Tidak lama lagi Universitas Gadjah Mada (UGM) akan memilih rektor baru untuk periode 2022-2027. Untuk pertama kalinya, mahasiswa akan terlibat secara langsung dalam pesta demokrasi terbesar di lingkup civitas akademika UGM ini. Anggota Majelis Wali Amanat Unsur Mahasiswa (MWA-UM) menjadi satu-satunya perwakilan mahasiswa yang memiliki hak suara untuk memilih rektor secara langsung. Untuk itu, MWA UM bersama dengan Dema Justicia menggelar Sosialisasi Pemilihan Rektor secara daring pada Senin (25/4).
Secara umum, terdapat tiga tahapan pemilihan rektor, sesuai yang dimandatkan dalam Peraturan MWA (PMWA) Nomor 3 Tahun 2016 sebagaimana diubah dengan PMWA Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Seleksi Calon Rektor dan Pemilihan Rektor UGM. Pertama, penjaringan bakal calon rektor UGM. Pada tahap ini, para pendaftar akan diseleksi secara administratif dan kemudian akan disebut bakal calon rektor.
Saat ini terdapat enam bakal calon rektor yang lolos seleksi administrasi, yaitu: Ali Agus (Fakultas Pertanian); Bambang Agus Kironoto (Fakultas Teknik); Deendarlianto (Fakultas Teknik); Ova Emilia (Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan); Sigit Riyanto (Fakultas Hukum); dan Teguh Budipitojo (Fakultas Kedokteran Hewan). Panitia Kerja (Panja) telah menyediakan laman seleksirektor.ugm.ac.id sebagai portal terpadu agar seluruh civitas akademika dapat mengakses segala informasi terkait Pemilihan Rektor UGM.
Kedua, seleksi calon rektor UGM oleh Senat Akademik yang dilaksanakan pada tanggal 12 Mei 2022. Pada tahap ini terdapat panitia seleksi (pansel) yang bertugas untuk menyeleksi bakal calon rektor menjadi tiga nama yang kemudian disebut sebagai calon rektor.
Di tengah-tengah tahap ini terdapat musyawarah di setiap fakultas atau sekolah dan gelanggang untuk menentukan rektor pilihannya. Musyawarah ini dilakukan dengan mekanisme yang disepakati sendiri oleh tiap-tiap fakultas/sekolah/gelanggang. Kemudian akan dilakukan pemungutan suara dalam Forum Tingkat Universitas dari calon rektor terpilih berdasarkan musyawarah tersebut, untuk selanjutnya dibawa oleh MWA-UM.
Ketiga, pemilihan dan penetapan rektor UGM oleh MWA pada tanggal 17-20 Mei 2022. “Pada sela-sela tahapan inilah, antara tanggal 13-19 Mei 2022 akan menjadi core (inti) dari pemilihan rektor di tingkat mahasiswa. Sebelum akhirnya aku akan melakukan proses pemilihan di tanggal 20 Mei di tingkat MWA,“ ujar Ade Agoes Kevin selaku MWA-UM UGM.
Sebelumnya, dalam Musyawarah Mahasiswa yang dilaksanakan pada 24 Februari 2022 telah disepakati bahwa pemilihan rektor di tingkat mahasiswa akan dilaksanakan dengan sistem dewan elektoral (electoral college). Sistem ini menghendaki pemilihan dilaksanakan secara bottom-up (dari bawah ke atas, melalui tingkat fakultas/sekolah/gelanggang ke tingkat universitas).
“Di tingkat fakultas/sekolah/gelanggang, pemegang hak suaranya diserahkan kembali ke teman-teman. Mungkin sebagai rekomendasi, itu bisa LO/LSO, Himpunan Jurusan, atau perwakilan angkatan. Tetapi yang fix (pasti) adalah di forum tingkat universitas,” jelas Pandu selaku Ketua Panja Pemilihan Rektor UGM.
Fakultas Hukum sendiri saat ini belum menentukan akan menggunakan cara pemilihan yang seperti apa dalam musyawarah di tingkat fakultas. “Teman-teman dari Dema sedang berusaha menyusun sistematika atau cara pengambilan keputusan seperti apa yang sekiranya cocok. Sebenarnya, berdasarkan AD/ART Dema itu kan pengambilan keputusan dilakukan secara musyawarah. Tetapi seandainya mekanisme musyawarah deadlock (buntu), kemungkinan kami akan mengambil jalan voting,“ ujar Dzaki Aribawa yang menjadi penanggap diskusi.
Bobot suara mahasiswa yang akan dibawa oleh MWA-UM sendiri hanya sebesar 4 persen.
“Anggota MWA itu total ada 19, tetapi satu anggota tidak punya hak suara, yaitu Rektor. Kemudian, satu anggota memegang suara yang cukup besar, yaitu Kemendikbud sebesar 35%. Sisanya memegang hak suara yang sama besar yaitu 4%, tetapi biasanya ketika proses pemilihan suara ini, yang 4% itu dihitung sebagai satu suara. Jadi, suara Kemendikbud yang 35% itu dipersamakan dengan 8 atau 9 suara,” ujar Ade Agoes.
Terkait hal ini, Ade Agoes sendiri menyadari kalau bobot suara yang akan dibawanya itu tidak besar.
“Mana bisa menang melawan suara lain, tetapi suara 4% ini bisa memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan suara yang lain, apabila berasal dari suara mahasiswa. Kita ketahui sendiri kalau mahasiswa ini kan civitas akademika yang memiliki jumlah terbesar. Kalau nama (calon rektor) yang aku bawa ini benar-benar merepresentasikan suara dari mahasiswa, tentu akan memiliki bargaining position (posisi tawar) berbeda,” lanjutnya.
Penulis : Alvin Danu Prananta
Penyunting: Satrio Wahyu N.