web analytics
Problematika Sampah di Yogyakarta: Sekelebat Solusi dan Tantangannya

Problematika Sampah di Yogyakarta: Sekelebat Solusi dan Tantangannya

Masalah sampah di Yogyakarta sudah menjadi masalah yang serius sejak lama. Berita mengenai buruknya pengelolaan sampah di salah satu Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di kota tersebut sempat viral pada pertengahan tahun 2022 lalu karena menuai reaksi negatif masyarakat setempat yakni TPST Piyungan, Bantul. Mengutip dari Detik.com, pada Senin (9/5) warga setempat secara serentak menutup akses jalan menuju TPST Piyungan sehingga menyebabkan sampah menumpuk di beberapa titik jalan umum. Pemandangan tersebut cukup mengejutkan bukan hanya bagi warga lokal tetapi, juga seluruh warga Indonesia yang turut prihatin dengan kondisi pengelolaan limbah di Yogyakarta. Kendati demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa masalah pengelolaan sampah tidak hanya terjadi di Yogyakarta. Masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang juga mengalami permasalahan yang sama.

Penutupan akses jalan menuju TPST Piyungan terjadi karena warga merasa tidak puas terhadap kondisi pengelolaan limbah di TPST tersebut yang ternyata membawa banyak dampak buruk bagi warga yang tinggal sekitarnya. Salah satu dampak buruk tersebut ialah limbah dari TPST yang mencemarkan aliran air di sekitar kampung tersebut. Air hujan yang jatuh ke atas limbah dan diserap oleh tanah ternyata membawa kandungan-kandungan buruk dari limbah hingga akhirnya mencemarkan aliran air di sekitar TPST. Merespon hal tersebut, warga akhirnya melakukan aksi unjuk rasa untuk membawa permasalahan ini kepada perhatian publik. Menanggapi permasalahan tersebut, adapun solusi yang diberikan oleh pemerintah adalah pemindahan letak TPST dari Piyungan ke Bantul. 

Sebenarnya pemindahan ini telah direncanakan sejak lama. Hal ini dikarenakan TPST Piyungan yang dibuka pada tahun 1996 seharusnya berhenti beroperasi pada 2016 lalu, tetapi pada faktanya masih beroperasi hingga saat ini. Keterbatasan lahan di TPST Piyungan ditambah dengan meningkatnya kapasitas sampah di Yogyakarta menjadi urgensi tersendiri pentingnya penambahan TPST, Tempat Pembuangan Akhir (TPA), maupun Tempat Penampungan Sementara (TPS) di Yogyakarta, dimana selama ini TPST Piyungan menampung sampah hampir dari seluruh penjuru Provinsi Yogyakarta, yakni dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Selain pemindahan dan penambahan lokasi TPST, penataan TPST juga tidak kalah penting. Mengingat bahwa selama ini hampir 65,83% sampah di Indonesia masih menggunakan sistem Sanitary Landfill yakni menguruk sampah dengan tanah. Mengutip dari Kumparan.com, Jito selaku Kepala Balai Pengelolaan Sampah di TPST Piyungan menuturkan bahwa saat ini pemerintah daerah tengah berusaha melakukan penataan guna mengusung konsep baru penerapan teknologi sebagai pengganti Sanitary Landfill.

Tren kenaikan kapasitas sampah di Yogyakarta melonjak signifikan pada masa pandemi. Melansir dari Kumparan.com, Jito menjelaskan bahwa, kapasitas sampah yang biasanya berkisar di angka 550-600 ton per hari, sekarang sudah mencapai 773-800 ton per hari. Sebagai upaya mengatasi permasalahan yang ada selain dengan rencana penambahan TPST, TPA, maupun TPS Reduce, Reuse, dan Recycle (3R), Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemprov DIY) pun menggencarkan sosialisasi mengenai pemilahan sampah organik dan anorganik bagi semua rakyat Provinsi DIY Pada awal tahun 2023 ini. Akan tetapi, pada faktanya sosialisasi tersebut kurang efektif karena menurut hasil wawancara yang dilakukan oleh tim liputan BPPM Mahkamah, pada hari Selasa, 21 Februari 2023 di TPA Klebengan, limbah sampah yang sampai di depo-depo sampah masih perlu dipilah oleh pekerja-pekerja yang berada di depo sampah. Terdapat 5-7 pekerja yang naik ke atas truk sampah untuk melakukan pemilahan, sampah seperti botol plastik, kardus, kertas, dan sampah anorganik lainnya dipisahkan untuk didaur ulang. Hal tersebut terjadi karena sosialisasi yang dilakukan kurang masif,  hanya segelintir masyarakat saja yang mengetahui mengenai sosialisasi pemilahan sampah tersebut. Padahal program pemilahan sampah berdampak signifikan untuk mengurangi kapasitas sampah yang dikirim ke TPA maupun TPST. 

Mengutip dari Republika.co.id program pemilahan sampah di TPS Nitikan I dan II (TPS 3R Nitikan I & II) dapat mengurangi jumlah sampah yang masuk ke TPST Piyungan hingga 80 ton per harinya. Baik dengan cara mendaur ulang sampah anorganik maupun dengan pemanfaatan ulang sampah organik menjadi kompos melalui bak-bak fermentasi. Nantinya, untuk sampah yang tidak bisa didaur ulang kemudian akan dibawa ke TPST Piyungan. TPS Nitikan dilengkapi dengan fasilitas mesin-mesin yang dapat membantu mendaur ulang sampah-sampah plastik. Melihat keefektifan adanya mesin pendaur ulang tersebut dalam upaya mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan, maka diharapkan agar fasilitas-fasilitas tersebut tidak hanya ditempatkan di TPS 3R, namun di setiap TPS yang ada. 

Permasalahan sampah bukan hanya menjadi tanggung jawab negara atau pihak-pihak tertentu. Permasalahan sampah dan tanggung jawab untuk menyelesaikannya menjadi tanggung jawab kita semua sehingga menjadi penting pelibatan seluruh elemen di masyarakat khususnya dalam pengelolaan sampah. Melalui kegiatan “Compost Day – Kompos Satu Negeri” yang diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun (Dirjen PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang akan dicanangkan pada Minggu, 26 Februari 2023 mendatang di Lapangan Banteng, Jakarta harapannya dapat meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat untuk mengelola sampah organiknya menjadi kompos sebagai salah satu upaya untuk menyelesaikan permasalahan sampah di Indonesia. Sebagai informasi, mengutip dari HarianJogja.com, Rosa Vivien, selaku Dirjen PSLB3 KLHK menjelaskan bahwa jika seluruh masyarakat Indonesia mampu melakukan pengomposan sampah organik sisa makanan setiap tahunnya, maka dapat mengurangi 10,92 juta ton sampah yang dibawa ke TPA serta dapat mengurangi emisi Gas Rumah Kaca sebesar 6,834 juta ton CO2eq. Berdasarkan data KLHK 2022, jumlah timbunan sampah di Indonesia yang sudah mencapai 68,7 juta ton per tahun sebagian besar didominasi oleh sampah organik dengan komposisi sisa makanan mencapai 41,27%. 

Untuk menyelesaikan permasalahan sampah yang ada, tidak dapat dicapai hanya dengan mengandalkan pemerintah saja, baik pusat maupun daerah. Menjadi penting agar seluruh elemen baik dari tingkat masyarakat hingga institusi pengelolaan sampah setempat serta jajaran pemerintahan pusat saling bahu membahu untuk menemukan solusi dan saling mendukung dalam pelaksanaannya. Segala partisipasi kita, mulai dari merubah pola hidup akan sangat berdampak bagi penyelesaian permasalahan ini. 

 

Reporter: Muhammad Annas & Christantyna Ashley

Penulis: Christantyna Ashley

Penyunting: Yogi

Leave a Reply

Your email address will not be published.