web analytics
DISKUSI KETATANEGARAAN, “MONARKI DALAM DEMOKRASI: CATATAN KRITIS KEMUNDURAN DEMOKRASI REZIM JOKOWI” DISKUSI HMI HUKUM UGM

DISKUSI KETATANEGARAAN, “MONARKI DALAM DEMOKRASI: CATATAN KRITIS KEMUNDURAN DEMOKRASI REZIM JOKOWI” DISKUSI HMI HUKUM UGM

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Hukum UGM menyelenggarakan diskusi melalui media zoom bertajuk “Monarki dalam Demokrasi: Catatan Kritis Kemunduran Demokrasi Rezim Jokowi” pada sabtu (10/2).

Dalam diskusi tersebut, Bivitri Susanti selaku pembicara menyoroti mengenai regresi demokrasi yang terjadi selama pemerintahan jokowi. Menurutnya regresi demokrasi ini baru disadari oleh masyarakat yang selama ini luput dengan citra baik yang dibentuk Jokowi. 

“Selama bertahun tahun karena jokowi dipuja puja menjadikan masyarakat tidak melek (terhadap) kesalahan kesalahan jokowi”, tutur Bivitri Susanti

Pernyataan tersebut didukung dengan riset yang dilakukan oleh peneliti politik Australia, Edward Espinal yang menilai bahwa pada era kepemimpinan Jokowi telah terjadi kemunduran kualitas demokrasi di Indonesia.

Syamil Shafa Besayyef, selaku moderator diskusi menanggapi penjelasan tersebut dengan mengutip pendapat dari akademisi Fakultas Hukum UGM Herlambang Perdana Wiratraman yang menyatakan bahwa seorang penindas pun bisa menggunakan demokrasi dengan tafsirannya sendiri artinya demokrasi dapat dibajak oleh penguasa untuk melegitimasi kekuasaannya sehingga terjadi penurunan kualitas demokrasi atau regresi demokrasi

Bivitri menjelaskan bahwa pembajakan demokrasi adalah salah satu bentuk dari autocratic legalism yang dapat dilihat dari adanya beberapa lembaga pengawas pemerintah yang dipolitisasi, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilemahkan sehingga dijuluki oleh Tempo sebagai ‘Komisi Politisasi Korupsi’, terbitnya UU Cipta Kerja, UU IKN yang diundangkan tanpa partisipasi publik, dan Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan Gibran agar dapat mencalonkan diri sebagai wakil presiden, serta Putusan MK yang memperpanjang masa jabatan ketua KPK. 

“Tak berhenti sampai disitu, kita masyarakat sebagai salah satu pengawas pemerintahan dibungkam dengan adanya UU ITE, selain itu ada masyarakat rempang yang dijerat pasal perusakan karang, dan lain-lain”, ujar Bivitri Susanti.

Bivitri melanjutkan bahwa Pemilu tahun ini dinilai penuh dengan permasalahan legitimasi, dilihat dari Putusan MK 90 tentang perubahan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden yang dinilai melanggar kode etik oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dan pencalonan pasangan calon Prabowo-Gibran yang diloloskan KPU yang kemudian berimbas pada Ketua KPU diputus melanggar kode etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)

Selain itu, Bivitri juga menjelaskan mengenai politik “Gentong Babi” dimana para aktor politik memperebutkan dan menggunakan jatah yang legal seperti anggaran negara untuk diberikan pada daerah pemilihannya agar terpilih kembali yang pada pemilu ini yang saat ini dilakukan oleh sebagian besar aktor politik. Salah satu contohnya yakni Bansos yang dinilai digunakan sebagai bahan kampanye paslon Prabowo-Gibran oleh Presiden Joko Widodo. Diperparah lagi tindakan presiden tersebut dinilai melanggar UU Pemilu karena Jokowi bukanlah Petahana, tidak ada hubungan elektoral dengan paslon yang bersangkutan, dan tidak dalam keadaan cuti.

Namun, terlepas dari berbagai permasalahan yang menjangkit pemilu saat ini, Bivitri berpendapat bahwa selama masyarakat memiliki akal sehat selama itulah masyarakat mengetahui siapa yang akan dipilih

“Saya tidak mengkampanyekan apapun kita punya akal sehat itulah alasan kita ikut dalam diskusi kali ini, sehingga bisa menentukan sendiri, memilih adalah hak bukan kewajiban dan yang jelas dengan segala kecurangan yang terjadi kita tahu siapa yang tidak akan pilih” ujar Bivitri.

 

Reporter: Muhammad Annas Nabil Fauzan

                   Radea Basukarna Prawira Yudha

Authors: Muhammad Annas Nabil Fauzan

                  Radea Basukarna Prawira Yudha

Editors: Fitria Amesti Wulandari

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.