web analytics
SUARA LANTANG DARI FH UGM: PERNYATAAN SIKAP FH UGM ATAS PENGKHIANATAN KONSTITUSI KEPADA DPR & PRESIDEN

SUARA LANTANG DARI FH UGM: PERNYATAAN SIKAP FH UGM ATAS PENGKHIANATAN KONSTITUSI KEPADA DPR & PRESIDEN

Kamis (22/08), lima hari setelah hari kemerdekaan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera menganulir revisi Undang-Undang putusan Mahkamah Konstitusi nomor 60/PUU-XXII/2024 dan putusan nomor 70/PUU-XXII/2024. Hal itu membuat segenap masyarakat terkhusus akademisi baik dosen maupun mahasiswa tidak bisa diam. Fakultas Hukum UGM dengan sigap membuat Pernyataan Sikap mengenai ke kekarutmarutan negara selama dua hari terakhir. 

Wakil Dekan Fakultas Hukum UGM, Heribertus Jaka Triyana Mengatakan pernyataan sikap ini diserukan atas pengkhianatan konstitusi yang dilakukan DPR dan presiden. Dalam orasinya menyampaikan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi memberikan harapan besar untuk menyelamatkan demokrasi dari oligarki yang ingin memanipulasi pemilihan kepala daerah dengan mengusung calonnya berhadapan dengan calon boneka. 

“Revisi undang-undang pemilihan kepala daerah (pilkada) yang dilakukan secara tertutup, tanpa partisipasi masyarakat, tergesa-gesa, dan mengabaikan aspirasi publik, ditujukan untuk kepentingan dinasti politik,” lanjutnya.  

Dalam tegas nya Heribertus mendesak DPR dan Presiden untuk menghentikan pembahasan RUU TNI dan RUU Polri karena akan mengembalikan Dwi Fungsi ABRI, RUU Penyiaran yang akan membatasi kontrol media, RUU Dewan pertimbangan Agung yang secara praktik akan menghidupkan kembali lembaga yang sudah dihapuskan, RUU Mahkamah Konstitusi yang akan mengocok kembali komposisi hakim konstitusi agar supaya dapat dikontrol oleh pemerintah. 

“Praktik-Praktik Autocratic legalism ini harus dihentikan,” lantangnya. 

Orasi berikutnya disampaikan oleh salah satu dosen Hukum Tata Negara FH UGM, Mahaarum Kusuma Pertiwi bahwa hukum tata negara di Indonesia yang selama ini dipelajari di kelas dalam praktiknya tidak menunjukkan demokrasi di negara Indonesia. 

“Apa gunanya kita belajar kalau praktiknya tidak ada demokrasi di Indonesia?” lanjutnya. 

Civitas academika Fakultas Hukum UGM menyuarakan sejumlah sikap, diantaranya:

  1. Presiden dan DPR menghentikan proses Revisi UU Pilkada dan mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024;
  2. KPU menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024;
  3. Presiden dan DPR menghentikan pembahasan rancangan undang-undang yang menggerogoti demokrasi dan negara hukum pada masa transisi pemerintahan, antara lain RUU TNI, RUU Polri, RUU Penyiaran, RUU Dewan Pertimbangan Agung, dan RUU Mahkamah Konstitusi.
  4. Jika Revisi UU Pilkada dan berbagai RUU yang bermasalah terus dilanjutkan dengan mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi, maka kami mengimbau insan akademik dan segenap komponen masyarakat sipil melakukan perlawanan terhadap tirani dan autokrasi rezim Presiden Joko Widodo dan partai politik pendukungnya.

Orasi berikutnya disampaikan oleh perwakilan dewan mahasiswa justicia dengan tajuk “kami tidak akan diam: tolak pembangkangan dan rekayasa hukum terhadap putusan Mahkamah Konstitusi!” yang menyatakan bahwa langkah DPR jelas merupakan sebuah rekayasa hukum yang dilakukan secara sadar untuk mengingkari putusan MK untuk sebuah pengkhianatan besar terhadap konstitusi, nilai-nilai luhur demokrasi, dan kedaulatan rakyat.

Pernyataan sikap ini ditutup oleh dosen fakultas hukum UGM, Yance Arizona “bukan kali terakhir kita berkumpul. Kita akan berkumpul lagi di sini untuk menyuarakan lagi, berkumpul di jalan lagi sampai menang” 

Reporter: Tim Liputan BPPM Mahkamah

Penulis: Iffa Kamila Sandy

Penyunting: Annas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *