Siapa yang menabur angin, akan menuai badai adalah sebuah peribahasa Indonesia yang berarti, dia yang berbuat, dia pula yang terkena akibatnya. Sebuah peribahasa yang konon dipopulerkan oleh Bung Karno.
Tidak hanya dalam bahasa Indonesia, ungkapan senada juga dapat ditemui dalam bahasa lain. Sebagai contoh dalam bahasa Inggris kita sering mendengar ungkapan seperti, Everything happens for a reason, You reap what you sow, What goes around comes around, Chicken coming home to roost.
Tetapi apakah semua benar demikian?
Just-World Hypothesis atau Just-World Fallacy adalah adalah sebuah cognitive bias[1] (atau asumsi) bahwa tindakan seseorang pada dasarnya cenderung membawa akibat moral yang adil dan tepat pada orang itu, yang berarti bahwa semua tindakan mulia akan mendapatkan hadiah (reward) dan semua tindakan jahat akan mendapatkan hukuman (punishment). Dengan kata lain, just-world hypothesis adalah kecenderungan untuk menghubungkan akibat sebagai hasil kekuatan semesta yang mengembalikan keseimbangan moral. Kepercayaan ini secara umum mempercayai kekuatan kosmik, takdir, campur tangan Tuhan, keseimbangan, keteraturan, dan berpontensi tinggi untuk menghasilkan kesesatan berpikir, terlebih jika digunakan untuk merasionalisasi kemalangan seseorang dengan alasan mereka “layak” mendapatkannya.[2]
Pada tahun 1966, Malvyn Lerner dan Carolyn Simmons melakukan sebuah penelitian yang menggunakan model pola kejutan listrik untuk menyelidiki tanggapan pengamat terhadap pengorbanan (victimization). Dalam percobaan pertama, yang dilakukan di University of Kansas, 72 orang perempuan dibuat untuk melihat orang lain yang menerima kejutan listrik dalam berbagai macam keadaan. Pada mulanya, subjek percobaaan merasa terganggu dengan melihat penderitaan yang terjadi. Tetapi, ketika penderitaan itu berlanjut dan para pengamat tidak dapat ikut campur, para pengamat tersebut mulai menghina korban. Penghinaan menjadi lebih besar, ketika penderitaan yang diamati kian membesar. Tetapi ketika subjek diberitahu bahwa korban akan menerima ganti kerugian atas penderitaannya, subjek tidak lagi menghina korban.
Untuk menjelaskan hasil penelitian ini, Lerner berteori bahwa ada keyakinan umum dalam sebuah dunia yang adil (just world). Lerner berasumsi bahwa kepercayaan pada dunia yang adil, penting bagi orang-orang untuk mempertahankan kesejahteraannya. Tetapi pada kenyataannya orang-orang dihadapkan pada bukti yang dapat ditemuinya sehari-hari bahwa dunia ini tidak adil. Banyak orang-orang menderita tanpa alasan yang jelas misalnya.
Banyak siasat yang digunakan oleh orang-orang untuk melenyapkan ancaman terhadap kepercayaan mereka terhadap dunia yang adil. Siasat-siasat ini dapat berupa siasat yang rasional ataupun irasional. Siasat yang rasional dapat berupa menerima kenyataan tentang ketidakadilan, mencoba untuk mencegah ketidakadilan, dan menerima keterbatasan diri sendiri. Siasat yang irasional dapat berupa penyangkalan (denial), penarikan diri (withdrawal), dan penafsiran ulang (reinterpretation) akan suatu peristiwa.
[1]Cognitive bias adalah sebuah pola penyimpangan dalam penilaian, dimana kesimpulan mengenai orang lain dan keadaan, ditarik secara tidak logis. (en.wikipedia.org/wiki/Cognitive_bias)
[2]en.wikipedia.org/wiki/Just-world_hypothesis