web analytics

Prospek Politik Hukum dan Pemberantasan Korupsi Pasca Pemilu 2014

WP_20140820_018Agenda pembaharuan hukum merupakan salah satu hal yang penting dalam perjalanan bangsa Indonesia. Sementara itu pembaharuan dalam bidang hukum tidak akan berjalan tanpa adanya kondisi politik yang mendukung, apalagi kita semua tahu lembaga legislatif kita juga merupakan lembaga politik. Ini sebabnya mengapa perkembangan politik dan hukum tidak bisa dipisahkan. Selain itu masalah terbesar bangsa ini yaitu korupsi laten juga menuntut kita untuk terus bergerak progresif menyelesaikannya. Hal tersebut menjadi acuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk terus aktif melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat terbuka untuk umum, dengan tujuan memberi kesadaran kepada publik tentang pentingnya politik hukum dalam pemberantasan korupsi.

Salah satu caranya dengan mengadakan diskusi publik yang bertajuk, “Prospek Politik Hukum dan Pemberantasan Korupsi Pasca Pemilu 2014” digelar pada 20 Agustus 2014 bertempat di Balasi Senat, Universitas Gadjah Mada (UGM). Acara ini berhasil terselenggara atas kerja sama antara KPK, Indonesian Coruption Watch (ICW) dan Fakultas Hukum UGM. Menghadirkan tiga pembicara handal antara lain : Prof. Dr. Edward O.S. Hiariej, S.H., M.Hum. seorang guru besar hukum pidana FH UGM, Budiman Sudjatmiko, M.Sc., M.Phil yang merupakan anggota DPR RI, dan Bambang Widjojanto yang sekarang menjabat sebagai wakil ketua KPK.

Pembahasan prospek politik hukum ini mengarah kesalah satu isu penting nasional yang sempat timbul dan tenggelam  yaitu pembahasan Rancangan KUHP dan KUHAP baru. Perlu diketahui bahwa Rancangan KUHP yang ada sekarang menempatkan korupsi tidak lagi menjadi pidana khusus karena dimasukkan dalam KUHP. Timbul suatu spekulasi bahwa hal tersebut salah satu bentuk pelemahan KPK. Apalagi pasca pilpres ini tidak ada partai yang mayoritas menguasai parlemen itu sebabnya pembicaraan mengenai Rancangan KUHP sangatlah transaksional. Pengamatan dan keterlibatan masyarakat untuk memantau perkembangan isu ini menjadi penting, jangan sampai nasibnya sama dengan UU MD3 yang ketika rakyat lengah langsung diundangkan padahal undang-undang itu sangat merugikan rakyat.

“Jauh lebih susah merevisi KUHP daripada mengamandemen UUD, sebab kaidah dalam KUHP lebih praktis sedangkan UUD berisi kaidah umum,” tutur Budiman Sudjatmiko.

Sementara Prof Eddy menjelaskan bahwa Belanda sendiri dalam menyusun Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch memerlukan waktu sekitar 70 tahun. Sedangkan Indonesia sendiri baru memulai pembahasannya sekitar 40 tahun belakangan jadi setidaknya Indonesia masih punya 30 tahun lagi. Lebih baik perubahan KUHP secara gradually sesuai kondisi politik bangsa agar nantinya Rancangan KUHP bisa berlaku sebagaimana mestinya.

Acara ini akhirnya ditutup dengan peluncuran buku berjudul, “Anotasi Delik Korupsi dan Delik Lainnya yang Berkaitan dengan Delik Korupsi dalam Rancangan Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP)”. Buku tersebut dibuat kerjasama KPK dengan Universitas Kathholik Parahyangan diharapkan mampu memberikan pencerahan mengenai  isu politik hukum yang berkembang. Buku tersebut dapat anda download gratis di website acch.kpk.go.id sehingga kita semua dapat berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi. ©[Sekar]

Leave a Reply

Your email address will not be published.