Ratusan warga Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berkumpul di salah satu rumah warga yang telah disediakan tenda pada Minggu (16/4). Mereka duduk berjejer rapi sambil berdoa memohon kelancaran kegiatan Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulon Progo (PWPP KP) yang akan diresmikan saat itu.
Acara dilanjutkan dengan prosesi pemotongan tumpeng, pembukaan tirai untuk meresmikan PWPP KP, dan konferensi pers. Kemudian, berbagai sambutan diberikan oleh perwakilan warga dan lembaga. Sambutan dimulai dari perwakilan pengurus PWPP KP, mantan dukuh, perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, perwakilan Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo, seorang ibu yang pernah mengalami penggusuran, pemuka agama, dan aliansi pendukung lainnya.
Nama PWPP KP sebelumnya bernama Wahana Tri Tunggal (WTT). Menurut Wijiyanto selaku Humas PWPP KP, alasan dibentuknya aliansi baru ini tidak bisa dijelaskan secara umum karena hal itu merupakan permasalah intern antar anggota WTT. Karena permasalahan tersebut, maka dibentuklah PWPP KP sebagai wadah baru bagi masyarakat yang konsisten menolak pembangunan bandara New Yogyakarta Internasional Airpot (NYIA).
Kita akan bantu tergantung dengan komunikasi organisasinya dalam konteks permasalahan hukum ini. Bila organisasi siap memberikan mandat kepada LBH untuk melakukan upaya hukum atau tidak, LBH akan membantu
— Direktur LBH Yogyakarta, Hamzal Wahyudin
Direktur LBH Yogyakarta Hamzal Wahyudin mengatakan bahwa LBH sedang mengajukan uji materil Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Kulon ProgoTahun 2012-2032 kepada Mahkamah Agung. Uji materiil tersebut merupakan upaya hukum lain setelah ditolaknya Peninjauan Kembali Surat Keputusan Gubernur DIY No.68/KEP/2015 tentang Izin Penetapan Lokasi Bandara Kulon Progo. Upaya hukum ini dilakukan dengan alasan bahwa ada kekeliruan dalam inventaris negara. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa lahan pertanian salah seorang warga itu seluas 2 meter persegi, tetapi tercatat di konsinyiasi hanya 1 meter persegi.
Namun dengan diresmikannya PWPP KP, pria yang kerap disapa Didin ini mengatakan bahwa surat permohonan yang sebelumnya atas nama WTT akan dicabut. Walaupun dicabut, warga yang masih tergabung dalam WTT masih bisa mendapatkan bantuan hukum apabila mereka konsisten menolak pembangunan NYIA. “Kita akan bantu tergantung dengan komunikasi organisasinya dalam konteks permasalahan hukum ini. Bila organisasi siap memberikan mandat kepada LBH untuk melakukan upaya hukum atau tidak, LBH akan membantu,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa ada beberapa warga yang pecah suara dari penolakan dan bersepakat dengan pihak bandara. Hal ini terjadi karena adanya modus pemerintah berupa pendekatan, intimidasi, dan ancaman. Tindakan seperti itu yang membuat warga resah hingga akhirnya beberapa warga membelok. (Ade Wulan Fitriana, Fitri Isni Ridha)