web analytics
Ketidakabadian yang Menyenangkan

Ketidakabadian yang Menyenangkan

Tak ada yang pasti di jagat raya ini selain kedatangan dan kepergian. Kita tak akan kehilangan apapun karena kita tak pernah memiliki apa-apa. Alam semesta hanya menjanjikan ketidakabadian yang menyenangkan.

 

Bella menatap sunyinya danau yang menggenangi Wisdom Park di sore hari yang sangat cerah. Ia memerhatikan satu per satu kupu-kupu, capung, dan anggang-anggang yang bertebaran di sekitar tempat duduknya. Hari ini ia berjanji kepada Aries untuk menceritakan kegelisahan yang menyelimuti pikirannya.

Lima menit kemudian, Aries tiba dan segera duduk di samping Bella. Ia segera membalas senyum manis Bella yang selalu ia rindukan dengan sapaan yang lembut. Pertemuan yang singkat satu tahun lalu membawa keduanya pada persahabatan yang erat sampai hari ini. Mereka mulai membuka obrolan soal kabar satu sama lain, hingga cerita lucu yang mereka alami di kampus masing-masing. Percakapan yang diiringi candaan itu mereka lakoni di pinggir danau yang hampir menggenangi separuh luas taman.

Sayangnya, Bella belum bisa tertawa lepas karena masih teringat persoalan yang baru saja dialaminya seminggu yang lalu. Ia ditinggalkan oleh Hans setelah mereka menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih selama tiga tahun. Bella tak pernah menyangka hubungan yang telah dijalaninya bersama Hans akan berakhir secepat ini.

Saat masih bersama dengan Hans, Bella selalu merasa  ikatan cinta  mereka kelak akan membawanya pada kebahagiaan—yang mungkin—hingga maut memisahkan. Di sela-sela lamunannya, Bella  bertanya-tanya apakah setiap orang dapat merasakan kebahagiaan hakiki di dunia. Ia penasaran mengapa jatuh cinta kepada seseorang dapat membawa sedikit perasaan senang meskipun rasa getir suatu saat bisa hadir.

Aries telah mendengar hal ini empat hari lalu dari teman-temannya. Saat itu ia masih di luar kota sehingga pada hari kepergian Hans dirinya tak bisa hadir di samping Bella. Tak lama, Aries tersenyum dan menatap kedua mata indah Bella yang nampak seperti kilauan safir bintang.

“Apa yang kamu rasakan sekarang?” tanya Aries.

“Aku merasakan duka yang mendalam. Rasanya, aku marah kepada Tuhan!” “Mengapa kamu marah kepada-Nya?”

Bella menjawab dengan tegas, “Dia telah mengambil orang yang istimewa bagiku. Aku tak pernah membayangkan akan menemukan kesedihan sedalam ini saat kehilangan orang yang sangat kucintai. Aku telah melewati perjalanan yang  panjang selama menemani ia berobat untuk kesembuhan kankernya. Namun, dalam sekejap, ia telah tiada.”

Aries berkata lirih., “Aku turut berduka, Bel. Sekarang, tidak masalah jika kamu meluapkan emosi-emosi itu. Hal itu  wajar. Namun, kamu tak perlu bersedih terlalu lama.”

Bella meneteskan air mata meskipun ia tak mau terlihat sedang menangis di hadapan siapa pun. Aries segera memeluk sahabatnya dengan hangat. Ia selalu mengingatkan Bella untuk tidak menyimpan emosi yang meledak-ledak terlalu lama dalam batinnya. Aries khawatir jika emosi-emosi negatif yang tertimbun di alam bawah sadar Bella akan menimbulkan neurosis1 sehingga dapat merusak kejiwaannya.

Sambil menggenggam kedua telapak tangan Aries erat, Bella meneruskan, “Aku telah kehilangan Hans. Aku kehilangan segalanya. Ia telah pergi untuk selamanya.”

“Kamu tidak kehilangan apapun karena kamu tidak pernah memiliki apa-apa.” 

“Apa maksudmu?”

“Aku akan bercerita padamu soal ketidakabadian,” lanjut Aries. “Apakah kamu menyadari bahwa tak ada sesuatu yang abadi di dunia ini, sebab segala sesuatu yang pernah dimulai cepat atau lambat akan segera berakhir?”

“Sepertinya itu benar,” kata Bella sambil menyeka air matanya. “Coba teruskan.”

“Segala sesuatu yang ada di dunia ini selalu memiliki awal dan akhir. Kamu sekarang sedang menghadapi salah satu hukum alam yang menghendaki ketidakabadian.”

“Jadi maksudmu, segala sesuatu yang ada di dunia ini akan berakhir?”

“Betul sekali,” sambung Aries. “Alam semesta—termasuk bumi sebagai bagian darinya—memiliki fase awal. Kita pernah mendengar soal Big Bang2 yang menjelaskan tentang permulaan jagat raya. Kini, alam dunia ini pun sedang menuju fase akhirnya. Hal sama terjadi pula  kehidupan kita. Semua berawal dengan perkenalan hingga pada ujungnya akan berakhir dengan perpisahan. Semuanya terikat pada hukum ketidakabadian. Segala sesuatu pernah tidak ada, kemudian ada, lalu akan menuju ketiadaan.”

 

1 Gangguan psikologis yang mempengaruhi perilaku seseorang akibat memendam konflik emosional di dalam

unconsciousness mind (pikiran tidak sadar). Selengkapnya dalam teori psikoanalisa Sigmund Freud.

2 Teori yang menjelaskan bahwa alam semesta terbentuk dari ledakan besar yang terjadi pada milyaran tahun lalu.

 

“Aku rasa itu benar. Perlahan aku mulai memahami maksudmu. Kita tidak akan kehilangan apa-apa sebab segala hal yang sekarang kita miliki tak akan bersama kita selamanya. Setiap pertemuan sama artinya dengan menunda perpisahan. Semuanya tak ada yang abadi!”

“Kamu tidak akan kehilangan apa-apa melainkan belenggu ketergantungan.” Aries melanjutkan, ”Kamu harus mulai merelakan ketergantungan terhadap apapun yang tidak abadi.”

Bella menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi yang ia duduki. Ia mulai merenungi bahwa perpisahannya dengan Hans adalah bagian dari takdir dan bukan suatu hal yang harus berlarut-larut dipikirkan. Rasanya ketidakabadian yang menyelimuti dunia adalah hal yang wajar. Bella mulai berpikir kalau kepergian Hans sejatinya adalah bagian dari hukum alam. Setelah cukup lama berkontemplasi, ia sadar untuk tak perlu menyalahkan keadaan.

Bella mencatat beberapa gagasan penting dari percakapannya bersama Aries dalam buku harian yang dibawanya. Ia mencatat ide-ide baru soal ketidakabadian ini secara terperinci. Sesekali ia mengungkapkan deretan gagagan itu di hadapan Aries dengan gaya bahasanya sendiri. Namun, Bella masih penasaran mengapa ia selalu menemukan kedatangan dan kepergian sepanjang hidupnya. Di tengah hembusan angin yang cukup sejuk, Aries meletakkan kacamatanya ke atas dahi dan mulai berbicara sambil memandang jernihnya danau kehijauan yang nampak seperti batu zamrud.

“Segala sesuatu di dunia ini datang dan pergi silih berganti. Orang-orang yang berkesempatan untuk hadir hari ini belum tentu akan membersamai kita selamanya. Mereka secara bergantian mengambil gilirannya masing-masing. Sebagian dari mereka kita temui saat masih kanak-kanak, sebagian lain kita jumpai saat sudah dewasa. Seiring dengan datangnya orang-orang baru, kita akan  melihat perginya orang-orang yang telah lama kita kenal. Apakah kamu sadar perlahan kita kehilangan kabar kawan-kawan baik kita sewaktu kecil

seiring dengan bertambahnya orang yang kita kenal saat tumbuh dewasa?” ungkap Aries.

“Aku rasa kamu benar,” sahut Bella. “Semuanya datang dan pergi. Sebelum aku berpacaran dengan mendiang Hans, aku sempat jatuh hati pada Joey dan Rafles. Namun bedanya, kedua laki-laki itu meninggalkanku karena berselingkuh. Aku sangat sedih karena tak bisa lagi bertemu dengan sosok yang begitu istimewa seperti Hans untuk selamanya.”

“Kamu masih berkesempatan untuk menemuinya. Mungkin Hans akan memulai hidup baru dalam wujud orang lain,seperti kata mereka yang percaya reinkarnasi. Atau bisa jadi, ia sekarang telah berada di surga dan kamu akan segera menyusulnya.”

Bella tersentak dan berdiam sebentar. Ia secara perlahan mencerna kalimat Aries.

“Aku teringat pada sebuah nasihat termasyhur Kaum Stoa3: untuk apa kita mengharapkan kebahagiaan dari sesuatu yang kelak akan meninggalkan kita? Setiap perkenalan adalah perpisahan yang tertunda! Segala hal dunia ini akan meninggalkan kita!” pungkas Aries.

Aries mulai berdiri dan mengajak Bella untuk menyusuri jalan setapak yang mengelilingi danau. Sambil berjalan pelan dan memerhatikan satu per satu bunga yang bertebaran di sekelilingnya, Bella mulai merenungi banyak hal. Ia pernah bahagia sebelum memiliki hubungan istimewa dengan Hans. Ia teringat masa ketika dirinya masih sendiri tanpa memiliki satupun kekasih. Setiap kali seorang laki-laki tiba sebagai orang baru dalam hidupnya, ia merasakan indahnya kedatangan. Namun, ia sadar harus bersiap apabila suatu hari akan mengecap pahitnya kepergian. Bella mulai meyakini bahwa datang dan pergi adalah sesuatu yang pasti di dunia. Sekarang, ia hanya perlu belajar untuk membiasakan diri untuk kembali menjalani hidup sendiri.

Meskipun telah menyadari soal ketidakabadian yang ada di dunia, rasa keingintahuan Bella kembali memuncak. Ia kembali bertanya kepada Aries mengapa manusia bisa merasakan luka yang begitu mendalam terhadap sesuatu yang pada hakikatnya fana. Sambil memerhatikan beraneka ikan warna-warni yang berenang kesana-kemari di dalam danau, Aries meneruskan.

“Apakah kamu sadar bahwa setiap luka yang hadir akan membuat seseorang menjadi semakin kuat?” tanya Aries.

“Ya,” sahut Bella.“Aku pikir itu benar. Kita belajar banyak hal dari setiap luka yang kita alami. Dari sana, seseorang bisa tumbuh menjadi lebih bijak dalam menghadapi setiap konflik.”

Aries melanjutkan, “Aku pikir setiap konflik atau permasalahan itu dapat diibaratkan seperti anak tangga kebijaksanaan yang hari demi hari kita daki. Bermacam-macam masalah yang dihadapi seseorang dapat mengajarkannya sedikit demi sedikit soal kebijaksanaan. Konflik yang dihadapi setiap orang—yang berjalan menurut hukum dialektika4akan meningkatkan taraf kepribadian mereka masing-masing menjadi lebih tinggi daripada sebelumnya.”

Bella sejenak berhenti berbicara untuk merenung sebentar dan segera melanjutkan, “Apabila setiap luka dapat membuat kita semakin kuat, apakah itu berarti kita harus menerima sekaligus berdamai dengan itu semua?”

3 Salah satu mahzab filsafat terbesar di era Yunani Kuno pasca Plato dan Aristoteles.

4 Ajaran Hegel, filsuf Jerman, yang menggambarkan bahwa segala sesuatu di dunia ini berjalan penuh dengan pertentangan antara satu sama lain untuk menuju terciptanya suatu keadaan yang mendekati kesempurnaan.

“Aku rasa begitu,” sambung Aries. “Kekecewaan, kesedihan, dan penderitaan yang dialami setiap adalah sesuatu yang wajar, sebab itu semua adalah konsekuensi dari keterbatasan manusia. Oleh karena itu, menyikapi setiap luka dengan menerima dan berdamai dengannya adalah salah satu cara untuk menyadari kodrat manusia yang terbatas.”

Bella tersenyum senang. Ia telah menumpahkan semua kegelisahan yang cukup lama mengganggu pikirannya. Sekarang ia mulai sadar bahwa kesedihan itu adalah hal yang wajar dihadapi manusia. Perlahan ia menyadari satu hal: kesedihan adalah suatu keadaan yang menunjukkan belum tercapainya kebahagiaan. Tanpa adanya kesedihan di dunia ini, mungkin manusia tak akan pernah mengenal sesuatu yang disebut sebagai kebahagiaan. Bella mulai bertekad untuk menerima segala macam duka yang dialaminya selepas kepergian Hans.

***

Aries mengajak Bella untuk pulang karena matahari sebentar lagi tenggelam. Sementara itu, riuh jangkrik sudah mulai terdengar nyaring seiring dengan semakin sepinya taman. Sambil berjalan keluar taman, Bella menanyakan hal terakhir untuk Aries.

“Apakah kita bisa hidup bahagia di tengah jagat raya yang tak abadi ini tanpa menggantungkan sedikit pun harapan kepada orang lain?” tanya Bella.

“Tentu saja bisa.”

“Kalau begitu, dari mana aku akan mendapatkan kebahagiaan?”

“Kebahagiaan berasal dari diri sendiri. Dengan memahami dan menerima diri sendiri, sekaligus memperbaiki kepribadian dan terus belajar untuk menjadi lebih baik, kita dapat mencapai kebahagiaan. Kita tak perlu lagi memiliki ketergantungan kepada siapapun atau bahkan memaksakan orang lain untuk membuat diri kita bahagia, sebab kitalah kebahagiaan itu sendiri. Kita yang berwenang menentukan kebahagiaan bagi diri kita sendiri, bukan orang lain.”

“Apakah dengan menerima diri sendiri dan terus memperbaikinya akan membawa kita pada kebahagiaan yang sempurna?” tanya Bella sebelum mereka pulang.

Aries meneruskan, “Meskipun kita telah menemukan jalan menuju kebahagiaan dengan bertumpu pada diri kita sendiri, kita masih belum bisa bahagia dengan sempurna. Alam semesta hanya menjanjikan ketidakabadian yang menyenangkan, sedangkan diri kita hanya dapat menawarkan ketidakabadian yang membahagiakan. Kebahagiaan yang sempurna hanya dapat kita peroleh di dalam keabadian yang membahagiakan—yang mana untuk mencapainya, kita membutuhkan arahan Sang Pemberi Kebahagiaan.”

 

Karangan ini merupakan hasil obrolan hangat antara pengarang dengan seorang kawan karib tentang kebahagiaan dan keabadian yang pernah diperbincangkan pada November 2020.

 

Pengarang: Savero Aristia Wienanto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *