web analytics

Urgensi Pendidikan Antikorupsi dalam Membangun Karakter Bangsa

justfestYOGYAKARTA-Antrian panjang tampak di halaman samping gedung Magister Manajemen (MM) UGM pada Minggu pagi (1/11). Beberapa orang lainnya, berjas almamater UGM, mengarahkan mereka menuju Auditorium MM UGM untuk mengikuti seminar nasional. Tahun ini, Dema Justisia Fakultas Hukum (FH) UGM kembali mengadakan seminar nasional dengan tema urgensi pendidikan anti korupsi dalam membangun karakter bangsa.
Dalam sambutannya Alif Mutaqin, ketua pelaksana Justisia Festival, menyebutkan alasan pemilihan tema seminar. “Tema tersebut sangat tepat karena Indonesia membutuhkan cara tepat untuk membasmi korupsi hingga akar-akarnya,” ujarnya. Oleh karena itu, para tokoh anti korupsi turut hadir dalam seminar nasional ini untuk menyampaikan gagasannya tentang pendidikan anti korupsi. Diantaranya adalah Ganjar Pranowo, Anto Ikayadi dan Soeprapto yang hadir sebagai pembicara di sesi pertama.
Ganjar Pranowo, gubernur Jawa Tengah, memaparkan pengalamannya dalam menghindari korupsi, khususnya gratifikasi. “Pengalaman ini sungguh berat,” akunya. Namun, Ganjar telah melakukan beberapa langkah untuk mencegah gratifikasi. Diantaranya adalah menerbitkan Peraturan Gubernur nomor 59 tahun 2014 tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi dan Pelaksanaan Training of Trainers (ToT) pengendalian gratifikasi untuk seluruh eselon II. Pendidikan anti korupsi juga dilaksanakan Ganjar melalui program Gubernur Mengajar dengan target siswa SMP dan SMA.
Menurut Anto Ikayadi, Deputi Pencegahan Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, KPK bukan lembaga yang suka menangkap orang. “Justru itu menjadi pukulan bagi kami,” terang Anto tentang korupsi yang semakin parah. Hal tersebut terkait dengan program KPK yang sebagian besar (28 dari 30 pasal) merupakan pembangunan karakter bagi masyarakat Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa semakin ke sini usia rata-rata koruptor yang ditangkap semakin muda. Pada tahun 2013, usia koruptor berkisar di usia 30 tahun sampai dengan 47 tahun. “Semua berpotensi menjadi koruptor, tapi kemudian apakah kita memilih untuk menjadi koruptor atau tidak?” ujar Anto Ikayadi.
Kemudian salah seorang peserta seminar mengajukan pertanyaan mengenai hukuman bagi koruptor yang belum maksimal. Anto menjawab, “Kewenangan KPK terbatas pada penyelidikan, penyidikan dan penuntutan saja. Sementara itu, masalah ketegasan hukum KPK sudah sering diskusi dengan mitra, KPK mengembalikan pertanyaan ke mitra tentang pertentangan undang-undang yang saling bertabrakan maupun melemahkan,”. Ia menambahkan, “butuh dorongan lebih kuat lagi, bukan hanya dari KPK saja.”
Sementara itu, Soeprapto menjelaskan perihal kondisi sosial masyarakat Indonesia yang menunjukan kesulitan menumbuhkan jiwa anti korupsi. “Kondisi ini telah membuat masyarakat Indonesia menjadi terpuruk dalam mengelola aset dan kondisi keuangan bangsa,” jelas dosen Jurusan Sosiologi FISIPOL UGM ini. Hal tersebut disebabkan, baik karena faktor internal maupun eksternal serta bentuk pendidikan anti korupsi yang belum ideal dengan kondisi masyarakat Indonesia.
Hadir sebagai pembicara pada sesi kedua, Haryadi Suyuti, Walikota Yogyakarta, mengaku telah melakukan gebrakan untuk menghindari korupsi di wilayah pemerintahan kota Yogyakarta. “Sistem pengadaan agar sesedikit mungkin orang ketemu orang. Sekarang dibuka sistem online untuk penyerahan dokumen misalnya,” jelasnya.
Hifdzil Alim dari Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) menjelaskan bahwa sebelum tahun 2004 pengawasan terhadap bidang pendidikan merupakan non sense. Namun setelah tahun 2004, konstitusi menganggarkan 20% dari APBN untuk pendidikan sehingga minimal ada 400 triliun rupiah untuk pendidikan. Terlebih pasca instruksi presiden nomor 1 tahun 2014.
Yuris Rezha, ketua Dema Justisia FH UGM, pun menjelaskan peran mahasiswa dalam hal antikorupsi. “Ketika pendidikan telah merasuk pada individu, maka individu tersebut dapat menularkan semangat itu kepada orang lain,” jelas Yuris. Sebagai pembicara terakhir, ia juga menuturkan bahwa jika ingin membangun Indonesia maka sektor pendidikan harus menjadi prioritas. “Pendidikan anti korupsi diharapkan masuk dalam tataran pendidikan formal”.
Acara ini merupakan salah satu acara dalam rangkaian acara Justisia Festival 2014. Masih ada beberapa acara lain setelah acara ini. “Kami ingin menanamkan nilai anti korupsi melalui edukasi dengan mengadakan essay competition dan pertandingan olahraga, tak lupa pula melalui art dan just night sebagai puncak rangkaian acara,” terang Alif.(Arifanny Faizal, Umar Mubdi)

Leave a Reply

Your email address will not be published.