web analytics
SUARA DARI AKSI KAMISAN SEMARANG TERHADAP REPRESIFITAS APARAT
Sumber: Tim Redaksi

SUARA DARI AKSI KAMISAN SEMARANG TERHADAP REPRESIFITAS APARAT

Jumat (30/8), beberapa mahasiswa dari semarang yang tergabung dalam Aksi Kamisan Semarang dan Gerakan Rakyat Menggugat (Geram) menggelar konferensi pers di Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LSJ) Fakultas Hukum UGM. Konferensi pers ini dilakukan akibat dari tindakan represif aparat kepolisian dalam aksi demonstrasi yang dilakukan di Semarang pada tanggal 22 dan 26 Agustus 2024 lalu. Konferensi pers ini turut melibatkan dosen FH UGM yang tergabung dalam LSJ, Social Movement Institute (SMI), serta tim kuasa hukum dari massa aksi semarang.

Tindakan represifitas dari aparat telah dilakukan sejak aksi pertama (22/8) dan kembali terjadi lagi pada aksi kedua (26/8). Perwakilan Aksi Kamisan, Fathul Munif, menerangkan bahwa benturan massa aksi dan aparat tersebut disebabkan dari adanya penyusup yang masuk ke barisan massa. 

“Banyak kesaksian yang disampaikan kepada kami, banyak dari teman-teman Undip yang melihat secara langsung dan sangat mencolok, salah satu bukti nyata bagaimana dia (penyusup) mulai menyusup dan di akhir berfoto dengan kawan-kawannya yang merupakan polisi… ada saksi yang melihat dia di kerumunan dan melemparkan sesuatu (diduga batu), dan memprovokasi massa aksi dan polisi sekaligus dan membuat benturan,” terang Munif.

Akibat dari benturan tersebut terdapat 18 (delapan belas) massa aksi yang harus mendapatkan perawatan medis pada aksi pertama dan 22 (dua puluh dua) massa aksi pada aksi kedua. Menurut penuturan Adip, perwakilan Geram, terdapat massa aksi lain yang melakukan perawatan secara mandiri.

“Ada kawan dari undip yang menderita pendarahan di dada akibat pukulan dari polisi, kawan-kawan yang masih menerima perawatan lainnya adalah yang mengalami retak/patah tulang,” ujar Adip, perwakilan Geram.

Setelah terjadi bentrokan antara massa aksi dan aparat pada tanggal 26 Agustus, polisi menyasar dan melakukan intimidasi terhadap mahasiswa di Semarang dengan mendatangi kos, warung burjo untuk menanyakan apakah para mahasiswa tersebut terlibat aksi demo yang dilakukan pada tanggal 22 dan 26 Agustus tersebut.

“Surat pemanggilan itu diberikan pada tanggal 29 Agustus untuk pemeriksaan hari ini (30/8) dan diberikan kepada 3 (tiga) kawan kita yang masing-masing surat tertuju di rumah mereka masing-masing, surat itu merupakan surat panggilan sebagai saksi dengan tuduhan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan,” ujar Munif.

Terkait pemanggilan yang dilakukan kepolisian, tim advokasi massa aksi menyoroti terdapat pelanggaran terhadap ketentuan formil, yakni dilihat dari surat pemanggilan yang diberikan pada tanggal 29 Agustus dan pemberian keterangan dilakukan pada tanggal 30 Agustus. Tim advokasi menilai hal tersebut melanggar ketentuan formil yang seharusnya surat pemanggilan diberikan setidak-tidaknya 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan saksi.

“Pertama, kami ingin menyampaikan ke pihak kepolisian bahwa tidak boleh bermain-main dengan massa aksi yang ada di semarang karena kami sangat berjejaring dan terhubung dengan kelompok yang sangat mampu melakukan advokasi,” terang Munif.

Dalam wawancaranya dengan Mahkamah, Munif menyatakan bahwa konferensi pers ini juga dimaksudkan untuk menghimbau massa aksi di daerah lain untuk mulai berjejaring antarkota untuk saling menjaga dan meningkatkan solidaritas.

Penulis: Annas

Penyunting: Fitria

Reporter: Annas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *