[metaslider id=2492]
Aksi Women’s March di Washington D.C pada 2017 lalu meninggalkan jejaknya di seluruh dunia. Yogyakarta tak ketinggalan untuk menentang segala tindakan yang menderogasi hak-hak perempuan khususnya di Indonesia. Hari Perempuan Internasional di Yogyarkarta diperingati dengan aksi damai dengan mengusung slogan #lawanbersama. Womens March ini dimulai dari halaman parkir Abu Bakar Ali sampai Titik Nol Kilometer. Aksi ini berusaha mengangkat isu-isu dan persoalan khususnya perempuan yang terjadi di Yogyakarta. Beberapa tuntutan lebih fokus pada isu di bidang ekonomi, sosial, dan politik.
Menurut data Komnas Perempuan pada 2017, tercatat telah terjadi sekitar 260.000 kasus kekerasan terhadap perempuan baik di ranah domestik maupun publik. Pada tahun yang sama tercatat 173 pembunuhan terhadap perempuan yang pelakunya 95% didominasi laki-laki. Kondisi tersebut menggerakan aksi Womens March di Yogyakarta yang menyoroti 11 isu utama, yakni :
- Diskriminasi terhadap perempuan dalam ranah privat dan publik.
- Akses kesehatan yang ramah gender.
- Perluasan pasal zina dalam RKUHP
- Edukasi hak tubuh dan pendidikan seksual
- Prilaku-prilaku seksis untuk membeda-bedakan gender tertentu
- Keadilan pada korban kekerasan seksual
- Pelecehan seksual secara fisik maupun verbal
- Kebebasan orientasi seksual dan ekspresi gender
- Perampasan hak atas tanah masyarakat Kulon Progo dalam proyek NYIA
- Pelarangan penggunaan cadar dalam dunia akademik
- Perlakuan diskriminatif terhadap perempuan-perempuan dari Indonesia bagian Tmur
- Mendorong pemerintah untuk mengehentikan segala bentuk penindasan struktural terhadap perempuan kelompok minoritas, marjinal, dan kaum buruh serta pekerja seks
Selain menyuarakan beragam hak perempuan dan isu kesetaraan gender, para peserta Long March Women’s March Yogyakarta juga bersama-sama mengkritisi Pasal 486 Draft RKUHP yang dirasa mengkriminalisasi perempuan, kelompok marjinal dan minoritas, serta anak-anak
“Kita sebagai perempuan sebenarnya punya hak yang sama dengan laki-laki dan kita menolak hal-hal seperti rasisme, seksisme, dan domestikasi perempuan,” tutur Fika seperti dikutip oleh kumparan pada Sabtu (10/3/18).
Foto oleh Arjun Barkah