web analytics
Disparitas Gender? Rully: Ubah Mindset

Disparitas Gender? Rully: Ubah Mindset

Disparitas gender dalam kesempatan dan peran pembangunan merupakan ‘PR’ yang terus digarap agar segera mentas. Namun diskriminasi yang merujuk pada pandangan terhadap budaya tertentu adalah tantangan tersendiri dalam upaya ini. Dalam Talk Show Aku Kamu SDGs Ahad lalu (21/04), Rully Faradila Ariani, presiden Young on Top berpendapat bahwa akar permasalahan disparitas gender ini terletak pada regulasi yang dibuat oleh pemerintah.

“Diharapkan dalam pembuatan regulasi dapat mengakomodir semua wajah (gender) agar dapat menciptakan keadilan gender. Karena sebenarnya akar atau kuncinya itu ada di regulasinya.” Ujar Rully.

Pemerintah bukannya tinggal diam. Hampir dua dekade silam, upaya pengarusutamaan gender telah diamanatkan melalui Instruksi Presiden Pengarusutamaan Gender No. 9 Tahun 2000. Instruksi ini mengharuskan semua instansi pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah, untuk mengarusutamakan gender ke dalam perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi seluruh kebijakan dan program. Namun nyatanya masih terdapat praktik bahkan regulasi yang diskriminatif.

Mengutip catatan Komnas Perempuan (2010): sekurangnya ada 82 peraturan yang terinspirasi oleh ajaran agama yang melanggar hak asasi manusia, termasuk yang membatasi perempuan untuk bergerak dan memilih pakaiannya, dan beribadah sesuai kepercayaannya (Komnas Perempuan, 2010).

Di Tahun 2010, Komnas Perempuan mengidentifikasi 63 dari sekitar 154 peraturan yang dikeluarkan di tingkat propinsi, kabupaten/kota dan desa dari tahun 1999 hingga 2009  melanggar hak perempuan untuk berekspresi, memperoleh perlindungan dan bekerja (Komnas Perempuan, 2010).

Problem disparitas gender ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Dalam skala global upaya mengikis disparitas gender mendapat tempat pada konsep Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Kesetaraan gender menjadi salah satu tujuan yang ingin dicapai secara global atau yang dikenal dengan istilah Goals Number 5; Gender Equality, di mana perempuan dan laki-laki bersama-sama setara terlibat dalam pembangunan.

Maka menjadi tidak tepat bila kesetaraan gender diartikan sebagai tindakan untuk menomorsatukan perempuan. Kesetaraan gender dimaksudkan untuk memberikan kesempatan yang sama dan setara baik laki-laki maupun perempuan dalam keterlibatan pembangunan.

Pandangan terhadap gender yang merupakan hasil dari konstruksi sosial bukanlah hal yang dapat diubah dalam sekali duduk. Menurut Rully hal terdekat yang dapat dilakukan adalah mengubah pola pikir terhadap konstruksi yang diskriminatif.

“Bagaimana cara mencegah diskriminasi? yaitu berasal dari mindset kalian terlebih dahulu. Karena setiap tindakan kita berasal dari mindset.” Ujar Rully.

Presiden Young on Top ini menekankan, jangan malah kita turut menggaungkan diskriminasi. Pola pikir seseorang yang mempengaruhi tindakan bawah sadar harus di manage. Sehingga orang tersebut baik  sadar maupun tidak sudah terkonstruksi untuk tidak melakukan diskriminasi.

Penulis : Faiz Al-Haq

Foto     : Audra Ranatika

Leave a Reply

Your email address will not be published.