Mementumori September merupakan sebuah acara berbentuk pameran yang digunakan sebagai sarana untuk ‘memamerkan’ dan ‘mengkritik’ koleksi-koleksi kejahatan negara terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang selama ini telah terjadi. Acara yang mengangkat tema besar ‘Dari Seni Untuk Manusia’ tersebut bertempat di San Siro Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada pada Jumat, (29/09) pukul 15.00 WIB.
Acara Mementumori September tersebut merupakan acara yang diinisasi secara kolaboratif oleh Dewan Mahasiswa (Dema) Fisipol UGM, Dema Justicia FH UGM, Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) FIB UGM, dan BEM KM UGM.
Acara dibuka dengan pembacaan puisi oleh Radea Basukarna dengan judul “Negara Medsosnesia” yang kemudian disusul oleh 2 (dua) peserta lainnya. Setelah itu, terdapat sesi bincang atau ‘talkshow’ dengan Herlambang P. Wiratraman, seorang Dosen dari Departemen Hukum Tata Negara FH UGM yang juga menjabat sebagai Ketua Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial. Sebelum memasuki sesi bincang, dilakukan penulisan secara simbolik pada sebuah spanduk besar bertuliskan ‘Mengenang Luka, Menolak Lupa, Negara Masih Kesetanan’.
Sesi bincang tersebut membahas secara umum mengenai topik pelanggaran HAM baik dari sisi yuridis maupun praktis dari dimensi penegakan hukumnya. Selain itu, juga dibahas berbagai tantangannya khususnya bagi Mahasiswa dalam upaya untuk menegakkan HAM.
Pada pokoknya, Herlambang menjelaskan alasan mengapa instrumen hukum saat ini belum mampu mencegah dan menanggulangi pelanggaran HAM adalah karena istrumen hukum tersebut memang sengaja dibuat untuk gagal (intended to fail) dan perkara impunitas.
“Pada dasarnya terjadi karena, pertama, undang-undang yang telah dibentuk itu intended to fail dan yang kedua yakni berkaitan dengan impunitas dimana the most responsible person-nya lepas,” terang Herlambang.
Adapun dijelaskan bahwa tantangan yang dihadapi saat ini untuk menegakan HAM antara lain terkait dengan cybertroops, mengorganisasikan melawan lupa (banyak kasus HAM yang telah dilupakan, seperti kasus Waduk Nipah 23 September 1993 dan kasus Kinan Salman 20 September 2016).
Herlambang juga memberikan upaya-upaya yang sekiranya dapat dilakukan oleh Mahasiswa untuk terus mengawal isu HAM, diantaranya yakni terus melakukan kegiatan yang sifatnya ‘ngingatkan’ baik melalui seni, poster, dan menyanyi terhadap pelanggaran HAM yang telah terjadi, sedang terjadi, maupun yang akan terjadi, memupuk semangat solidaritas, dan Membangun gerakan yang kuat dan kritis.
“Penegakan HAM itu sesuatu yang harus diperjuangkan bukan dengan mengemis, bisa melalui kegiatan yang sifatnya ngingatkan, solidaritas yang kuat dengan berani berbicara dan tidak diam melihat pelanggaran HAM yang terjadi,” jelas Herlambang.
Adapun sasaran dari acara tersebut adalah untuk meningkatkan awareness mahasiswa atau bahkan masyarakat umum agar audiens paham bahwa negara sedang tidak baik-baik saja. Banyak kejahatan-kejahatan negara terhadap pemenuhan HAM rakyat dan bagaimana negara telah gagal memenuhi HAM tersebut
“Sasaran kita sebenarnya untuk meningkatkan awareness mahasiswa atau bahkan masyarakat umum yang datang ke San Siro Fisipol UGM, agar mereka tahu apa kejahatan-kejahatan negara dan kegagalan negara dalam memenuhi hak asasi manusia,” pungkas Dowol, salah seorang koordinator acara.
Reporter: Radea dan Yogi
Penulis: Yogi
Penyunting: Yogi