web analytics
Diskusi Sastra Nasional PKKH: Mengaburkan Batas Realis dan Magis dalam Perempuan yang Disingkirkan

Diskusi Sastra Nasional PKKH: Mengaburkan Batas Realis dan Magis dalam Perempuan yang Disingkirkan

Senin malam (14/8), bertempat di Gedung Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri Universitas Gadjah Mada (PKKH UGM), puluhan orang hadir mengikuti rangkaian acara Diskusi Sastra Nasional PKKH UGM. Cerpen “Perempuan yang Disingkirkan” karya A.S Laksana terpilih sebagai sastra yang didiskusikan pada malam itu.

“Pada awalnya, acara ini bertujuan untuk mempertemukan sastrawan baru dan sastrawan lama dilingkup nasional”, ucap Jalu Norf Vailla Putra selaku koordinator pelaksana. Hal ini dilakukan agar terjalin komunikasi antara keduanya hingga menciptakan regenerasi dan saling mengenal antar sastrawan. Selanjutnya, acara ini berkembang sehingga tidak hanya antar sastrawan, namun juga melibatkan masyarakat umum khususnya mahasiswa untuk memompa wawasan dalam bidang sastra.

Acara tersebut diawali dengan penampilan Landung Simatupang selaku pembaca cerpen “Perempuan yang Disingkirkan”. Peserta diskusi mendengarkan pembacaan cerpen sambil membaca buku berisi cerpen tersebut yang sebelumnya telah dibagikan oleh penyelenggara acara.

Buku berisi cerpen "Cerpen Perempuan yang Disingkirkan" yang dibagikan sebelumnya  oleh penyelenggara acara.
Buku berisi cerpen “Cerpen Perempuan yang Disingkirkan” yang dibagikan sebelumnya oleh penyelenggara acara.

Di dalam buku setebal 48 halaman itu, diceritakan seorang laki-laki berusia 73 tahun yang jatuh cinta pada perempuan berusia 25 tahun. Laki-laki tersebut bernama Katip Mustopa Jembar yang merupakan seorang mantan petinggi partai politik dan menteri agama yang telah melakukan korupsi kitab suci. Dalam cerita, Katip menuliskan puisi untuk perempuan itu hingga hari ketujuh dimana surat hanya dibalas dengan kertas kosong. Setelah diketahui, ternyata perempuan itu adalah Shekila, seorang pujangga dari masa lalunya. Namun, Shekila tercipta sebagai manusia yang abadi. Hingga akhir cerita, Katip dikabarkan terbang bersama perempuan yang menjemputnya dengan kereta yang ditarik sepasang naga. Mereka hidup abadi di langit.

Cerpen itu kemudian dibahas oleh sastrawan I Made Iwan Darmawan, penulis Novel “Ayu Manda”, dan Sarwo Ferdi Wibowo Mahasiswa S2 Ilmu Sastra Fakultas Ilmu Budaya UGM dengan moderator Fransiskus Tri W.S.. I Made Iwan Darmawan menjelaskan bahwa  penulis cerpen menggunakan logika dan perembesan imajinasi dalam merangakai cerita.“ Pembaca selalu memerlukan ruang imajinasi, AS Laksana jago dalam hal itu. Membuat cerpen ini dengan jutaan kemungkinan visual.”  Ujarnya.

Iwan juga berpendapat bahwa A.S. Laksana sengaja memprovokasi imajinasi para pembaca, membuat setiap bagian dari cerita menjadi sah-sah saja hingga berhenti waktu berpikir mereka dalam memahami cerita. Sedangkan Sarwo Ferdi Wibowo menjelaskan bahwa A. S. Laksana mengabaikan batas antara elemen magis dan realis dalam karyanya. Penggunaan paradigma realisme dan magis tersebut memunculkan banyak persepsi tentang kebenaran (subjektif, objektif, Universal) .

Setelah pemaparan oleh para pembicara, acara dilanjutkan dengan sesi diskusi. Para penanya merupakan mahasiswa dari berbagai kampus di Yogyakarta, salah satunya sasmita, yang merupakan mahasiswa baru Universitas Gadjah Mada.  Sasmita mengatakan bahwa ia bingung dengan inti cerpen tersbeut. Meskipun awalnya bingung, namun ia tetap antusias mengikuti acara tersebut untuk menambah wawasan seputar sastra karena sastra memang memberi makna yang berbeda bagi tiap pembaca.

Foto bersama usai Diskusi Sastra Nasional PKKH: Mengaburkan Batas Realis dan Magis dalam Perempuan yang Disingkirkan.
Foto bersama usai Diskusi Sastra Nasional PKKH: Mengaburkan Batas Realis dan Magis dalam Perempuan yang Disingkirkan.

Setelah Diskusi selesai, acara diakhiri dengan kesimpulan dari moderator dan ditutup oleh pembawa acara. Diskusi ini merupakan yang kedua kalinya.  Acara serupa sudah pernah digelar pada bulan Mei lalu. Rencananya, acara tersebut akan dilaksanakan kembali pada Bulan September dan Oktober mendatang dengan mengundang sastrawan Indonesia serta membahas sastra nasional lainnya. (William Bahari, Ade Wulan F)

Leave a Reply

Your email address will not be published.