Judul : Punakawan Menggugat
Penulis : Ardian Kresna
Penerbit : DIVA Press ( Anggota IKAPI), Yogyakarta
Tebal Buku : 345 Halaman
Waktu Terbit : Mei 2012
Peresensi : Fardi Prabowo Jati
Seni pewayangan sudah lama dikenal oleh masyarakat di Indonesia, khususnya masyarakat di pulau Jawa. Hasil alkuturasi antara budaya India dan Jawa ini meninggalkan kesan tersendiri bagi para penikmat cerita pewayangan. Salah satu tokoh yang cukup digemari oleh masyarakat adalah Punakawan. Punakawan merupakan empat tokoh pewayangan yang terdiri dari Semar, Bagong, Gareng, dan Petruk. Mereka adalah abdi setia sekaligus penasihat para Pandawa, yaitu Yudistira, Bimasena, Arjuna, Nakula, dan Sadewa. Punakawan selalu mampu mencairkan suasana dengan tingkah kocaknnya. Namun tidak hanya itu, pengasuh satria Pandawa ini sesekali memberikan wejangan kepada para satria Pandawa agar tindakan mereka tidak keblinger. Banyak punggawa kerajaan yang datang kepada Semar hanya untuk memminta nasihatnya. Meskipun Semar hanya seorang abdi atau batur kerajaan, dia memiliki kebijaksanaan yang tinggi dan cukup disegani dilingkungan kerajaan Amarta.
Buku yang berjudul Punakawan Menggugat mengisahkan perjuangan Abimanyu, putra Arjuna untuk dapat tetap berada didekat Dewi Lesmanawati, putri raja Astinapura, Prabu Duryudana. Hubungan asmara antara Abimanyu dan dewi Lesmanawati tidak direstui oleh prabu Duryudana, dari keluarga Kurawa yang masih memiliki hubungan kerabat dengan Pandawa. Perang saudara antara Kurawa dan Pandawa belum sepenuhnya selesai. Prabu Duryudana khawatir apabila tahta kerajaan Astinapura direbut oleh Pandawa. Kekalutan hati Abimanyu bertambah ketika para Pandawa sibuk mengurusi pembangunan Candi Saptaarga. Mereka mengesampingkan kepentingan rakyat di kerajaan Amarta. Abimanyu lalu pergi ke Desa Karang Kabolotan untuk menemui para Abdi kerjaan yang hidup sangat sederhana, yaitu Punakawan, khususnya Semar. Dengan berlinangan air mata, Abimanyu langsung menceritakan semuan masalah yang sedang dihadapinya. Pengaduan Abimanyu merupakan titik awal keterlibatan Punakawan dalam lakon cerita ini. Para punakawan menunjukan sikap kritisnya kepada punggawa kerajaan yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat. Mereka sadar, sebagai rakyat harus mengingatkan kembali sikap pemimpin yang lalai akan tugasnya.
Seperti biasa, sikap Semar selalu tenang dalam menanggapi masalah. Titisan dewa Ismaya ini, seakan tahu apa yang akan terjadi dan apa yang sebaiknya dilakukan. Ia merubah wujud Abimanyu menjadi seekor Ikan nila bersisik emas. Lalu ia menyuruh Bagong untuk membawa nila jelmaan Abimanyu itu di danau Tirtaranu agar Abimanyu dapat bertapa disana. Tak lama kemudian, ada sebuah sayembara untuk menemukan ikan nila bersisik emas yang selalu diimpikan oleh Dewi Lesmanawati. Bagong diutus Semar untuk menyerahkan ikan nila itu kepada Dewi Lesmanawati. Berkat bantuan Gatotkaca, bagong berhasil membawa ikan nila itu dihadapan keluarga kerjaan Astinaspura. Atas jasa Bagong, maka ia diangkat menjadi seorang adipati di Astinapura. Disi lain, Gareng berubah wujud menjadi satria tangguh berkat kekuatan dari Sri Kresna. Dia berhasil merebut tahta Kerajaan Parang Gumiwang. Berkat pusaka Jamus Kalimasada, Petruk dapat berubah menjadi satria tangguh seperti wujud aslinya yang dulu. Dia berhasil menguasai pasukan raksasa dari kerajaan Imantaka. Apa yang sudah diraih oleh Bagong, Gareng, dan Petruk tersebut, membuat mereka lalai dengan wejangan-wejangan Semar. Mereka mulai membuat onar. Bagong terlena dengan kenikmatan duniawi yang ia dapatkan setelah menjabat adipati di Astinapura. Gareng memporakporandakan Amarta untuk balas dendam kepada Arjuna yang pernah mencelakainya. Sedangkan Petruk menyerbu Astinapura untuk menunjukan kekuatan dan kekuasaannya. Situasi membaik setelah Semar turun tangan untuk menyadarkan para Punakawan.
Novel karangan Ardian Kresna ini menampilkan tokoh-tokoh besar dalam jagad pewayangan. Namun ia justru menonjolkan peran Punakawan yang biasanya hanya menjadi tokoh sampingan menjadi tokoh penting dalam alur cerita. Hal itu cukup menarik karena Punakawan merupakan hasil gubahan masyarakat Indonesia yang oleh sebagian masyarakat masih dipercaya keberadaannya. Isi cerita menarik karena menampilkan kisah pewayangan Mahabarata yang didominasi kritikan batin Punakawan kepada sikap penguasa. Melalui novel ini, dia juga mengungkapkan asal-usul dan masa lalu Punakawan. Penyajian cerita yang banyak menggunakan istilah jawa membuat cerita ini lebih natural.
Nampaknya, Ardian Kresna ingin menyuguhkan sisi lain dari Punakawan. Bukan hanya sebagai pengasuh kesatria dan pencair suasana, Ardian Kresna juga menampilkan pemikiran kritis, kebijaksanaan, dan filosofi hidup Punakawan. Novel ini mampu mengobati luka rindu bagi para penikmat cerita pewayangan yang sekarang sudah mulai dilupakan. Namun sayang, Ardian Kresna terlalu fokus dengan tokoh Punakawan sehingga secara keseluruhan akhir cerita ini terkesan menggantung. Novel ini cocok menjadi referensi bacaan bagi penggemar cerita pewayangan maupun orang awam yang ingin mengetahui seluk beluk tentang pewayangan.