Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang berlangsung dari tanggal 3 hingga 20 Juli, mewajibkan masyarakat untuk mengurangi seluruh kegiatan yang melibatkan interaksi fisik. Kebijakan baru yang diberlakukan sebagai pengganti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan PPKM mikro tersebut, dinilai memunculkan kontroversi dalam pelaksanaanya. Dalam hal ini, Theodorus Yosep Parera, salah satu advokat yang tergabung di dalam AJB (Advokat Jateng Bersatu) mempermasalahkan adanya kecarut-marutan pembentukan regulasi terkait. Sebab, Peraturan Walikota Semarang nomor 41 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Kota Semarang dinilai tidak mencerminkan semangat “kemerataan” dalam menindak para pelanggar.
Yosep menuturkan bahwa terdapat permasalahan utama yang terjadi dalam pembentukan regulasi perihal PPKM darurat. Hal ini sebagaimana disampaikan dalam diskusi publik bertajuk “PPKM Darurat Rakyat Melarat: Perspektif Hukum Arogansi Aparat Saat PPKM Darurat” oleh Rumah Pancasila dan Klinik Hukum (RPKH) pada Sabtu (10/07). Penemu RPKH tersebut menyatakan bahwa terdapat ketidakselarasan antara Undang-Undang nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dengan Instruksi Mendagri dan beberapa Peraturan Daerah, terkhusus Peraturan Walikota (perwalkot) Semarang nomor 41 tahun 2021. Ia menjelaskan bahwa terdapat kecacatan pada peraturan walikota Semarang karena adanya ketentuan yang tidak merata dalam menindak Pedagang Kaki Lima (PKL).
Dalam sektor implementasi regulasi tersebut, Yosep menjelaskan bahwa terdapat ketimpangan termuat dalam pasal 7 UU Kekarantinaan Kesehatan dengan Perwalkot Semarang No. 41 tahun 2021. Pasal 7 memuat ketentuan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam penyelenggaraan kekarantinaan Kesehatan. Sedangkan Perwalkot Semarang No. 41 tahun 2021 tidak mengakomodirnya. Sebab dalam pasal 14 sanksi yang diterima PKL adalah teguran lisan, kerja sosial, pembubaran kegiatan, pembongkaran, dan penyitaan sarana. Sementara dalam pasal 15 membedakan sanksi pada cafe, restoran, hingga mall.
“Kalau café, restoran, minimarket, mall, hanya dapat teguran lisan, peringatan tertulis dan penutupan sementara, ini kan pemerintah seperti hendak merampok rakyat kecil”, jelas Pemilik kantor pengacara “Yosep Parera Law Firm” .
Kemudian Yosep turut mempermasalahkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang viral di media sosial melakukan penyemprotan air, pengambilan meja dan kursi PKL pelanggar. Ia menekankan bahwa UU tidak memerintahkan adanya beberapa tindakan di luar batas tersebut dan meminta klarifikasi kepada Pemerintah agar dapat meminta maaf kepada masyarakat. “PKL itu disemprot pakai air, padahal di dalam perwalkot tidak disebutkan demikian, sehingga saya memohon klarifikasi dari pihak Pemerintah agar jika berbuat salah mau meminta maaf”, tegasnya.
Abdul Haris, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bangkesbangpol) Kota Semarang, menanggapi pernyataan Yosep dengan berjanji untuk membenahi beberapa peraturan yang dianggap bermasalah. Perwakilan Walikota Semarang tersebut menuturkan bahwa perwalkot tersebut masih belum final dan akan dikaji kembali kebermanfaatannya bagi masyarakat kota Semarang. “Peraturan-peraturan ini, nantinya akan diuji lagi apakah sangat-sangat merugikan masyarakat atau tidak”, jawabnya. Berkaitan dengan upaya Klarifikasi dan permohonan maaf, Abdul menyampaikan bahwa Walikota Semarang telah memerintahkan beberapa instansi terkait untuk meminta maaf dan mengganti rugi kepada masyarakat yang dirugikan.
Setali dua tiang, Abdul juga mengambil kesempatan untuk menyampaikan bahwa Pemerintah menjanjikan pemberian bansos senilai 12 Miliar kepada masyarakat ekonomi terdampak melalui koordinasi lurah-lurah setempat, sebagai buntut dari pemberlakuan PPKM Darurat. “Nanti akan kita konfirmasi lagi apakah penerimaannya sudah merata, sebab usulan pemberian bansos ini bermula dari bawah, yakni RT, RW, hingga langsung ke kelurahan-kelurahan terkait berupa bahan-bahan pokok”, jelasnya.
Menanggapi hal ini, Yosep mewanti-wanti agar dana serta objek bansos yang diperuntukkan menolong masyarakat terdampak agar tidak dikorupsi. “Ada 12 M yang akan dibagi dalam dua minggu dengan bentuk barang dan semoga saja tidak dikorupsi,” tegasnya. “Kita awasi bersama-sama apakah benar bansos tersebut sudah dibagi ke semua kelurahan”, lanjut Yosep.
Sebagai penutup sekaligus menyikapi adanya permasalahan yang timbul dari kecarut-marutan pelaksanaan kebijakan PPKM darurat, Dejan, Direktur Jateng Pos, mengatakan bahwa sudah saatnya bagi pemerintah dan rakyat untuk saling bekerja sama. Ia berpesan kepada pemerintah agar dapat lebih memanusiakan manusia dalam menegakkan PPKM agar kebijakan tersebut dapat diterima oleh masyarakat luas. “Menegakkan aturan harus dengan cara yang lebih santun, manusiawi, dan harus ngewongke (istilah jawa untuk membahasakan memanusiakan), agar aturan bisa diterima dan jangan sampai kesewenang-wenangan yang pernah terjadi terulang kembali”, pungkasnya.
Penulis: Mochamad Akmal Prantiaji Wikanatha
Penyunting: Athena Huberta Alexandra
Fotografer: Winda Hapsari