web analytics
Geliat Persatuan Pers Mahasiswa di Tengah Ancaman Pembungkaman

Geliat Persatuan Pers Mahasiswa di Tengah Ancaman Pembungkaman

Pembredelan lembaga pers mahasiswa kembali terjadi. Dilansir dari tempo.co, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lintas Institut Islam Negeri (IAIN) Ambon mengalami pembredelan oleh Rektor IAIN Ambon, Zainal Abidin Rahawarin, pada Kamis, 17 Maret 2022 lalu, setelah menerbitkan laporan bertajuk “IAIN Ambon Rawan Pelecehan.” Merespon peristiwa tersebut, puluhan lembaga pers mahasiswa dari berbagai kampus turut menyatakan dukungannya, mulai dari Forum Pers Mahasiswa Riau yang dengan tegas mengecam pembredelan tersebut hingga munculnya seruan aksi solidaritas oleh Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI).

Tak dapat dimugkiri, lembaga pers mahasiswa hingga saat ini tidak lepas dari bayang-bayang ancaman pembredelan dan kekerasan terhadap para jurnalisnya. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) menyatakan “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.” Namun, lembaga pers mahasiswa sejauh ini tidak termasuk sebagai entitas yang secara rigid dilindungi oleh UU Pers, karena Pasal 9 ayat (2) undang-undang tersebut menyatakan “Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.” Sementara dalam hal ini, lembaga pers mahasiswa bukan merupakan badan hukum. Dengan demikian, Lembaga Pers Mahasiswa secara normatif belum memiliki perlindungan hukum dari tindakan-tindakan yang mengancam kebebasan pers seperti pembungkaman, kekerasan terhadap jurnalis mahasiswa, hingga ancaman pembredelan. 

Rentannya kondisi lembaga pers mahasiswa membuat masing-masing dari lembaga tersebut berintensi untuk berjejaring satu sama hingga terbentuk forum atau perhimpunan pers mahasiswa. Forum dan perhimpunan tersebut pada umumnya bertujuan untuk mengukuhkan eksistensi pers mahasiswa, terutama dalam menghadapi ancaman pembungkaman dan pembredelan. Tepat seperti yang diungkapkan Yohanes Maharso, Sekretaris Jenderal PPMI Yogyakarta, “Perhimpunan pers seperti PPMI, perlu hadir sebagai ruang jaringan. Bukan hanya jaringan relasi antar lembaga pers mahasiswa, namun terutama sebagai jaring pengaman ketika LPM kesulitan menghadapi sebuah isu permasalahan di LPM-nya sendiri.”

Sebagai salah satu perhimpunan pers di Indonesia dengan sejarahnya yang panjang, Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) mencoba tetap kukuh menjalankan fungsinya untuk menjadi pemantik semangat pers di Indonesia. Sebagai bukti, pada tanggal 24 sampai tanggal 27 Februari 2022 lalu, PPMI berhasil menggelar Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) di Yogyakarta, dengan dihadiri oleh lebih dari 200 peserta perwakilan dari berbagai lembaga pers mahasiswa di seluruh Indonesia. Mukernas XIV PPMI tersebut mengusung slogan “Suara Persma, Suara Inklusivitas,” yang juga disepakati bersama menjadi patokan arah gerak dan komitmen PPMI setidaknya untuk satu tahun kedepan. Slogan tersebut pula yang membuat Mar’a, salah satu peserta Mukernas XIV PPMI, tertarik dan berkenan meluangkan waktunya berangkat dari Pontianak ke Yogyakarta untuk hadir mewakili lembaga pers mahasiswanya, LPM Mimbar Universitas Tanjungpura. 

“Saya berharap ajakan untuk menyuarakan inklusivitas bisa diterima oleh banyak pers mahasiswa. Kami di Kalimantan Barat sendiri juga sudah mulai melakukan itu. Bagi kami, cukup sulit untuk menyuarakan suara inklusivitas sendirian. Jadi, kalau seluruh Indonesia melakukan hal yang sama, pasti suaranya akan lebih didengar,” papar Mar’a. Selebihnya, Mar’a merasa kesempatan untuk berafiliasi dengan pers mahasiswa lain sangat baik, terutama karena LPM-nya sendiri juga pernah mendapat tekanan dari pihak kampusnya.

Kevin Aryatama, peserta Mukernas XIV PPMI, yang mewakili LPM Inma Universitas Bangka Belitung juga mengungkapkan hal yang sama. Ia rela datang dari Bangka Belitung untuk hadir di Mukernas XIV guna mengetahui bagaimana langkah PPMI dan pers mahasiswa lain di Indonesia. “Di Bangka Belitung, kami cukup sulit membangun jaringan pers mahasiswa karena jumlah lembaga pers mahasiswa masih sangat sedikit. Kesempatan untuk bergabung dengan pers mahasiswa lain di PPMI sangat baik agar sesama pers mahasiswa dapat saling memberikan dukungan,” ujarnya. 

Di tengah ancaman pembungkaman, pers mahasiswa seluruh Indonesia mencoba bersatu untuk mempertahankan eksistensi dengan tetap percaya bahwa kehadirannya akan tetap relevan di masa kini hingga masa-masa yang akan datang. 

“Pers mahasiswa jangan sampai tumpul untuk mengawal. Justru kita mengisi slot atau tempat yang belum diisi media mainstream, murni untuk memperjuangkan kebenaran, dengan verifikasi data yang ketat, independensi. Sehingga sampai kapanpun pers mahasiswa tetap memiliki porsi dalam pergerakan,” papar Yohanes menegaskan.

Penulis : Fatih Erika

Penyunting : Alvin Danu

Leave a Reply

Your email address will not be published.