web analytics
Mewujudkan Kesejahteraan Melalui Perjuangan Literasi

Mewujudkan Kesejahteraan Melalui Perjuangan Literasi

“Kampus adalah lembaga anti manusia” ujar Sigit Budi Setiawan, pendiri dan pimpinan redaksi kalatida.com

Jumat (24/03), Lesehan Budaya digelar oleh Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota Yogyakarta di Pesantren Kali Opak, Piyungan, Bantul. Acara ini dihadiri oleh Sigit Budi Setiaawan, Anang Zakaria, Fachim Fahmi, dan Roem Topatimasang sebagai pembicara.

Diskusi lesehan budaya ini merupakan prolog dari rangkaian acara musyawarah kerja kota PPMI Dewan Kota Yogyakarta. Perwakilan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) se-Yogyakarta turut meramiakan diskusi bertemakan Perjuangan Literasi: Mengaspirasikan Kesejahteraan Rakyat di Bawah Rezim Yogyakarta. Diskusi yang dipandu oleh Taufik Nurhidayat ini berlangsung selama empat jam.

Anang Zakaria menjadi orang pertama yang diberi kesempatan untuk berbagi pengalamannya. Ketua Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta ini mengungkapkan keegoisan yang dimiliki oleh seorang jurnalis. “Kadang, ketika kita mendapatkan berita yang bagus, kita akan menyimpannya untuk media tempat kita bekerja,” ujarnya.

Pria kelahiran Gresik, 10 Juni 1981 ini menuturkan, sekarang pers harus berkolaborasi, tak terkecuali pers mahasiswa. Menurutnya, hal itu bertujuan agar berita yang disajikan lebih informatif dan mendalam. “Jika kita mendapat suatu data yang penuh angka, kita bisa minta bantuan teman yang pandai statistika untuk membaca data tersebut,” jelas Anang.

Diskusi dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Sigit Budhi Setiawan. Sigit berpendapat, literasi bukan hanya kalimat-kalimat yang tersurat dalam media-media pers. Menurutnya literasi juga mencangkup perkataan dari masyarakat tradisional. Pria ini berpendapat bahwa perkataan itulah ilmu yang sebenarnya.

Literasi bukan hanya sekadar membaca teks, melainkan diartikan pula sebagai kemampuan membaca keadaan

— Roem Topatimasang, Penulis “Sekolah Itu Candu”

“Dosen dan sarjana adalah pencuri ilmu pengetahuan,” tegas Sigit menyambung bahasannya. Dia mengatakan, dosen maupun mahasiswa mencuri ilmu tersebut dan dibawa ke lingkungan kampus. Ketika mahasiswa kembali ke masyarakat, mereka membawa idealisme  ilmu pengetahuan mereka dan meniadakan ilmu pengetahuan yang sudah ada di masyarakat. Inilah yang disebut Sigit sebagai kegagalan literasi, yakni ketidakmampuan melihat kenyataan karena dibutakan oleh idealisme pengetahuan.

Selanjutnya, Fachim Fahmi membahas peran mahasiswa dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Praktisi hukum dan pengacara ini mengatakan, kampus berperan dalam pembuatan naskah akademik suatu rancangan undang-undang. “Dalam naskah akademik tersebut, kampus dapat menggunakan literasinya untuk kesejahteraan,” jelas Fachim.

Pembicara terakhir, Roem Topatimasang, mengingatkan asas yang tidak boleh dilupakan dalam dunia pers. Asas tersebut ialah ‘kedekatan’. Sering media memberitakan hal yang jauh dari kehidupan. “Saat ini orang lebih tahu merk lipstik yang dipakai Agnes Monica dibanding kasus pencaplokan lahan yang hanya berjarak 3 km dari rumahnya,” ujar Roem mengumpamakan. Bagi Roem, hal itu merupakan permasalahan literasi yang menjadi tantangan dunia pers, temasuk pers mahasiswa.

Penulis buku Sekolah Itu Candu ini berpendapat, tidak ada media yang mampu untuk menyajikan literasi yang sesungguhnya. Baginya, literasi bukan hanya sekadar membaca teks, melainkan diartikan pula sebagai kemampuan membaca keadaan. Sebagai pembaca, Roem menuturkan, ada dua cara yang bisa dilakukan agar dapat membaca situasi dari literatur yang ada. Cara pertama adalah mencari literatur lain. Cara berikutnya yaitu dengan menggunakan semua literatur untuk memperoleh literasi yang sesungguhnya. Roem berharap, dengan menerapkan cara-cara tersebut pembaca tidak akan dikenyangkan oleh gosip dan opini sesat belaka.

(Evasolina Lubis, Tata Wardhani)

======

Foto: Vansona Stalony

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *