BPPM Mahkamah — Pada 15 Juli 2020, Heylaw.id, salah satu platform legal service di Indonesia bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan webinar bertajuk “Memperbincangkan Masa Depan Hukum dan Teknologi”. Dilaksanakan melalui aplikasi Zoom dan disiarkan secara langsung di Kanal Pengetahuan FH UGM, diskusi ini menghadirkan tiga pembicara yakni Sigit Riyanto selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Wahyu Yun Santoso selaku Dosen Fakultas Hukum UGM, serta CEO dari Heylaw.id, Awaludin Marwan.
Diskusi ini diawali oleh Sigit Riyanto yang menjelaskan mengenai perkembangan dan kondisi pendidikan hukum di Indonesia. Menurutnya, saat ini pendidikan hukum di Indonesia berpusat pada aspek kognitif yang mengakibatkan aspek praktis dan isu sosial di masyarakat belum tersentuh secara menyeluruh. Kedepannya, diperlukan adaptasi metode pembelajaran yang sejalan dengan perkembangan teknologi dan sesuai dengan karakter mahasiswa dan adanya upaya untuk merumuskan capaian pembelajaran.
Sigit menyampaikan bahwa adanya disparitas antara pendidikan hukum tradisional dengan praktik hukum kontemporer yang diakibatkan oleh hadir dan berkembangnya teknologi yang menjadi tantangan ke depan. Pendidikan hukum harus berubah sejalan dengan kebutuhan profesi hukum yang lebih global. Tantangan selanjutnya adalah sekolah hukum harus mengajarkan hukum nasional tetapi juga hukum pada taraf internasional.
Dengan adanya kemajuan teknologi, mahasiswa hukum di generasi sekarang dituntut untuk menguasai kemampuan yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Oleh karena itu, keterampilan dan kemampuan untuk memanfaatkan berbagai macam teknologi menjadi hal yang harus dimiliki oleh setiap mahasiswa.
“…arena menjadi lebih luas, lawyer yang lulus dari fakultas atau sekolah hukum saat ini harus memiliki skill set yang optimal untuk memasuki pasar hukum yang bersifat global, untuk menjadi aktor karena mereka akan memberikan jasa hukum…,” ungkap Sigit.
Pernyataan tersebut disambung oleh Wahyu Yun yang menerangkan bagaimana hukum dan teknologi bersinggungan. Dari aspek bioteknologi, hukum harus bersinggungan dan berkolaborasi dengan teknologi, misalkan menentukan siapa pelaku dalam kasus pembunuhan melalui mata rantai DNA.
Ia juga menyinggung mengenai digital revolution (IR 4.0) yang mana banyak aplikasi yang memudahkan untuk UMKM tetap bertahan. Hal tersebut didukung oleh kemunculan society 5.0 yang menjadikan teknologi sebagai kebutuhan mendasar yang dipengaruhi oleh digital revolution. Selanjutnya timbul pertanyaan, apakah kemudian kita sebagai consumer yang memang menjadi consumer 6.0 yang mampu berpikir secara jernih dan cukup pintar dalam beradaptasi atau malah sebaliknya?
Menurutnya terdapat tiga tantangan, pertama adalah tantangan sosial yang menekankan pada keterampilan cyber-social yang merupakan pemahaman proses yang menuntut kita untuk belajar dan toleransi ambiguitas. Kedua adalah tantangan teknis yang meliputi keterampilan teknis, kemampuan analisis, dan sebagainya. Terakhir adalah tantangan aspek hukum, yakni mengenai technological-social-law gap, cyber territory-jurisdiction, privacy safety, diverse application of technology, ethical, serta legal compliance.
Pandemi ini memaksa semua industri, termasuk industri legal, untuk berinovasi dengan menyediakan virtual legal service yang efisien dan efektif. Di samping itu, isu mengenai research policy juga menjadi isu yang cukup krusial. Ia menilai pola kebijakan dalam hal research tidak cukup baik. Adanya kebutuhan untuk mengharmonisasikan antara hukum dan teknologi menjadi hal yang sangat penting, sehingga teknologi dapat membantu akselerasi masyarakat dalam mencapai tujuan.
Kaitannya pada penggunaan teknologi dalam pemenuhan kebutuhan hukum, Awaludin berpendapat bahwa dunia hukum sangat jelas bahwa industri legal sudah mengkombinasikan antara hukum dan teknologi. Terdapat raksasa teknologi di bidang konsultasi hukum dan dokumentasi hukum, yakni LexisNexis. Kemudian juga terdapat beberapa platform seperti Ravel.com yakni mesin yang mampu mempelajari bagaimana seorang hakim berpikir atas sebuah kasus. Di antaranya terdapat Luminance yang menjuluki dirinya sebagai artificial legal service, Avvo website, up council yang berisi direktori daftar lawyer. Di Indonesia, platform di bidang hukum salah satunya adalah Heylaw. Heylaw menyediakan layanan seperti konsultasi hukum, smart contract, fitur pencarian perundang-undangan, dan kamus hukum.
Pada akhir diskusi diselenggarakan sesi tanya jawab. Dalam sesi ini terdapat satu pertanyaan menarik, “Hukum kerap tertinggal dengan IT padahal di titik lain ada pihak yang menilai bahwa otomatisasi proses IT dapat mereduksi korupsi atau penyimpangan, sejauh mana peluang dan juga batasan terhadap gagasan tersebut?”
Wahyu Yun menerangkan bahwa hal tersebut memiliki dua kunci, yakni governance dan enforcement. Ketika pengelolaannya baik, teknologi dijadikan alat yang memberikan arti lebih bagi hukum, bukan sebaliknya malah digunakan untuk mencari celah-celah hukum yang baru. Sesi tanya jawab tersebut pun menjadi penutup kegiatan diskusi ini.
Penulis: Ilham Adi
Editor: Rosa Pijar