web analytics
MENGADILI REZIM AUTOKRASI: RIBUAN MASSA GELAR AKSI KAWAL PUTUSAN MK DALAM JOGJA MEMANGGIL

MENGADILI REZIM AUTOKRASI: RIBUAN MASSA GELAR AKSI KAWAL PUTUSAN MK DALAM JOGJA MEMANGGIL

Kamis (22/08), seruan aksi yang bertajuk, ‘Jogja Memanggil: DPR dan Istana Melakukan Pembangkangan Konstitusi dan Mendzalimi Demokrasi’ telah digaungkan dengan melibatkan sejumlah aliansi serta mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia. Kekeliruan yang dilakukan DPR dalam menyikapi Revisi Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang diduga mengakomodir kepentingan satu pihak menjadi pemantik emosi bagi massa yang memadati Parkiran Abu Bakar Ali hingga Gedung Agung Yogyakarta. 

MASSA AKSI MEMADATI TITIK KUMPUL 

Pukul 10.30 WIB, Parkiran Abu Bakar Ali sudah dipadati oleh massa yang hadir dalam seruan aksi menolak pengesahan revisi UU Pilkada. Seluruh lantai dari parkiran tersebut sudah penuh terisi oleh kendaraan bermotor yang terparkir. Sementara itu, pemilik dari kendaraan bermotor di sana sudah turun memadati lantai satu, mempersiapkan diri untuk berdemonstrasi. Beragam aliansi turut memarakkan seruan aksi ini, terlihat dari banyaknya bendera dan identitas dari tiap aliansi yang dibawa, seperti bendera berwarna ungu bercorak menyerupai burung yang menjadi ciri khas Aliansi Jurnalis Independen (AJI). 

Sejumlah akademisi dari berbagai universitas pun terlihat turut mengambil peran dalam seruan aksi ini, tak terkecuali Dr. Herlambang P. Wiratraman, S.H., M.A., salah satu civitas akademik Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) yang hari itu juga terlihat mengikuti rangkaian aksi. 

Herlambang turut menyoroti bahwa keadaan saat ini merupakan keadaan yang buruk ditandai dengan elemen ketatanegaraan yang dirusak dengan cara-cara yang bertentangan dengan konstitusi. Aksi yang dilakukan masyarakat merupakan buah dari kekecewaan masyarakat terhadap situasi saat ini.

“Maka, aksi hari ini yang bergelombang dan mudah-mudahan terus bergelombang itu adalah bagian dari upaya proses membangkitkan kesadaran politik warga melawan pembodohan yang diciptakan oleh penguasa hari ini yang semena-mena. Saya kira itu saja bagi rakyat (yang) dibutuhkan, peran kawan-kawan semuanya…Tiran ketatanegaraan yang sedang dipraktikkan oleh Jokowi itu harus bisa dihentikan dan satu-satunya cara untuk menghentikan hal ini memang aksi jalanan karena nggak mungkin kita berharap dari parlemen,” ujar Herlambang.

PERGERAKAN MASSA MENUJU GEDUNG DPRD DIY

Setelah kurang lebih 2 (dua) jam berkumpul di Parkiran Abu Bakar Ali massa mulai bersiap dan bergerak ke jalan malioboro. Pergerakan diiringi nyanyian dan seruan pembakar semangat. Pada pukul 11.35 WIB demonstran tiba di depan gedung DPRD DIY dan dilakukan orasi dari perwakilan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menyampaikan keberpihakan terhadap rakyat dengan mengawal putusan MK dan menegaskan bahwa PKL yang setuju dengan penguasa sudah keluar dari PKL teras malioboro. 

“Kami dari PKL teras malioboro, kami tetap berjuang dengan rakyat. PKL yang setuju dengan penguasa itu anggota yang sudah keluar dari pkl teras. Kami berjuang bersama rakyat! Kawal putusan MK! Lawan!” ucap orator perwakilan PKL.

Setelah perwakilan dari pedagang kaki lima (PKL), orasi dilanjutkan oleh perwakilan mahasiswa. Orator mahasiswa menyampaikan pengingat kepada demonstran sebagai calon pemimpin di masa mendatang, “Kita generasi penerus bangsa yang akan memimpin negeri, jangan sampai kita seperti mereka. Kita akan terus kawal sampai keluar hasil sidang. Kedaulatan hanyalah milik rakyat bukan milik penguasa! kita jangan diam kawan-kawan! Lawan!”

Orator juga menyampaikan kekecewaan terhadap tindakan Dewan Perwakilan Rakyat yang justru menguntungkan penguasa, “DPR bukan dewan perwakilan rakyat, melainkan dewan penindas rakyat. Bagaimana mungkin perwakilan rakyat tidak patuh terhadap putusan Mahkamah Konstitusi?” Kemudian, massa kembali bergerak menuju titik 0 (nol) kilometer dan berhenti di depan Istana Kepresidenan Yogyakarta.

PENYAMPAIAN ORASI DI DEPAN GEDUNG AGUNG YOGYAKARTA

Pada pukul 13.10 WIB di depan Istana Kepresidenan Yogyakarta, seorang orator dari organisasi perempuan Yogyakarta menyuarakan kekecewaannya terhadap pemerintah. Ia mengecam langkah cepat pemerintah yang hanya membutuhkan satu jam untuk merevisi UU Pilkada demi kepentingan keluarga Presiden Jokowi, sementara RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang telah diperjuangkan selama 20 tahun belum juga dibahas. Orator tersebut menilai hal ini sebagai bukti bahwa pemerintah tidak memperhatikan aspirasi rakyat yang menuntut keadilan dan perlindungan.

Ia juga menyatakan bahwa kemerdekaan yang ada saat ini merupakan “pemerkosaan terhadap demokrasi,” menegaskan bahwa kemerdekaan seharusnya dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya oleh kaum oligarki. Kemerdekaan yang sejati, menurutnya, harus membawa manfaat bagi semua rakyat, bukan hanya untuk segelintir orang yang berkuasa.

Seorang peserta demo lainnya menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinilainya sudah jelas dan final, sehingga tidak boleh ada upaya hukum lebih lanjut. Ia menekankan bahwa masyarakat harus waspada terhadap potensi pelestarian oligarki dan menuntut hak mereka untuk memilih serta berpartisipasi dalam Pilkada. Peserta ini juga mengungkapkan kekhawatiran jika putusan MK hanya dijadikan acuan karena ketentuan 30 hari, yang dianggapnya sebagai bentuk pembangkangan terhadap konstitusi.

Peserta tersebut menegaskan, “Kami bukan bodoh, kami hanya diam karena kami paham ada yang mencoba memanipulasi pemerintahan.” Ia berharap semua pihak yang memahami konstitusi dapat mengambil langkah hukum melalui judicial review ke MK, meskipun ia meyakini bahwa Revisi UU ini kemungkinan besar akan disahkan di saat-saat terakhir, yang menurutnya merupakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi.

Massa aksi juga sempat meminta agar pintu Istana dibuka, namun permintaan tersebut tidak dikabulkan. Meski demikian, demo tetap berlangsung dengan lancar tanpa ada kericuhan, dan massa bersama-sama menyanyikan lagu Indonesia Raya.

TITIK NOL SEBAGAI TITIK AKHIR AKSI

Setelah memutuskan untuk beristirahat sejenak, massa kembali melanjutkan perjalanan menuju titik nol. Sepanjang perjalanan menuju titik nol, massa terus meneriakkan kata revolusi. Hal itu menunjukkan ketidakpuasan massa atas perilaku DPR dalam Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah.

“Hari ini dengan DPR menganulir putusan MK atau mau mengambil keputusan sendiri untuk melanggengkan kekuasaannya, wajib sebagai rakyat kita lawan,” ujar Yuliani, pimpinan Sarang Lidi Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan.

“Kalau soal revolusi, saya sangat setuju karena kebobrokan ini ada dimana-mana. Di era Jokowi itu penegak hukum sudah bisa dibeli dengan uang. Siapa yang punya uang dia yang menang padahal dia salah.  Jadi selalu yang menjadi korban adalah yang tidak punya uang, yaitu rakyat!” tambah Yuliani.

Poster dan spanduk mulai terpampang mengikuti para peserta demonstrasi yang mulai menduduki area titik nol dengan membuat formasi lingkaran. Di tengah formasi tersebut, sejumlah perwakilan aliansi masyarakat dan mahasiswa kembali menyampaikan keluh kesah dan ketidakpuasan akan perilaku dan gerak gerik pemerintah yang dirasa hanya menguntungkan pemerintah saja.

Reporter: Radea, Alfi, Chelsea, Nata, Zaki, Nesa, Annas, Adit, Lintang, Faisal, Putri, Yogi

Penulis: Alfi, Chelsea, Nata, Zaki

Penyunting: Annas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *