Pada awal tahun 2023, isu terkait uang pangkal menjadi isu yang ramai diperbincangkan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM). Tagar #UniversitasGagalMerakyat, #UGMahal, hingga #UniversitasGemarMelumelu sempat menjadi trending topic di Twitter pada akhir Januari 2023. Menyusul trending-nya tagar tersebut, Aliansi Mahasiswa UGM melalui Twitter Spaces mengadakan diskusi terbuka berjudul “UGM: Mahal atau Murah?”(14/02). Diskusi tersebut menyuarakan pendapat dan keluh kesah mahasiswa serta calon mahasiswa UGM yang merasa keberatan dengan wacana uang pangkal. Wacana penerapan uang pangkal dirasa terlalu tergesa-gesa dan belum memiliki urgensi yang cukup.
“Kalau dilihat dari realitanya kebijakan ini kan sifatnya sukarela, (tetapi) kalau di tahun kemarin sifatnya terlalu mengikat, seperti upaya pemaksaan secara halus. Jadi orang-orang yang nggak bisa memilih opsi Rp0 mereka sebenarnya dipaksa untuk memberikan uang lebih kepada UGM,” ucap Fathur, salah satu mahasiswa Fakultas Hukum UGM melalui Twitter Spaces (14/02). Pernyataan Fathur dibenarkan oleh Nagita dan Risdah, calon mahasiswa baru yang mengatakan bahwa wacana diberlakukannya uang pangkal menyurutkan minat mereka untuk mendaftar di kampus biru. Sementara itu, isu uang pangkal mulai bergulir sejak disinggung Rektor UGM, Ova Emilia, pada Hearing Rektorat 17 Januari 2023 lalu. “Iya, kedepannya kami (UGM) akan seperti kampus lain, menerapkan uang pangkal”, ucap Ova.
Penyebutan wacana uang pangkal tersebut cukup mengejutkan karena sebelum isu ini muncul, Aliansi Mahasiswa UGM sedang menuntut pencabutan kebijakan Sumbangan Sukarela Pengembangan Institusi (SSPI) yang diberlakukan pada mahasiswa baru jalur Ujian Tulis (UTUL) 2022. Realisasi SSPI pun cukup bermasalah karena meskipun sifatnya sukarela, tetapi mahasiswa baru terkesan dipaksa untuk membayarnya. Hal ini disebabkan karena terjadinya error pada sistem yang mengakibatkan mahasiswa tidak bisa memilih opsi Rp0. Belum surut isu SSPI, timbul isu uang pangkal yang meresahkan berbagai pihak. Tak hanya mahasiswa, calon mahasiswa UGM pun merasa cemas dan harus berpikir ulang untuk mendaftar pada Kampus Kerakyatan ini. Pasalnya, tak sedikit calon mahasiswa yang berasal dari keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah, sehingga pemberlakuan kebijakan SSPI dan uang pangkal akan sangat memberatkan calon mahasiswa baru. Hal ini berimplikasi pada menurunnya minat mereka untuk mendaftar UGM melalui jalur UTUL.
Salah satu narasumber bernama Joko Susilo dalam Twitter Spaces tersebut memberikan pendapatnya bahwa pemberlakuan uang pangkal di setiap universitas apabila ditarik garis mundur dapat dikatakan sebagai bentuk neoliberalisasi pendidikan tinggi Indonesia. “Kenaikan biaya pendidikan karena krisis ekonomi termasuk ekspansi pasar memasukkan pendidikan sebagai layanan jasa, berimplikasi pada reorientasi pendidikan menjadi komoditas,” ujar Joko Susilo. Ia juga menegaskan adanya status PTN-BH di Indonesia membuat alokasi dana pemerintah ke perguruan tinggi berkurang, sehingga lebih dari 50% sumber pendapatan utama PTN-BH berasal dari Uang Kuliah Tunggal (UKT). “PTN-BH dalam konteks layanan pendidikan tinggi kalau dalam paradigma global sering disebut corporate university yang lahir karena intervensi pasar terhadap sektor publik,” ucap Joko Susilo.
Melansir Hearing Rektorat Januari 2023 lalu, Ova mengatakan bahwa 95% orang-orang yang masuk lewat jalur mandiri adalah orang mampu. Menanggapi hal tersebut, Al Syifa Rachman selaku Menteri Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa BEM KM UGM, saat diwawancarai oleh BPPM Mahkamah mengatakan, “mahasiswa yang masuk jalur mandiri adalah orang mampu, itu menurutku nggak berdasar dan nggak pakai data, sedangkan, kita kalau mau nuntut harus pakai data dan sebagainya.” Adapun analisis Laporan Keuangan UGM yang dirilis BEM FEB UGM pada awal Februari 2023 menunjukkan bahwa aset neto UGM surplus dan terjadi tren peningkatan sejak tahun 2015. Analisis Laporan yang sama juga menunjukkan bahwa kondisi finansial UGM tahun 2021 kurang baik ditandai dengan turunnya rasio solvabilitas UGM. Analisis Laporan tersebut menyimpulkan turunnya solvabilitas UGM bukan menjadi urgensi penerapan uang pangkal, karena rasio solvabilitas UGM masih tergolong aman walau mengalami penurunan. Di sisi lain, transparansi atas Rancangan Investasi UGM masih menjadi tuntutan mahasiswa yang juga diakomodir melalui Aliansi Mahasiswa UGM karena alokasi dana tersebut dinilai tidak terbuka kepada publik. Hingga hari ini, mahasiswa masih mempertanyakan urgensi pemberlakuan kebijakan yang berpotensi melunturkan jati diri Kampus Kerakyatan.
Penulis : Fitria Amesti Wulandari & Putri Pertiwi
Penyunting: Alvin Danu