web analytics
Rapat Parlemen Jalanan: Suara Buruh  dalam Jeratan RUU Omnibus Law

Rapat Parlemen Jalanan: Suara Buruh dalam Jeratan RUU Omnibus Law

“Gagalkan Omnibus Law!” seru ribuan massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) dalam aksi bertajuk Rapat Parlemen Jalanan #GejayanMemanggil pada Senin (09/03). Massa aksi bergerak dari tiga titik kumpul yaitu gedung Fakultas Ekonomika dan Bisnis UIN Sunan Kalijaga, Taman Pancasila UNY, dan Bunderan UGM. Massa aksi melakukan long march sambil menyerukan “Tolak Omnibus Law!” menuju pertigaan Gejayan. Dalam aksi kali ini massa menuntut agar Omnibus Law digagalkan, karena dianggap akan merugikan berbagai pihak.

Massa aksi berkumpul di pertigaan jalan Gejayan dan menyampaikan orasi-orasi penolakan Omnibus Law. Tak hanya orasi, aksi Gejayan Memanggil juga dihadiri oleh para seniman, di antaranya yakni Fafa Agoni, Fuli, Jessica Amuba, Kepal SPI, Rara Sekar & Sisir Tanah, Rebellion Rose, Spoor, serta Tashoora. “Harapannya kita bisa mengkomunikasikan bahayanya Omnibus Law pada berbagai lapisan masyarakat dengan cara kita masing-masing,” jelas Rara Sekar.

Penolakan draf Omnibus Law ini juga disuarakan oleh perwakilan buruh perempuan. Fara dari Front Perempuan melihat bahwa Omnibus Law membuat kondisi buruh perempuan tereksploitasi. Hal ini dikarenakan hilangnya hak perempuan seperti cuti hamil, haid, melahirkan, dan hak lainnya. Seniman Jessica Amuba pun berpendapat demikian. Ia menilai hilangnya hak cuti perempuan dalam Omnibus Law ini akan amat merugikan buruh perempuan. Dirinya sangat menyayangkan jika RUU Omnibus Law ini disahkan.

Senada dengan Fara, Ali Prasetyo selaku pimpinan Forum Komunikasi Buruh Bersatu menyatakan bahwa Omnibus Law ini dinilai memperburuk situasi perburuhan, terutama perihal upah. Dalam Omnibus Law, perusahaan hanya akan membayar gaji sesuai jam kerja yang buruh lakukan. Dalam praktiknya, jika Omnibus Law ini diterapkan maka buruh tidak akan mendapatkan upahnya saat cuti haid, melahirkan, menikah, ketika beribadah, dan cuti lainnya. Hal ini dinilai merugikan para buruh karena mereka tidak mendapatkan hak yang seharusnya mereka dapatkan, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. “Kami memperjuangkan (menolak) ini bukan hanya untuk kami, tapi untuk anak cucu kita dan calon-calon buruh di masa yang akan datang,” jelas Ali.

Abimanyu, yang berasal dari elemen akademisi, dalam oratornya berpendapat bahwa Omnibus Law ini merupakan naskah RUU terburuk sepanjang masa. Menurutnya, RUU Omnibus Law ini secara substansi bertentangan dengan konstitusi. Adanya ketentuan mengenai pertambahan jam kerja, pemberlakuan pegawai kontrak selamanya, dan sistem outsourcing (alih daya) yang dinilai terlalu berpihak pada investor asing. Hal-hal tersebut menimbulkan kegelisahan di antara kaum buruh. 

Selain merugikan buruh, naskah omnibus ini mendapat tentangan keras karena merugikan petani. Ketua BEM KM, Sulthan Farras menegaskan penolakannya atas draf Omnibus Law ini. Penolakan ini dikarenakan dalam RUU tersebut memperbolehkan klaster pangan impor bahan pangan sebagai opsi, tidak seperti peraturan sebelumnya yang menempatkan impor bahan pangan sebagai alternatif kelangkaan. “Hal ini sangat merugikan para petani,” kemudian ia menambahkan, “Dalam Omnibus Law pemerintah mengutamakan pertumbuhan ekonomi tapi tidak dengan keadilan ekonomi”. Begitu terbuka lebarnya kesempatan impor dalam naskah Omnibus, alih-alih menjadikannya sebagai alternatif kelangkaan saat mendesak dinilai akan memberatkan persaingan terhadap petani lokal sehingga mereka diprediksi akan mengalami kerugian. 

Perwakilan Dema Justicia FH UGM, Mahdi Yahya, menyatakan bahwa Dema Justicia menolak segala bentuk pelanggaran terhadap asas-asas pembentukan perundang-undangan maupun pelanggaran HAM, Hak lingkungan, hak bertahan hidup, dan hak-hak lainnya yang dilanggar oleh Omnibus Law. Mahdi juga berharap aksi gejayan kali ini dapat memantik pergerakan-pergerakan di daerah lainnya. “Jogja ini selalu menjadi pioner yang memantik pergerakan yang lebih besar,” ucap Mahdi Yahya.

ARB juga mengancam apabila pemerintah tidak mendengarkan aspirasi kali ini akan dipersiapkan aksi lebih besar lagi. Mereka juga menyerukan bahwa tanggal 23 Maret nanti akan mengadakan aksi mogok nasional sebagai bentuk upaya penolakan terhadap Omnibus Law. Aksi ini pun diakhiri dengan pembacaan sikap oleh perwakilan ARB, mereka menyerukan poin-poin sebagai berikut:

  1. Gagalkan Omnibus Law (RUU Cipta Kerja, RUU Perpajakan, RUU Pemindahan Ibu Kota Negara, dan RUU Kefarmasian)
  2. Dukung pengesahan RUU P-KS dan tolak RUU Ketahanan Keluarga
  3. Memberikan mosi tidak percaya pada pemerintah dan seluruh lembaga negara yang mendukung Omnibus Law
  4. Mendukung penuh mogok nasional dan menyerukan pada seluruh elemen rakyat untuk terlibat mogok nasional tersebut
  5. Lawan tindakan represif aparat dan ormas reaksioner
  6. Rebut kedaulatan rakyat, bangun demokrasi sejati
    – “Aliansi Rakyat Bergerak, Gejayan Memanggil, Gagalkan Omnibus Law!”

Reporter: Akmal, Athena, Raynal, Riski, Savero, Selma, Winda, Tetra
Penulis: Salwa
Editor: Mustika
Dokumentasi: Akmal

Leave a Reply

Your email address will not be published.