web analytics
PAMERAN SENI PANGARSA – ARSA PARAMARTA: KARYA SENI EKSPRESIKAN TRAUMA KEKERASAN SEKSUAL

PAMERAN SENI PANGARSA – ARSA PARAMARTA: KARYA SENI EKSPRESIKAN TRAUMA KEKERASAN SEKSUAL

Pameran seni bertajuk “Pangarsa – Arsa Paramarta” yang diselenggarakan pada Kamis-Rabu (1-7/05/2023) bertempat di galeri seni Indie Art, Jl. AS-Samawaat Barat No.99, Kec. Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta memanfaatkan karya seni sebagai wadah untuk mengekspresikan isu-isu kekerasan seksual.

Pameran tersebut dirancang oleh salah satu mahasiswi Institut Seni Indonesia (ISI), Astrella Aurellia yang didasarkan pada adanya keresahan yang dirasakan oleh kurator mengenai budaya patriarki yang tertanam pada tatanan masyarakat. Hal tersebut dinilai menjadi faktor munculnya kasus kekerasan seksual. Ironinya, tidak sedikit dari para penyintas yang  tidak menyuarakan keresahannya. 

“Awalnya sih merasa resah karena banyak kasus kekerasan seksual yang tidak tuntas serta banyak dari penyintas yang tidak berani bersuara”, ujar Astrella.

Pameran seni yang bertemakan kekerasan seksual tersebut diikuti oleh enam seniman, yang masing – masing memiliki konsepsi berbeda mengenai karyanya. Tidak hanya menyajikan karya seni rupa, pameran tersebut juga menyajikan penampilan – penampilan akustik, live mural, serta performing art yang turut memeriahkan acara.

Pada bagian sisi ruangan terdapat manekin atau patung peraga dari siswa SD hingga SMA yang membagikan pengalamannya mengenai pelecehan seksual yang terjadi padanya dan pada sisinya terdapat pesan dari pengunjung pameran seni yang memberikan semangat dan lain sebagainya. 

Pada bagian tengah ruangan, terdapat berbagai tulisan yang digantung berisi ucapan – ucapan yang mengarah pada pelecehan seksual di ranah pendidikan. Tulisan tersebut dapat menjadi wadah bagi pengunjung untuk memberikan suara atau tulisan terkait keikutsertaan mereka dalam melawan kekerasan seksual yang dapat dibagikan melalui media sosial pengunjung.

Adapun tantangan yang dihadapi kurator dalam menyelenggarakan pameran tersebut adalah proses penyatuan serta pengkombinasian antara karya seni lukis yang tidak mudah dan perlu memperhatikan ruang, esensi, arti dari karya, dan makna yang terkandung dibalik karya tersebut. 

Harapan kurator dengan diadakannya pameran seni ini adalah terciptanya wadah untuk edukasi dan wadah untuk bersuara bagi para korban/penyintas kekerasan seksual sehingga berani menyampaikan keluhannya. “Agar menjadi sarana edukasi serta menjadi wadah untuk bersuara,” terang Astrella. Ia juga berharap agar para penyintas tidak merasa sendiri dan mempunyai ruang aman. 

Reporter: Dinda Maulidina Putri & Aisyah Ridya Mustafa

Penulis: Dinda Maulidina Putri & Aisyah Ridya Mustafa

Penyunting: Yogi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *