web analytics
MK & APHTN-HAN: Pembaharuan Hukum dalam Pembangunan Nasional

MK & APHTN-HAN: Pembaharuan Hukum dalam Pembangunan Nasional

BPPM MAHKAMAH – Selasa, (10/9/2019) Telah dengan sukses terselenggara Festival Konstitusi dan Antikorupsi (FKA) 2019 di Universitas Gadjah Mada pada 10-11 September 2019. Rangkaian acara inti FKA dilaksanakan di beberapa tempat seperti Grha Sabha Pramana dan Fakultas Hukum UGM. FKA sendiri merupakan wujud kerjasama antara UGM dengan Mahkamah Konstitusi (MK), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pada hari pertama (10/9), selain talkshow yang terselenggara di Grha Sabha Pramana, serangkaian diskusi panel juga dilaksanakan serentak di Fakultas Hukum UGM baik oleh MK, MPR, maupun KPK pada ruangan yang berbeda. Seluruh diskusi panel tersebut dibuka mulai pukul 08.00 WIB hingga tengah hari dan dihadiri oleh berbagai kalangan baik dari sivitas akademika FH UGM maupun akademisi dari universitas lain bahkan luar kota.

Terdapat beberapa panel diskusi yang dibuka. Pada Panel Diskusi A, diselenggarakan diskusi berkaitan dengan MK. Panel Diskusi B mendiskusikan topik yang berkaitan dengan MPR. Kemudian, Panel Diskusi C berkaitan dengan KPK. Dan sebagai panel terakhir, Panel Diskusi D mendiskusikan tentang Pembaharuan Hukum dalam Pembangunan Nasional oleh MK dan APHTN-HAN.

Pada Panel Diskusi D, dilaksanakan Forum Group Discussion (FGD) yang mengambil tema Responsivitas Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dalam Mendukung Akselerasi Pembangunan Nasional sebagai topik bahasannya. Dalam diskusi panel tersebut, turut hadir beberapa tokoh yang menjadi narasumber, di antaranya adalah Hakim Konstitusi yakni Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S. H., M. Hum., Guru Besar FH Universitas Islam Indonesia, Prof. Dr. Mohammad Mahfud M. D., S. H., S. U., kemudian Sekretaris Jenderal MK, Prof. Dr. M. Guntur Hamzah, S. H., M. H., serta Ketua Departemen Hukum Tata Negara FH UGM, Andy Omara, S. H., M. Pub&Int. Law, Ph. D.

Isu Hambatan Pembangunan, Amandemen, dan Keadilan

Sebagai narasumber pertama, Mahfud MD menjabarkan berbagai permasalahan yang kini sedang dihadapi pemerintah, terutama tentang pembangunan nasional. Beliau membuka isu dengan komentar Presiden Joko Widodo mengenai pembangunan negara. Dalam pemaparannya tersebut, Mahfud menyoal pidato Presiden yang menilai bahwa hukum kerap kali menjadi penghambat pembangunan negara.

Selain pembahasan itu, Mahfud juga membahas isu tentang amandemen UUD beserta GBHN. “Hukum Tata Negara hanya memberikan penafsiran yang normatif, (sementara) politik yang menentukan…. Undang-Undang Dasar selalu ingin diubah mengikuti perubahan politik”, tuturnya. Dia menilai bahwa hukum akan selalu mengikuti perubahan politik, dan hukum tata negara hanya menafsirkan secara normatif, sementara keputusan berada di tangan politik.

Sebagai penutup, Mahfud juga membahas proporsi antara hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Menurutnya, jika ingin mencapai keadilan, langkah yang lebih jauh haruslah diambil. “Saya harus melanggar hukum untuk mencapai keadilan. Karena saya ingin keadilan, undang-undang pun saya batalkan”, jelasnya.

Regulasi yang Menghambat Pembaharuan Nasional

Setelah Mahfud memaparkan materinya, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih ganti memaparkan pandangannya mengenai ketertinggalan regulasi di Indonesia. Salah satunya yaitu pandangan mengenai penggunaan produk hukum kolonial yang menghambat pembangunan negara. Bagi Enny, dengan adanya perbaikan sistem hukum dan regulasi, akan berdampak pada peningkatan investasi. Tak ketinggalan, sebagai wejangan bagi mahasiswa serta peserta dalam forum, Enny juga menceritakan pengalamannya selama berkiprah di dunia hukum.

Bersahabat dengan Teknologi

Selanjutnya, Prof. Dr. M. Guntur Hamzah, S. H., M. H., memaparkan peran penting teknologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini. Baginya, para intelektual hukum haruslah bersahabat dengan teknologi, dan hukum yang tertulis harus bisa menyesuaikan zaman. “Mari bersahabatlah dengan teknologi. Hukum tertulis adalah modern, karena itu harus disesuaikan”, simpul Guntur.

Guntur menjelaskan perkembangan Revolusi Industri yang mengeratkan hubungan antara ekonomi dan kehidupan sosial masyarakat. Pada Revolusi Industri 1.0 (1784), sesuai dengan teori Adam Smith, tidak ada peran serta negara dalam interaksi sosial dan ekonomi. Hal ini sesuai dengan semboyan Laissez Faire/Let it be. Kemudian, bertepatan dengan The Great Depression akibat liberalisasi pada masa sebelumnya, J. M. Keynes memberikan pandangannya mengenai pentingnya negara dalam intervensi perekonomian serta interaksi masyarakat. Yang mana selanjutnya, pada masa itu, lahirlah Revolusi Industri 2.0 pada 1870. Kemudian, industri pun terus berevolusi menjadi versi 3.0 yang melahirkan doktrin Welfare State dimana negara memainkan peranan kunci dalam memajukan ekonomi dan kehidupan sosial warga negara.

Selanjutnya, Guntur menjelaskan teori L.A Gelhoed tentang empowering state yang berkaitan dengan lahirnya Revolusi Industri 4.0. Empowering state merupakan keadaan dimana negara memegang peran untuk mengupayakan peningkatan kesejahteraan rakyat dan, disaat yang sama, masyarakat juga dapat mengambil alih peran langsung untuk menyejahterakan dirinya.

Pada akhir diskusi, Guntur menjelaskan bahwa diperlukan tiga asas di masa Revolusi Industri 4.0, yakni Integrity (integritas), Clean (bersih), Trustworhty (terpercaya).

Pentingnya Pembaharuan Hukum

Setelah tiga narasumber di atas, selanjutnya adalah Ketua Departeman HTN FH UGM, Andy Omara. Dalam sesi diskusi, Ia memberikan berbagai pendekatan dalam rangka pembaharuan hukum. Di antaranya adalah Omnibus Law, Kodifikasi, Modifikasi, dan Unifikasi. Menurutnya, pembaharuan hukum sangatlah penting dalam percepatan pembangunan nasional. Kemudian, aturan hukum yang tidak jelas tentu akan menghambat proses masuknya investasi ke Indonesia, sehingga akan menghambat pembangunan nasional secara keseluruhan.

Selain kegiatan FGD yang dimoderatori oleh Faiz Rahman, S.H., LL.M. tersebut, di penghujung acara, terlaksana pula pengalihan jabatan ketua APHTN-HAN Daerah Istimewa Yogyakarta dari Enny Nurbaningsih kepada Andy Omara. Pengalihan jabatan ini juga berkaitan dengan jabatan hakim konstitusi yang kini diemban Enny.

Kesan positif terlontar dari para peserta FGD ini. Salah satunya oleh Ikhwanus Safad Ato’illah, mahasiswa FH UGM yang telah antusias menanti acara sejak pagi hari. Pemuda yang biasa disapa Ikhwan ini mengungkapkan bahwa dengan adanya acara ini, dirinya dapat semakin memahami persoalan-persoalan yang ada di negara ini.

Untukku, acara ini bagus banget sih ya, untuk memahami apa persoalan negara ini, lebih khusus tentang bagaimana peraturan-peraturan itu berdampak pada pembangunan di Indonesia. Apakah memiliki dampak positif atau justru menghalangi. Ya gitu sih, sangat interaktif banget. Sangat bermanfaat ilmunya, dan acara ini tidak diragukan lagi kualitasnya.”, ungkapnya.

Di saat yang sama pada panel diskusi lain, terdapat pula berbagai tokoh penting yang hadir sebagai narasumber, di antara lain Buya Syafi’I Ma’arif, Romo Benny Susetyo, Sigit Riyanto, Zainal Arifin Mochtar, dan Abraham Samad. Rangkaian diskusi panel ini merupakan bagian dari rangkaian besar dari FKA 2019 yang digelar di Grha Sabha Pramana (GSP) UGM.

Reporter  : Savero

Editor      : Mustika

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *