web analytics
Aksi Berbalut Panggung Budaya, Mahasiswa Jogja: Demo Tak Selalu Tentang Kerusuhan

Aksi Berbalut Panggung Budaya, Mahasiswa Jogja: Demo Tak Selalu Tentang Kerusuhan

“Ini pertama kalinya, demo mahasiswa Yogyakarta tanpa kericuhan. Benar-benar damai, diiringi pertunjukan-pertunjukan seni. Seperti inilah seharusnya wajah mahasiswa Jogja,” sorak perwakilan pedagang Malioboro memberikan sambutan di atas panggung rakyat yang digelar di tengah Jalan Jenderal Ahmad Yani, Yogyakarta, pada Kamis (15/9).

—————————————-

Siang hari itu, sekelompok mahasiswa dari berbagai universitas di Yogyakarta yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB), kembali menggelar unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM. Aksi ini merupakan bentuk kritikan mahasiswa terhadap berbagai kebijakan pemerintah, terutama penaikan harga BBM, yang semakin menyengsarakan masyarakat secara umum.

Diketahui aksi ini merupakan kelanjutan dari aksi sebelumnya terlaksana pada hari Senin, 12 September 2022 yang dilakukan di depan gedung DPRD DIY. Hal ini dilakukan lantaran tidak adanya respon positif dari pihak pemerintah mengenai tuntutan yang telah disampaikan sebelumnya. Sehingga massa melakukan aksi lanjutan untuk meminta kejelasan kepada pemerintah mengenai tuntutan yang telah disuarakan pada aksi yang terdahulu. 

“Kalau teman-teman ingat, pada tanggal 12 kemarin, kita sudah memberikan ultimatum kepada DPRD DI Yogyakarta. Apabila dalam tiga hari setelah aksi kemarin, mereka tidak memberikan respon untuk tuntutan kita, maka kita akan berkunjung lagi,“ ujar Brian, salah satu peserta aksi, ketika ditanya alasan diadakannya aksi hari itu.  

Secara umum, tuntutan aksi ini ditujukan kepada pemerintah pusat maupun daerah agar dapat segera mencabut kebijakan kenaikan harga BBM.

Demonstrasi kali itu merupakan panggilan terbuka untuk seluruh masyarakat yang terdampak kebijakan pemerintah terkait kenaikan harga BBM. Seluruh lapisan masyarakat, tidak hanya mahasiswa, dipersilahkan untuk bergabung, mengikuti, bahkan diberikan tempat untuk menyampaikan aspirasinya dalam panggung rakyat yang telah disiapkan. Dalam seruannya, Bruce sebagai salah satu mahasiswa yang menjadi Tim Acara aksi tersebut menyatakan bahwa kenaikan BBM telah menyengsarakan masyarakat tidak hanya masyarakat kecil pra sejahtera, tetapi juga masyarakat menengah bahkan menengah-rentan. 

“Dampak naiknya harga BBM ini sangat besar dirasakan oleh teman-teman ojek online dan pedagang-pedagang di Beringharjo. Pertama, dengan naiknya harga BBM maka biaya untuk berkendara akan semakin tinggi. Yang kedua, kenaikan harga BBM akan mengakibatkan harga barang-barang lain ikut naik. Yang ketiga, sampai sekarang kita masih belum ramah dengan transportasi publik, sedangkan untuk jalur sepeda dan Transjogja fasilitasnya masih kurang. Sehingga himbauan dari kami adalah untuk menyediakan transportasi publik yang dapat dijangkau masyarakat” ujar Bruce.

Jumlah massa yang menghadiri demo kali itu tidak bisa dihitung secara pasti. Namun, sejumlah perwakilan mahasiswa dari beberapa kampus di Yogyakarta seperti UGM, UNY, UII, ISI, UTY, dan Amikom mendominasi kerumunan. Tidak hanya itu, perwakilan pelajar, dan pedagang juga turut hadir dan ikut serta dalam demonstrasi ini. 

—————————————

Aksi yang diberi tajuk #ArakArakanRakyat ini diawali dengan massa yang berkumpul di Bundaran UGM pada pukul 10.00 WIB. Selanjutnya massa melakukan longmarch ke arah Jalan Malioboro dengan tujuan akhir aksi di depan Pasar Beringharjo tempat diadakannya panggung rakyat. Sebelum sampai di tujuan akhir itu, massa sempat mampir ke kantor Cabang Pemasaran PT Pertamina DIY dan Surakarta. Massa menyampakan bagaimana kenaikan harga BBM pada akhirnya akan menyengsarakan rakyat miskin dan hanya memakmurkan pegawai Pertamina. Selain itu, massa aksi juga berhenti di depan Monumen Tugu Yogyakarta untuk kembali berorasi  sebelum memasuki daerah Malioboro. 

Selain meminta kejelasan atas tuntutan yang telah disampaikan, demonstrasi kali itu juga menambahkan empat poin tuntutan tambahan kepada pemerintah. Diantaranya: pertama menolak pasal-pasal Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tentang pasal-pasal perlindungan terhadap harkat martabat presiden, wakil presiden, pejabat lainnya, serta kekuasaan umum.

Kedua, menuntut Pemerintah dan DPR untuk melakukan pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi secara cepat dengan menggunakan prinsip pembentuk peraturan perundang-undangan. Terkait tuntutan ini, DPR akhirnya mengesahakan RUU Perlindungan Data Pribadi menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna ke-5 pada Selasa (20/9) lalu dilansir Tempo.

Ketiga, menuntut Pemerintah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat yang belum terselesaikan. Keempat, menuntut Pemerintah Pusat dan Daerah untuk membuka seluas-luasnya akses dan fasilitas transportasi publik.  

——————————-

Kegiatan aksi dan orasi oleh mahasiswa berlangsung tertib hingga akhir. Mahasiswa yang tergabung mengusung panggung budaya untuk menampilkan image agar demonstrasi tidak selalu tentang kerusuhan. 

“Kami dari ARB, berkeinginan untuk menyongsong acara yang kreatif dan inovatif sehingga image menyampaikan asosiasi atau yang juga kita sebut sebagai demo sosial, tidak selalu muluk-muluk tentang kerusuhan, tapi juga bisa dilakukan dengan cara yang fun, santai, dan penuh dengan keceriaan. Kedua, kita tahu Yogyakarta adalah pusat dari kebudayaan daerah, kuliner dan lain-lain, maka karena kota ini terkenal sebagai Kota Kebudayaan kita selaku mahasiswa dan juga rakyat, memilih untuk melakukan aksi kebudayaan disini,” ujar Bruce

Panggung budaya tersebut diisi dengan berbagai kegiatan dan pertunjukan seni. Diawali dengan orasi dari Kontra Tirano, Koordinator Acara ARB, kemudian dilanjutkan dengan orasi terbuka yang bertujuan memberikan wadah bagi mahasiswa agar dapat menyampaikan kritikannya secara bebas. Dalam aksi ini ada berbagai orasi yang disampaikan dari perwakilan mahasiswa UNY, UGM, Ketua Persatuan Pedagang Malioboro, dan perwakilan lainnya. 

Kemudian gelar panggung budaya dilanjutkan dengan lantunan lagu kritikan terhadap pemerintah yang ditulis dan dibuat sendiri oleh salah seorang mahasiswa yang berpartisipasi dalam aksi tersebut. Mahasiswa yang akrab dipanggil Mas Syifa menciptakan dua lagu kritikan terhadap pemerintah. Salah satu lagunya menceritakan penderitaan rakyat miskin dikarenakan kebijakan pemerintah yang seolah-olah menjadi musuh masyarakat. Kemudian gelar panggung budaya dilanjutkan dengan pembacaan geguritan bahasa Jawa dari perwakilan Mahasiswa Filsafat UGM. 

Dalam aksi ini, mahasiswa UGM sempat secara simbolis membakar almamater mereka sebagai bentuk kekecewaannya terhadap kampus dengan label Kampus Kerakyatan tersebut. Mahasiswa UGM menilai jika universitasnya tidak memberikan sikap atas masalah yang dihadapi masyarakat, di antaranya kenaikan harga BBM dan regulasi-regulasi lain yang dinilai bermasalah.

“Kami ingin tidak ada lagi alumni UGM yang menjadi pejabat maupun kalangan pemerintahan yang kemudian pada akhirnya lupa kepada masyarakat, pada akhirnya tidak mementingkan kesejahteraan masyarakat,” kata Agung, salah satu mahasiswa UGM yang menjadi orator dalam aksi tersebut.

Reporter: Indriana, Sekar, Lintang

Penulis: Indriana, Fia, Lintang

Penyunting: Latif Putri

Leave a Reply

Your email address will not be published.