La Galigo. Belanda telah menerjemahkan 2 volume dari La Galigo ini namun diberhentikan karena ketidakpedulian Indonesia tersebut.

Sesi kedua adalah pemutaran 2 film pendek yang berjudul Sepatu Baru dan Jampi Gugat. Dalam film Sepatu Baru ini mengisahkan seorang anak perempuan yang memiliki sepatu baru namun tidak dapat dipakainya karena hujan tanpa henti setiap harinya. Demi menghentikan hujan, anak ini mencuri celana dalam yang tergeletak suatu rumah untuk dilempar keatap rumah. Namun hujan tidak juga berhenti, maka ia melemparkan celana dalamnya sendiri keatap rumah. Hal ini menggambarkan tradisi yang masih ada dan dipercayai masyarakat masa kini meskipun tidak masuk akal yaitu melempar celana dalam ke atap rumah untuk menghentikan hujan.

Film Jampi Gugat adalah sebuah dokumenter singkat. Dokumenter mengenai seorang perempuan yang tergera kuntuk menyajikan jamu dan kebaya di dalam pertunjukan tari.Pertujukan tari tersebut dilakukan di Monumen Tugu, Yogyakarta. Tujuan pertujukan tari tersebut supaya semua melihat juga mengingat budaya yang ada di sekitar tempat tinggalnya sendiri.

Sesi terakhir adalah sharing pusaka. Pada sesi ini peserta yang membawa pusaka membagikan kisah tentang pusaka yang dibawanya tersebut. Pusaka menurut Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia tahun 2003 terbagi menjadi 3 yaitu pusaka budaya (hasil cipta, rasa,  karsa, karya yang istimewa dari lebih 500 suku bangsa di Indonesia secara secara sendiri-sendiri sebagai kesatuan bangsa Indonesia dan dalam interaksinya dengan budaya lain sepanjang sejarah, dapat berbentuk ragawi maupun non-ragawi), pusaka alam dan pusaka saujana (kombinasi pusaka alam dan pusaka budaya dalam kesatuan ruang waktu).

Peserta perdana yang membagikan cerita mengenai pusaka yang dibawanya adalah Louie Buana dari Lontara Project. Ia membagikan cerita mengenai Serat Centhini yang baginya tidak kalah penting dari La Galigo. Dilanjutkan oleh Moses Parlindungan yang membagikan cerita mengenai pantangan klan Hutajulu untuk memakan daging kambing yang merupakan pusaka Moses karena ia dan keluarga mematuhi peraturan ini turun-temurun. Kemudian, Agung yang menunjukkan atlas kuno zaman Belanda milik temannya yang merupakan mahasiswa arkeologi.

Selanjutnya, Sekar Banjaran Aji dari Mahkamah membagikan cerita mengenai pusaka yang ada di sekitar keluaganya yaitu pusaka peninggalan kakeknya yang menyerupai tongkat naga milik Soekarno.  Ada juga Galis, mahasiswa ISI, membagikan ceria tentang pusakanya yang berupa keris Semar berukuran mini. Kemudian Hanifah menceritakan mengenai pusaka yang dimiliki kakek dan neneknya dahulu yaitu lukisan Semar. Terakhir, Nurdin berbagi cerita mengenai pusaka yang merupakan nama keluarganya yaitu Slamet Brotosasmito. OBRAK ini diharapkan dapat mengajak masyarakat terutama mahasiswa untuk peduli terhadap upaya konservasi budaya dan pusaka negeri ini.

[Fransisca FRC]

Leave a Reply

Your email address will not be published.