Minggu (02/05) malam, Majelis Wali Amanat Unsur Mahasiswa (MWA UM UGM), menggelar diskusi daring bertajuk “Diskusi Santai Isu Kampus: Menyambut Hari Pendidikan”. Webinar tersebut salah satunya dihadiri Muhammad Farhan, Presiden Mahasiswa BEM KM UGM yang menyampaikan pengantar untuk mengupas beberapa tuntutan pada Hearing Rektorat pada Senin (03/05) siang.
Farhan memaparkan bahwa terdapat tiga pokok permasalahan yang tengah menjangkiti dunia pendidikan dalam lingkup universitas, yaitu mulai dari carut marutnya pelaksanaan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), ketimpangan pengenaan Uang Kuliah Tunggal (UKT), serta urgensi penggalakan PPKS (Penghapusan Pencegahan Kekerasan Seksual) dalam kehidupan kampus. Ia menyatakan bahwa MBKM sukar dilaksanakan karena terjadi bottleneck pada upaya konversi SKS, yang menurutnya menjadi hambatan utama pelaksanaan di tiap-tiap program studi fakultas. ”Hingga saat ini, belum ada mekanisme yang jelas perihal bagaimana konversi (SKS) nya,” paparnya.
Lebih lanjut, Farhan mengatakan bahwa terdapat adanya ketidakjelasan dalam proses penentuan UKT kepada mahasiswa. Ia memfokuskan pada nihil transparansi serta pelibatan lebih lanjut unsur mahasiswa dalam prosesnya. Hal ini diperparah dengan tidak adanya indikator yang jelas dalam penentuan keringanan UKT bagi mahasiswa terdampak pandemi. Berfokus pada hal ini, Farhan menyatakan bahwa rektorat terkesan melimpahkan segalanya kepada dekanat dengan pendekatan prinsip desentralisasi. “Sampai sekarang proses (keringanan UKT) itu dilimpahkan ke masing-masing fakultas”, ungkapnya.
Tak sampai di sana, ia juga mengkritisi adanya ketidak optimalan penyerapan dana dari UKT untuk kemudian dialokasikan guna menunjang kegiatan kemahasiswaan. Farhan mencontohkan kejanggalan pendanaan KKN yang sejatinya memiliki sisa untuk kemudian dikembalikan kepada mahasiswa. “Ketika memang tidak ada (biaya) yang keluar, maka dana dana itu dikembalikan kepada mahasiswa”, terangnya. Farhan menutup pemaparan dengan menjelaskan kurang adanya upaya dari rektorat untuk kemudian bergerak lebih lanjut untuk mengawal isu-isu kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Menanggapi ketiga isu yang kemudian menjadi pokok tuntutan mahasiswa dalam agenda hearing tersebut, Panut Mulyono selaku rektor UGM, memberikan jawaban terhadap dua problem yang menjadi tuntutan, yakni pada pengelolaan UKT, serta upaya untuk mencegah kekerasan seksual. Namun, perihal pelaksanaan MBKM dalam proses belajar mahasiswa, tidak disinggung secara lebih detail oleh pihak rektorat sebagaimana problema yang telah diuraikan oleh Farhan sebelumnya.
Perihal UKT, Panut menanggapi dengan menyatakan bahwa pelibatan mahasiswa sebenarnya sudah terlaksana dengan baik, namun belum begitu merata di tiap-tiap fakultas. Ia kemudian berjanji untuk menganjurkan tiap-tiap fakultas agar lebih mengikutsertakan mahasiswa dalam penyesuaiannya. “Apabila ada fakultas yang belum (menerapkannya), saya akan menghimbau kembali tiap fakultas untuk melibatkan mahasiswa kedalamnya”, tuturnya. Panut beranggapan, bahwa pelibatan mahasiswa dalam proses keringanan UKT akan bermuara kepada UGM lebih baik.
Lebih lanjut, Panut membahas mengenai indikator keringanan UKT yang dipertanyakan oleh mahasiswa. Ia memaparkan, bahwa dalam proses keringanan UKT, indikator yang dapat dijadikan kunci adalah penurunan penghasilan orang tua terdampak pandemi “Ketika penghasilan orang tua turun 50% maka UKT, seharusnya juga turun 50%”, paparnya. Panut menguraikan bahwa kondisi keuangan di tiap fakultas berbeda, sehingga dalam hal ini pihak fakultas dapat menjustifikasi siapa saja yang mendapat keringanan sesuai dengan keadaan keluarga mahasiswa.
Berkaitan dengan alokasi anggaran kemahasiswaan yang dirasa tidak begitu didistribusikan secara optimal, Panut sekali lagi berjanji untuk membenahi serta mengusahakan alokasi penganggaran secara lebih baik agar dapat mengakomodasi kepentingan mahasiswa. “Kami selalu mengusahakan agar lingkup-lingkup yang penting selalu terakomodir”, janjinya.
Berkaitan dengan isu minimnya sosialisasi terhadap PPKS, Panut mengatakan bahwa rektorat beserta jajaran telah membuat tim untuk melakukan sosialisasi kepada mahasiswa, meskipun ia tak menampik bahwa masih terdapat banyak sekali kekurangan. Guna membenahi hal tersebut sekali lagi, Panut berjanji untuk kemudian berbenah dan memperbaiki sistem sosialisasi PPKS dengan membentuk PIC di tiap fakultas. “Kami akan menghimbau dekan untuk membuat PIC di tiap fakultasnya kemudian juga menggalakan mahasiswa untuk melakukan sosialisasi mengenai peraturan rektor no. 1 tahun 2020”, pungkasnya menutup rangkaian janji yang ia beberkan untuk mengatasi problematika isu pendidikan di kampus kerakyatan .
Penulis: Mochamad Akmal Prantiaji Wikanatha
Penyunting: Athena Huberta
Foto: Mahkamah (2019)