Rabu (9/2), massa yang tergabung dalam Aliansi Solidaritas untuk Wadas menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Polda Daerah Istimewa Yogyakarta. Massa yang terdiri dari kelompok mahasiswa dan masyarakat tersebut telah memadati area sekitar kantor Polda Daerah Istimewa Yogyakarta sejak pukul 11.00 WIB. Sementara itu, beberapa aparat kepolisian terlihat telah melakukan penjagaan di sekitar area sejak pagi.
Fikri, salah satu peserta aksi menyampaikan bahwa aksi tersebut merupakan hasil dari konsolidasi gagasan yang dilakukan elemen-elemen masyarakat di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta pada Selasa (8/2). Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk solidaritas untuk merespon adanya represifitas yang dilakukan aparat kepolisian di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Sebagaimana dilansir Tempo, Sabtu (12/2), represifitas aparat kepolisian terhadap warga Wadas terjadi ketika polisi mengamankan proses pengukuran lahan dalam proses pembangunan Bendungan Bener.
Wetuktoa Tubun dari LBH Yogyakarta mengatakan bahwa aksi tersebut dilakukan sebagai simbol kecaman terhadap kekerasan dan kriminalisasi yang dilakukan aparat kepolisian. “Kami di sini ingin menunjukkan bahwa pihak kepolisian telah melakukan kewenangannya secara tidak baik. Aksi ini menunjukkan simbol kekecewaan kami terhadap aparat penegak hukum yang seharusnya menegakkan hukum, tapi malah melakukan intimidasi dan kriminalisasi terhadap warga di Wadas,” tegasnya.
Aksi yang diawali dengan orasi dari beberapa peserta tersebut kemudian ditutup dengan pembacaan tuntutan. Dalam unjuk rasa tersebut, massa membawa tiga tuntutan, yakni hentikan pengukuran dan rencana pertambangan di Desa Wadas; tarik aparat kepolisian dari Desa Wadas serta hentikan kriminalisasi dan intimidasi aparat terhadap warga Wadas; dan bebaskan warga yang ditangkap di Polresta Purworejo.
“Polisi menyampaikan di sana untuk melakukan pengamanan. Namun, hari ini warga Wadas tidak butuh pengamanan polisi,” ujar Tubun memberi keterangan. Tubun memaparkan bahwa warga Wadas memang telah mengalami trauma semenjak terjadinya kekerasan dan represifitas aparat setahun yang lalu, tepatnya pada 23 April 2021. Sehingga, kehadiran polisi saat ini dianggapnya tidak memberikan rasa aman bagi warga Wadas. Sebaliknya, kehadiran aparat kepolisian justru memunculkan trauma dan ketakutan.
Lebih lanjut, Tubun menjelaskan bahwa peserta aksi telah mendesak pihak Polda D.I. Yogyakarta agar mau memberikan keterangan dan berdialog bersama terkait situasi yang ada di Wadas. “Kami meminta pihak Polda DIY untuk berkoordinasi dengan sesama pihak aparat dan jajarannya, agar segera menarik mundur aparat yang sekarang masih ada di Wadas karena warga Wadas saat ini benar-benar ketakutan,” lanjutnya.
Namun hingga peserta aksi membubarkan diri sekitar pukul 13.00 WIB, pihak Polda Daerah Istimewa Yogyakarta enggan memberikan keterangan apapun, baik terkait aksi tersebut maupun terkait konflik di Desa Wadas. Dilansir dari Kompas, Rabu (9/2), konflik di Wadas terjadi karena warga Wadas menolak aktivitas penambangan batu andesit di wilayahnya yang akan digunakan sebagai bahan penunjang pembangunan proyek strategis nasional Bendungan Bener.
Reporter : Fatih Erika, Latif Adiatma
Penulis : Fatih Erika
Penyunting : Athena Huberta
Foto : Latif Adiatma