web analytics
Seruan Tolak Uang Pangkal di Kampus Kerakyatan: Pendidikan Hanya Bagi yang Mampu?

Seruan Tolak Uang Pangkal di Kampus Kerakyatan: Pendidikan Hanya Bagi yang Mampu?

Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) dibawah koordinasi Aliansi Mahasiswa UGM melakukan aksi unjuk rasa dengan tajuk “Seruan Aksi Tolak Uang Pangkal” di Balairung UGM pada Senin (13/03). Unjuk rasa tersebut merupakan tindak lanjut dari konsolidasi pada Januari lalu, untuk menyuarakan aspirasi penolakan rencana kebijakan uang pangkal yang akan diterapkan di UGM mulai tahun ajaran 2023/2024.

Dalam aksi unjuk rasa itu, mahasiswa melakukan dialog bersama dengan Ova Emilia selaku Rektor UGM beserta jajarannya. Dialog tersebut menghasilkan Memorandum of Understanding (MoU) yang disepakati dan ditandatangani bersama di depan massa aksi. Substansi MoU tersebut memuat janji Rektor UGM bahwa perwakilan mahasiswa setiap Fakultas dan Sekolah Vokasi akan dilibatkan dalam proses pelaksanaan kebijakan Sumbangan Solidaritas Pendidikan Unggul (SSPU) dan berhak untuk ikut serta menetapkan mahasiswa yang akan menerima tanggungan subsidi. 

Pada aksi unjuk rasa yang diselenggarakan di Balairung tersebut, Rektor UGM beserta jajarannya juga menanggapi beberapa pertanyaan dari kalangan mahasiswa mengenai urgensi penerapan uang pangkal di UGM. 

Ova Emilia menerangkan bahwa penerapan uang pangkal pada penerimaan mahasiswa baru jalur Ujian Mandiri 2023/2024 merupakan imbas dari berkurangnya bantuan dana alokasi PTN-BH yang diberikan pemerintah. Akibatnya, biaya kuliah tunggal tidak terpenuhi. Penerapan uang pangkal menjadi alternatif untuk menutupi defisit keuangan. Selain itu, beliau menambahkan keberadaan uang pangkal akan membantu meringankan biaya kuliah mahasiswa kalangan ekonomi menengah ke bawah dengan penerapan subsidi silang. 

“Iya, kedepannya kami (UGM) akan seperti kampus lain, menerapkan uang pangkal”, ucap Ova Emilia. Lebih lanjut, beliau menegaskan bahwa uang pangkal atau yang disebut sebagai Sumbangan Solidaritas Pendidikan Unggul (SSPU) akan dikenakan pada mahasiswa yang masuk melalui Ujian Mandiri.

Saat forum diskusi berlangsung, salah seorang perwakilan mahasiswa mengeluhkan mengenai ketidakterlibatan mahasiswa dalam perumusan kebijakan terkait Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Sumbangan Solidaritas Pendidikan Unggul (SSPU) yang diumumkan pada website resmi UM UGM dua hari yang lalu (11/03). Padahal sebelumnya telah dilakukan konsolidasi terkait isu tersebut. Sedangkan perwakilan mahasiswa lainnya berpendapat kebijakan SSPU sendiri tidak sesuai dengan jati diri UGM sebagai kampus kerakyatan. 

“Mahasiswa di UGM yang membayar UKT maksimal hanya sepuluh persen dari seluruh jumlah mahasiswa, keliru jika uang pangkal berlaku untuk semua. Uang pangkal yang kita sebut sebagai sumbangan hanya berlaku bagi mereka yang masuk jalur mandiri dan satu lagi, dia harus termasuk ke dalam orang yang mampu, jika tidak mampu tidak perlu. Jadi ada empat persen dari total mahasiswa dan datanya sudah kita lihat dari simulasi tahun-tahun sebelumnya” ungkap Rektor UGM pada massa untuk menghindari adanya miskonsepsi mengenai pemberlakuan SSPU. Selain itu, beliau menyebutkan kebijakan tersebut merupakan sebuah cara menciptakan keadilan untuk membantu mahasiswa yang kurang mampu melalui subsidi silang

Sementara itu, Supriyadi menambahkan terdapat skema beasiswa yang bernama UKT Bersubsidi. Pada pelaksanaannya akan ada delapan skema UKT, untuk kelompok level 1 dan 2 akan disubsidi oleh universitas sebesar seratus persen yang artinya mahasiswa tidak perlu membayar uang kuliah. Kemudian, subsidi tujuh puluh lima persen, lima puluh persen, dua puluh lima persen, dan bagi yang berkemampuan akan membayar UKT pendidikan unggul dengan besaran yang sedikit lebih rendah dari UKT delapan, ”skema ini menurut kami lebih baik dan lebih berkeadilan bagi calon mahasiswa baru mulai tahun ajaran 2023/2024” 

Sebagai tanggapan akhir atas desakan mahasiswa yang tetap bersikeras agar UGM  menghapuskan kebijakan SSPU, Rektor UGM beserta jajarannya berjanji akan melibatkan perwakilan mahasiswa dalam pelaksanaan kebijakan SSPU. Janji tersebut kemudian dituangkan dalam MoU sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Langkah ini diambil oleh mahasiswa untuk mengantisipasi lagi ‘kecolongan’ terhadap kebijakan terkait Uang Pangkal. 

Pandu Wisesa selaku perwakilan mahasiswa saat dimintai keterangan mengatakan aksi ini bukanlah aksi yang terakhir, kedepannya mereka masih akan terus mengawal isu terkait SSPU. “Tentu nanti akan ada konsolidasi-konsolidasi dan pengawalan-pengawalan lanjutan sehingga nanti akan dijalankan seperti itu. Ya tentu bukan hanya aksi ya,” pungkasnya.

 

Penulis : Lintang Dyah, Amelia Sekar

Reporter : Lintang Dyah, Amelia Sekar, Yusuf Aryotejo, Fitria Amesti, Putri Pertiwi

Penyunting : Erika san Syahrico

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.