Jumat (03/02), Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum UGM mengadakan Forum Group Discussion (FGD) mengenai perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Diskusi ini turut menghadirkan komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU), akademisi FH UGM, serta para awak media.
Diskusi yang dimulai pukul 08.30 ini diawali dengan pemaparan masalah KPPU selama 18 tahun terakhir oleh Ir. Muhammad Nawir Messi, M.Sc (Komisioner KPPU). Masalah tersebut secara garis besar berisi kejelasan kelembagaan KPPU yang dirasakan tidak begitu jelas dari segi pertanggungjawaban, susunan kelembagaan, maupun dari segi tugas dan wewenang.
Masalah KPPU secara garis besar berisi kejelasan kelembagaan KPPU yang dirasakan tidak begitu jelas dari segi pertanggungjawaban, susunan kelembagaan, maupun dari segi tugas dan wewenang – Ir. Muhammad Nawir Messi, M.Sc, Komisioner KPPU
Setelah pemaparan masalah, diskusi dilanjutkan dengan penyampaian pendapat oleh akademisi. Pendapat pertama dikemukakan oleh Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H.,LL.,M, dosen Departemen Hukum Administrasi Negara.
“Sebaiknya KPPU tidak bertanggung jawab kepada Presiden tetapi memberikan pertanggungjawaban karena akan memberikan kesalahpahaman terhadap pihak lain”, ujar Zainal. Tak hanya itu, Zainal juga memberikan pendapat dari segi kelembagaan KPPU dan mempertanyakan apakah KPPU memiliki kesamaan konsep dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau tidak.
Pendapat kedua dikemukakan oleh dosen dari Departemen Hukum Dagang, Irna Nurhayati.,SH., M.Hum., Ph.,D dan Veri Antoni S.H., M.Hum. Mereka berpendapat bahwa pengertian pelaku usaha dalam Rancangan Undang-Undang harus diperluas. Hal ini mengingat para pelaku usaha tidak hanya berasal dari dalam negeri saja (cross border).
Irna menuturkan, “Adapun masalah yang timbul dari perluasan tersebut, yaitu pengertian pelaku usaha tidak sesuai dengan Undang-Undang (UU) yang lain, contohnya yaitu UU mengenai Dokumen Perusahaan”. Mereka juga mempertanyakan apakah praktik usaha kartel termasuk perbuatan kriminal atau tidak. Hal tersebut menimbang bahwa di negara lain praktik usaha kartel sudah termasuk perbuatan pidana.
Pendapat lainnya dikemukakan oleh dosen Departemen Hukum Acara Perdata, Prof. Dr. Tata Wijayanta, S.H.,M.Hum. Beliau mempertanyakan kemampuan KPPU mengambil fungsi yudikatif. “Karena dalam sejarah kelembagaan indonesia belum ada lembaga superpower yang dapat mengambil fungsi yudikatif dari Pengadilan”, jelasnya.
Tak hanya itu, Tata pun menanyakan tentang kelembagaan KPPU yang dirasa belum tampak serta bagaimana sanksi terhadap Majelis Komisi KPPU itu sendiri dalam hal terjadi conflict of interest. Beliau juga memberi saran agar KPPU dalam penyelesaian sengketanya menjadi lembaga nonlitigasi.
Pendapat terakhir disampaikan oleh Oce Madril, S.H.,MA. Menurutnya, KPPU sebagai kelembagaan seharusnya dapat menegakkan administrasi tribunal, dalam hal ini ruang lingkup Pengawasan KPPU dapat meliputi anak perusahaan BUMN.
Waktu telah menunjukkan pukul 11.30 WIB, diskusi mengenai perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat belum membuahkan hasil. Oleh sebab itu, diskusi ini akan dilanjutkan kembali pada waktu yang belum ditentukan.
(Rizaldy Ari)